saya selalu merasa bahwa menulis adalah sebuah usaha dalam mengingat. Dan pada tiap laku mengingat sesuatu, katakanlah dalam hal ini lewat tulisan, maka di saat yang bersamaan adalah usaha untuk tidak mengingat pada apa yang tidak ditulis.
Mula-mula, untuk mengawali majalah Andalusia kali ini, bayangkanlah Maroko. Negara eksotis dengan berbagai macam keunikan secara geografisnya. Menawarkan pemandangan-pemandangan magis dari tanah kota merah Marrakech hingga kota biru Chefchaouen, atau hal lain yang disajikan bisa berbentuk bebunyian Gnawa yang dalam sekejap dapat menyihirmu untuk terdiam dan mendengarnya dengan seksama, dan pada waktu yang lain Maroko adalah negara dengan kekayaan keilmuan islamnya yang memiliki sejarah yang amat panjang. Kurang lebih, kita mengetahui negara Maroko dari hal-hal yang sudah tertulis berulang kali. Bagaimana dengan apa yang tidak tertulis?
Dalam edisi “Sisi Lain Maroko”, Majalah Andalusia menawarkan tulisan-tulisan dengan beragam prespektif, dan ‘sisi’ yang jarang, atau bahkan belum, untuk tertuliskan sebelumnya. Sisi-sisi yang kadang tertutup oleh suatu hal lain yang begitu megah, dan hanya bersemayam pada bayangnya yang belum tersentuh matahari.
Untuk menyatakan bahwa kami tengah melengkapi apa yang tidak tertuliskan mengenai Maroko, tentu sangatlah amat naif. Obrolan pinggir dan ihwal yang belum pernah dibicarakan atau enggan untuk dibahas akan selalu ada. Semuanya adalah usaha yang terus berjalan. Akan selalu ada hal yang terjadi, telah terjadi, dan akan terjadi pada tiap masanya, dan hal yang paling dekat bagi kita, sebagai umat manusia, adalah dengan menulisnya. Dan dengan menulis, maka kita akan mengingat.
Maka, saya hanya bisa mengajak pembaca budiman majalah andalusia kali ini untuk tetap menyisakan ruang untuk membaca, juga menulis pada apa yang berada di sisi lain dari apa yang kita ketahui.
Selamat membaca.