Dalam disiplin ilmu hadist kita sudah sangat familier dengan istilah sanad atau isnad. Isnad atau sanad merupakan silsilah nama-nama perawi yang membawa suatu berita atau kabar tentang hadist Nabi atau kejadian-kejadian sejarah. Dinamakan sanad,sebab para perawi hadist menjadikannya tolak ukur dalam menilai kualitas suatu hadist. Apakah hadist tersebut shahih apa dha’if atau bahkan maudhu’. Dengan metode ini, hadist-hadist yang dinisbahkan kepada Rasullulah bisa di bersihkan dari kebohongan yang coba disisipkan padanya. Maka dari itu, tidak heran kualitas hadist Rasullulah SAW masih terjaga dengan baik keasliannya hingga saat ini. Semua itu adalah berkat kawalan para ulama-ulama kita dalam menjaga hadist Nabi SAW dengan menggunakan metodologi ini. Selain dari pada karunia Allah SWT. Ilmu isnad merupakan sebuah tradisi ilmiah yang hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat dari agama lain yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadist telah menyusun rumusan keilmuan ini dengan kaidah-kaidah yang sangat detail dan mengagumkan.
Melihat betapa pentingnya ilmu sanad ini terhadap perkembangan keilmuan Islam, terutama dalam masalah menjaga keshohian sebuah hadist banyak dari pada para ulama yang menjelaskan tentang urgensi sanad. Muhammad bin Sirin rahimahumullah ulama dari golongan tabi’in mengatakan,
ان هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“ sesungguhnya ilmu adalah agama. Karena itu,perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian”.
Adapun Sofyan ats Tsaury salah satu dari pada ulama golongan tabi’ at tabi’in mengumpamakan isnad sebagai halnya senjata. Beliau mengatakan
الإسناد هوسلاح المؤمن. فإذا لم يكن معه سلاح فأبي شيء يقاتل؟
“Sana’a adalah senjatanya orang-orang yang beriman. Kalau butane d’enfant senjata itu,lalu dengan apa mereka berperang?
Berperang yang dimaksud disini adalah argumentasi.
Begitu juga dengan Abdullah bin Mubarak rahimahumullah mengatakan
الإسناد من الدين،لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena isnad,pasti siapapun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.
Dengan adanya sanad, setiap orang yang menisbatkan atau mencantumkan nama Rasullulah atau para shahabat dalam sebuah nukilan, tidak bisa di terima mentah-mentah. Ucapannya akan diteliti,dari siapa dia mendengar. Bagaimana riwayatnya, apakah bersambung sampai dengan Rasulullah SAW atau tidak. Satu persatu nama rowi akan diteliti, bagaimana latar belakanya, bagaimana kualiatas hafalannya, kejujurannya dan masih banyak lagi, sesuai dengan standar yang sudah ditentukan oleh para ulama hadist.
Sanad adalah warisan yang sangat berharga yang ditinggalkan oleh para salafuna sholeh. Jika tradisi sanad keilmuan terus terjaga setidaknya kita bisa meminimalisir kecelakaan keilmuan yang dilakukan oleh para pendakwah yang dianggap kyai ditengah tengah masyarakat tanpa diketahui riwayat ngajinya. Dan juga dalam hal menerima suatu berita atau informasi yang tidak jelas asal usulnya, apalagi di zaman serba modern ini. Masyarakat begitu mudah mendapatkan informasi melalui internet tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu terhadap berita yang ia baca. Sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam AL Quran surat Al-Hujurat ayat 6 :
يأيهاالذين أمنوا ان جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا ان تصيبوا قوما بجهلة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين
“ Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenaranya,agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohanmu, yang akhirnya kamu menyesali apa yang kamu perbuat “.
Ironis memang, saat ini umat Islam acuh tak acuh dan tidak memperdulikan kualitas, info, fatwa atau bahkan hukum yang mereka dapatkan dari apa yang mereka baca. Maka tidak heran banyak orang termakan hoax, berita bohong dan palsu begitu banyak kita jumpai, hingga puncaknya terjadi kegaduhan dimana-mana. Hal ini merupakan akibat kebodohan mereka sendiri, mereka lupa terhadap tradisi emas yang disusun oleh para ulama-ulama terdahulu. Umat Islam senang membaca tulisan-tulisan modern dan mengesampingkan karya-karya ulama terdahulu. Mereka suka membaca dan mendengar sejarah dengan mengedepankan aqal dan begitu mudah terhipnotis dengan keindahan bahasa dan kelucuan saja. Tidak lagi memperhatikan, apakah riwayat yang dinukil dalam buku-buku atau ucapan-ucapan tersebut benar atau tidak, nyeleneh atau tidak, mu’tabar atau tidak. Standartnya hanyalah sebatas nama besar, ketenaran serta keliaran dalam berpikir saja.