Imam Sayidi Abdullah Al Ghumari rah
Sangat amat sering kita dengar dan baca mengenai amalan dan kekuatan landasan amalan tersebut saat di lakukan pas dan pasca malam nisfu sya’ban. Ulama kita tidak hanya menjelaskan di majlis-majlis ilmu tapi juga menorehkan tulisan di karya-karya mereka mengenai hukum menghidupkan malam ini dengan ibadah berupa : zikir, sholat sunnah mutlak, berdoa, membaca Al Quran dst. Lihat saja sederetan karya mereka seperti : Al Idhoh wa al Bayan limaa Jaa fi Lailatin Nisf min Sya’baan Imam Ibnu Hajar Haitami, Al Kalimat al Hisaan fi Fadhail Lailati Nishf Sya’baan Syekh Hasanain Makhluf, Lailatu an Nishf min Sya’baan fi Mizani al Inshaf al Ilmi wa Samahati al Islaam Syekh Zakiyuddin Ibrahim, Husnu al Bayaan fi Lailati an Nishfi min Sya’baan Sayidi Abdullah Ghumari dan yang paling tebal menurut saya adalah Madza fi Sya’baan karya Abuya Sayid Muhammad Al Maliki. Mereka yang masih bingung dan ragu mengenai amalan nisfu akan yakin dan kontinyu menjalankan rutinitas serba-serbi nisfu sya’ban tersebut, karena sudah dibahas tuntas oleh para ulama di atas.
Akan tetapi saya ingin mengajak pembaca untuk melihat isi salah satu dari karya tersebut. Kita pilih sebuah risalah kecil, tapi kontennya penuh fawaid berbagai macam ilmu. Di samping penulisnya unik, beliau tidak begitu saja mengikuti ulama yang membolehkan amalan nisfu, sebaliknya beliau mengkajinya dan mengkritisi beberapa hal yang akan kita sebutkan di tulisan ini. Beliau adalah Imam Abdullah Al Ghumari lewat risalahnya “Husnu al Bayaan fi Lailatin Nishf min Syaaban”.
Risalah ini ditulis karena pertanyaan para jamaah dan muhibbin beliau yang berulang setiap momen nisfu. Mayoritas sepakat mengenai keutamaan malam nisfu sya’ban dan kebolehan menghidupkannya dengan berbagai ibadah, mereka hanya berbeda perihal caranya apakah dilakukan bareng-bareng atau sendirian saja? baiknya di masjid, surau, langgar atau cukup di rumah?. Lalu apakah melebihkan durasi dan kuantiti ibadah pada malam tersebut boleh?. Beberapa pertanyaan beliau lontarkan dalam memulai mukaddimah risalah.
Setelah mukaddimah beliau menyebutkan historis kapan amalan menghidupkan malam nisfu sya’ban bermula, dimana dan siapa penggagasnya?. Ada tiga sosok dari Syam yang disebutkan yaitu: Khalid bin Ma’dan (103 H), Makhul as Syami (112 H), Luqman bin ‘Amir (murid Khalid Ma’dan), ketiganya pernah bertemu sebagian sahabat, jadi mereka para tabi’in dan berada di zaman salaf. Muncul dua kubu pasca adanya kelompok ulama yang menghidupkan nisfu, ahli ibadah basrah ikut menghidupkan sedangkan kebanyakan ulama hijaz menolak.
Ulama Syam yang membolehkan pun berbeda mengenai pola menghidupkan malam tersebut. Sebagian menganjurkan kumpul di masjid dengan busana bagus, wewangian dan mencelaki mata lalu beribadah pada malam itu. Sebagian lagi katakan makruh berkumpul di masjid untuk sholat, tausiyah dan berdoa namun kalau sendiri-sendiri tidak mengapa. Pendapat awal jadi pilihan orangtua beliau Imam Muhammad bin Shiddiq yang mengarahkan para muridin untuk berkumpul di Zawiyah Shiddiqiyah sama-sama membaca zikir, al Quran dan ditutup dengan doa.
Sebelum masuk ke bahasan dalil, beliau sertakan ucapan Imam Syafii yang masyhur bahwa doa mustajab di lima malam salah satunya malam nisfu sya’ban. Juga ucapan Khalifah Umar bin Abdul Aziz agar serius pada empat malam, malam nisfu salah satunya.
Mengenai Dalil
Sayidi Abdullah simpulkan bahwa hadis mengenai keutamaan nisfu sya’ban secara khusus kebanyakan dhoif. Walaupun begitu beliau menolak pendapat yang berlebihan yang mengatakan tidak ada dalilnya. Lalu disenaraikan sepuluh hadis yang kesemuanya masuk kategori dhoif dan menyertakan dalil lain berupa atsar sahabat dan tabi’in, kemudian menyimpulkan bahwa adanya penganjuran untuk bersungguh dalam beramal pada malam nisfu karena semua dalil memperkuat satu sama lain, apalagi adanya dalil umum mengenai keutamaan malam hari yaitu: “Sesungguhnya ada satu waktu di malam hari yang jika seseorang berdoa kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat bertepatan dengan waktu tersebut, pasti akan dikabulkan”. (HR.Muslim), lalu hadis: “Sesungguhnya Tuhan kalian memiliki banyak karunia dalam setiap tahun, maka carilah karunia itu, barangkali kalian mendapatkan satu karunia sehingga kalian tidak akan celaka selamanya”. (HR. Thabarani).
Ulasan mengenai Doa khusuh Nisfu Sya'ban
Ada dua landasan mengenai doa ini keduanya hadis dhoif dari Sayidah Aisyah Rda yang diriwayatkan Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Redaksi doa tersebut adalah:
ــ أعُوذُ بِعَفْوِكَ مِنْ عِقَابِكَ، وَأعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأعُوذُ بِكَ مِنْكَ جَلَّ وَجْهُكَ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
ــ سَجَدَ لَكَ خَيَالِي وَسَوَادِي وَآمَنَ بِكَ فُؤَادِي، فَهَذِهِ يَدِيْ وَمَاجَنَيْتُ بِهَا عَلَى نَفْسِي، يا عَظِيْمُ يُرْجَى لِكُلِّ عَظِيمٍ، يا عظيم اغْفِرْ لِي الذّنْبَ العَظِيْمَ، سجَد وَجْهِي لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وبَصَرَهُ. أعوذ برضاك من سخطك، وأعوذ بعفوك من عقابك وأعوذ بك منك، أنت كما أثنيت على نفسك، أقُوْلُ كما قال أخي داود: أُعَفِّرُ وَجْهِي في التُّرَابِ لِسَيّدِي، وَحُقّ لِسًيدي أن يُسْجَدَ لَهُ. اللهم ارْزُقْنِي قَلْبًا تَقِيّا مِنَ الشِّرْكِ نَقِيّا، لاً جَافِيًا ولا شَقِيًّا.
Menurut beliau doa nisfu yang dibaca masyarakat selama ini dengan kaifiyatnya itu tidak berlandaskan dalil. Apalagi baca yasin 3x dengan niat-niatnya, lalu sholat diantara tiap doa, dan doa dengan niat hajat tertentu semuanya batil dan tidak berlandas. Hadis “Yasin dibaca sesuai hajat” itu hadis palsu. Beliau mengkritik semua ini dan meminta agar menghidupkan nisfu cukup dengan amalan-amalan yang ada dalam 10 hadis berisi: Perbanyak doa, Istighfar, sholat malam, mengingat Allah.
Lalu mengenai doa: ياَ ذَا الَمَنِّ فَلا يُمَنُّ عَلَيْه , dari Sayidina Ibnu Mas’ud adalah atsar dhoif, juga tidak mesti dibaca khusus malam nisfu.
Kemudian beberapa poin berikut ini :
- Apakah malam nisfu malam ditetapkannya ajal? Beliau sebutkan beberapa hadis yang juga dhoif. Menurut sebagian, hadis tersebut dianggap tafsiran dari ayat 3 surah Ad Dukhan, padahal ayat ini diperjelas dengan ayat 1 surah Al Qadr. Bahwa ليلة مباركة Ad Dukhan adalah malam Lailatul qadr bukan malam nisfu sya’ban ini menurut mayoritas ulama dan tidak menganggap hadis-hadis dhaif tersebut sebagai penjelas ayat bahkan sebaliknya bertentangan dengan ayat Al Qadr tadi. Ini jika dibahas secara Tarjih. Jika dibahas secara Tajmi’ alias menyelaraskan banyak dalil maka: Malam nisfu sya’ban ditentukan segala ketetapan lalu diserahkan kepada petugasnya dari malaikat pada malam lailatul qadar. Singkatnya, malam lailatul qadar malam pembagian tugas kepada para malaikat seperti pencabut nyawa, pembawa rezeki sesuai mafhum ayat ad Dukhan, sedangkan penetapan isi tugas tersebut sudah ada pada malam nisfu sya’ban sesuai hadis-hadis tersebut.
- Siapa saja yang tidak kebagian maghfirah Allah pada malam nisfu? Mereka yang syirik, yang lagi bertengkar menyimpan kedengkian kepada saudaranya, pembunuh, pemutus tali kerabat, berpenampilan sombong, pendurhaka orangtua, peminum khomar, pezina.
- Apa ada sholat khusus nisfu? Tidak ada dalil mengenainya baik sahih maupun dhoif, yang ada malah hadis-hadis palsu penuh dusta. Ada enam hadis lalu beliau menyertakan ucapan para ulama mengenai sholat khusus ini. Imam Al Iraqi, Imam Nawawi, Imam Izzuddin bin Abdissalam. Kesemuanya mengatakan landasannya batil, sholat tersebut bid’ah tercela.
Kesimpulan Sayidi Abdullah
1. Keutamaan malam nisfu sya’ban memang tsabit dengan dalil secara umum, dan keliru mereka yang mengingkarinya secara mutlak seperti Syekh Abu Bakar Ibnul Arabi.
2. Menghidupkannya dengan berbagai macam ibadah sangat dianjurkan, dan waktunya di malam nisfu bukan siang sebagaimana keterangan hadis yang ada.
3. Baca Surah Yasin 3x dengan niat berbeda plus doanya yang masyhur adalah perbuatan bid’ah tercela. Karena doa ini membuat ahli maksiat dan dosa besar sengaja memperlambat taubat karena menunggu malam nisfu dengan bersandar dan membaca doa tersebut.
4. Sholat dengan rakaat tertentu di malam nisfu adalah perbuatan batil. Sebaliknya jika sholat hendaklah sesuai kemampuan tanpa ada batasan rokaat khusus.
5. Menghimbau agar mengisi malam nisfu dengan benar-benar bertaubat agar mendapat apa yang dijanjikan dalam Surah at Tahrim ayat 8.
Sampai di sini beberapa poin mengenai nisfu sya’ban yang dapat saya uraikan lewat risalah Husnu al Bayan Sayidi Abdullah Ghumari. Beliau dan Sadah Ghumariyah lainnya sangat terkenal dalam mengkritik ilmiah suatu hal yang dipandang perlu namun tetap dengan memberikan solusi atas hal yang dikritik atau menyampaikan pandangan lain dengan istinbath yang membuat pembacanya hampir setuju bahkan setuju, sehingga kritikan tersebut menjadi ciri khas tersendiri bagi mereka para sadah.
Wallahu a’lam
saksikan video-video keseruan even PPI Maroko di youtube PPI Maroko
nantikan promo-promo menarik di PPI Shop