Zawiyah tempat satu-satunya untuk bertalaqqi kepada masyayikh Maroko

  Zawiyah adalah wadah satu-satunya untuk bertalaqi kepadah masyaikh Maroko. Karena sangat tidak memungkinkan sekali bagi kita untuk mendapatkan ilmu sepenuhnya di Universitas,  dan hanya Mahasiswa- mahasiswi  cerdas saja yang menguasai keilmuan yang didapatkan dari kampus ( renungkan saja kawan, bagaimana kita tidak mendapatkan Ilmu secara maksimal dari kampus, ketika dosennya saja menjelaskan dengan darijah, bahasa ‘amiyah (pasaran) yang begitu sulit untuk dipahami). Selain itu juga harus kita pahami bahwasanya para ulama terdahulu mendapatkan Ilmu dengan banyak bertalaqqi kepada Masyaikh, karena ini adalah jalan untuk ber-Istifadah dan mengalap barokah dari para Masyaikh. Seorang murid yang mulazamah dengan sang Musnid Ad Dunnya Muhammad Yasin Isa Al Fadani, yaitu  KH Marwazi saat kunjungannya ke Maroko dengan Al-Ustadz Danial Nafis M.si ( wakil cabang Thoriqoh Shidiqiyah Syadziliyah di Jakarta Indonesia sekaligus wakil dari Maulana As-Syeikh Dr. Abdul Mun’in bin Abdul Aziz bin Shidiq Al-Ghumari Al-Hasani untuk Indonesia ) menuturkan seperti ini: “Zawiyah menjadi power bagi santri Maroko“  dan jika kita lihat sejarah dari peradaban keilmuan di Bumi Aulia ini, banyak sekali Alim Ulama yang terlahir dari zawiyah-zawiyah yang ada disetiap kota. Dan sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengikuti  jejak-jejak mereka”.  Karena itu,  pada ulasan ini, saya akan mengajak pembaca untuk memahami sejarah Zawiyah supaya kita bisa mencintai dan bersemangat untuk pergi ke tempat dimana kita mendapatkan Ilmu secara efisien.

               Secara bahasa, kata zawiyah, dinuqil dari kamus “Lisan al-Arab”, merujuk kata “zaiyah” sebagai tempat yang terletak di Kota Bashrah, Irak, tempat bagi kelompok-kelompok sufi, sejalan dengan kebutuhan kaum sufi akan wadah untuk berkumpul, seiring laju pesat perkembangan sufi di abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Penyebaran thoriqot-thoriqot berpengaruh pula pada melonjaknya jumlah zawiyah di sebagian besar Negara Muslim, bahkan di desa-desa terpencil sekalipun.

              Zawiyah memiliki bentuk yang sangat beragam. Ada zawiyah yang identik dengan maqbaroh orang suci. Bentuk bangunannya dapat berupa tembok setinggi beberapa desimeter hingga monument yang megah. Misal, maqbaroh suci orang Al-Jazair, Sidi Bu Madyan, Dizhamuddin Auliya yang ada di Delhi, India, Ahmad At-Tijani yang ada di kota tua Fes Maroko, Muhammad bin Shiddiq Al-Ghumari yang ada di Tanger Maroko, dll.

                   Kemudian ada beberapa fungsi zawiyah yang telah berlaku sepanjang sejarah. Yang pertama ialah sebagai tempat beribadah. Zawiyah digunakan  sebagaimana layaknya Masjid tempat menunaikan sholat lima waktu dan seperti pondok tempat para pengikut thoriqot tertentu untuk melakukan ritual dzikir khusus. Selain itu,    zawiyah dipakai untuk unit organisasi, politik, dan keagamaan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mursyid thoriqot Sanusiyah oleh Muhammad Al-Sanusi ( 1792-1859 ). Sayangnya saat ini keberadaan zawiyah dianggap kurang penting karena beberapa faktor, antara lain: transformasi sosial dan ekonomi negara-negara muslim, urbanisasi, dan perluasan system komunikasi yang memunculkan lembaga-lembaga baru sebagai pesaing.

                 Di Al-Jazair, Tunisia, dan Libya misalnya, penjajah Perancis mengambil alih badan-badan wakaf dan memengaruhi keberadaan zawiyah. Dan kemunduruan zawiyah juga tak melulu  dipicu oleh faktor eksternal. Munculnya aliran skriptualis dan fundamentalis khususnya awal abad ke-18 berkonstribusi pada terkikisnya sendi-sendi zawiyah, tak terkecuali pula menghambat pergerakan tasawuf, salah satunya adalah gerakan Wahabi yang diprakarsai oleh Muhammad bin Abdul Wahab ( 1703-1792 ).

                 Jadi sangat jelas bagi teman-teman yang budiman bahwasanya zawiyah adalah manhaj   kita untuk berangkat ber-tholabil ‘ilmi di bumi maghrib ini. Tak ada alasan bagi kita untuk tidak menghadiri setiap majlis-majlis yang ada di zawiyah  kota masing-masing. Dan kita bisa sama-sama  mengambil hikmah bahwasanya zawiyah memiliki sejarah yang tak bisa kita lupakan. Karena pada dasarnya di Indonesia sendiri yang sekarang menjadi Negara  aktsarul muslimiiin sukkaanan fil ‘aalam ( Negara yang paling banyak orang muslimnya di dunia ini ), para penghulu kita    mendirikan zawiyah kemudian menyebarkan ajaran islam didalamnya.

               Kita ambil sebagai contoh  zawiyah Cot Kala Langsa.  Zawiyah Cot Kala Langsa adalah zawiyah ( pondok pesantren ) tertua di Indonesia pada zaman Kesultanan Perlak abad ke 11 Masehi. Zawiyah ini dibangun oleh Syeikh Abdullah Kancan dengan bantuan Sultan kerajaan Islam Peurlak yang ke-6 yang bernama Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan, berdaulat pada awal abad ke-11 Masehi ( abad ke-5 H ). Zawiyah Cot Kala telah banyak melahirkan banyak mubaligh untuk dihantar sebagai duta islam yang berdakwah kepada masyarakat melayu sekitarnya dan seluruh Nusantara yang  belum menerima Islam. Mereka adalah Maulana Ishaq, Maulana Nur al-Din ( Fatahillah ) dan Sunan Bonang yang menyebarkan Islam ke Jawa, Maulana Abu Bakar ke Malaka. Selain itu para mubaligh ini telah membina zawiyah-zawiyah lain disekitarnya yang berperan sama seperti zawiyah Cot Kala.

           Contoh lainnya Syekh Jakub di kerajaan Pasai. Beliau  telah mendirikan zawiyah Blang Peria pada era pemerintahan Sultan Nurdin Sultan Al-kamil. Teungku Ampon Tuan pula merupakan  utusan dari zawiyah cot kala ke kerajaan Teumiang. Beliau membina zawiyah Batu karang di Teumiang dan menjadi Qodhi Al-Malik Al-Adil kepada Sultan Mudia Sedia yang memerintah pada tahun 753H/1353 Masehi hingga 800H/1398 Masehi. Kerajaan Pasai dan kerajaan Teumiang akhirnya digabungkan dengan kerajaan Peurlak dan dikenal sebagai kerajaan Samudera Pasai pada era pemerintahan Sultan Al-Malik Al-Saleh ( Meurah Silu ), antara tahun 1270 hingga 1297 Masehi.

                Ada pesan yang sangat berkesan dihati penulis yaitu ketika kemarin saya berkesempatan menemani PaK yai Marwazi selama beliau berziarah di Maroko. Beliau memberiku banyak nasihat, dan diantara nasihat-nasihatnya Ialah :
1. Kenalilah  ( bersowan )  para Ulama di negri Aulia ini.
A  Zawiyah adalah wadah satu-satunya untuk bertalaqi kepadah masyaikh Maroko. Karena sangat tidak memungkinkan sekali bagi kita untuk mendapatkan ilmu sepenuhnya di Universitas,  dan hanya Mahasiswa- mahasiswi  cerdas saja yang menguasai keilmuan yang didapatkan dari kampus ( renungkan saja kawan, bagaimana kita tidak mendapatkan Ilmu secara maksimal dari kampus, ketika dosennya saja menjelaskan dengan darijah, bahasa ‘amiyah (pasaran) yang begitu sulit untuk dipahami). Selain itu juga harus kita pahami bahwasanya para ulama terdahulu mendapatkan Ilmu dengan banyak bertalaqqi kepada Masyaikh, karena ini adalah jalan untuk ber-Istifadah dan mengalap barokah dari para Masyaikh. Seorang murid yang mulazamah dengan sang Musnid Ad Dunnya Muhammad Yasin Isa Al Fadani, yaitu  KH Marwazi saat kunjungannya ke Maroko dengan Al-Ustadz Danial Nafis M.si ( wakil cabang Thoriqoh Shidiqiyah Syadziliyah di Jakarta Indonesia sekaligus wakil dari Maulana As-Syeikh Dr. Abdul Mun’in bin Abdul Aziz bin Shidiq Al-Ghumari Al-Hasani untuk Indonesia ) menuturkan seperti ini: “Zawiyah menjadi power bagi santri Maroko“  dan jika kita lihat sejarah dari peradaban keilmuan di Bumi Aulia ini, banyak sekali Alim Ulama yang terlahir dari zawiyah-zawiyah yang ada disetiap kota. Dan
sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengikuti  jejak-jejak mereka”.  Karena itu,  pada ulasan ini, saya akan mengajak pembaca untuk memahami sejarah Zawiyah supaya kita bisa mencintai dan bersemangat untuk pergi ke tempat dimana kita mendapatkan Ilmu secara efesien.
               Secara bahasa, kata zawiyah, dinuqil dari kamus “Lisan al-Arab”, merujuk kata “zaiyah” sebagai tempat yang terletak di Kota Bashrah, Irak, tempat bagi kelompok-kelompok sufi, sejalan dengan kebutuhan kaum sufi akan wadah untuk berkumpul, seiring laju pesat perkembangan sufi di abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Penyebaran thoriqot-thoriqot berpengaruh pula pada melonjaknya jumlah zawiyah di sebagian besar Negara Muslim, bahkan di desa-desa terpencil sekalipun.
              Zawiyah memiliki bentuk yang sangat beragam. Ada zawiyah yang identik dengan maqbaroh orang suci. Bentuk bangunannya dapat berupa tembok setinggi beberapa desimeter hingga monument yang megah. Misal, maqbaroh suci orang Al-Jazair, Sidi Bu Madyan, Dizhamuddin Auliya yang ada di Delhi, India, Ahmad At-Tijani yang ada di kota tua Fes Maroko, Muhammad bin Shiddiq Al-Ghumari yang ada di Tanger Maroko, dll.
                   Kemudian ada beberapa fungsi zawiyah yang telah berlaku sepanjang sejarah. Yang pertama ialah sebagai tempat beribadah. Zawiyah digunakan  sebagaimana layaknya Masjid tempat menunaikan sholat lima waktu dan seperti pondok tempat para pengikut thoriqot tertentu untuk melakukan ritual dzikir khusus. Selain itu,    zawiyah dipakai untuk unit organisasi, politik, dan keagamaan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mursyid thoriqot Sanusiyah oleh Muhammad Al-Sanusi ( 1792-1859 ). Sayangnya saat ini keberadaan zawiyah dianggap kurang penting karena beberapa faktor, antara lain: transformasi sosial dan ekonomi negara-negara muslim, urbanisasi, dan perluasan system komunikasi yang memunculkan lembaga-lembaga baru sebagai pesaing.
                 Di Al-Jazair, Tunisia, dan Libya misalnya, penjajah Perancis mengambil alih badan-badan wakaf dan memengaruhi keberadaan zawiyah. Dan kemunduruan zawiyah juga tak melulu  dipicu oleh faktor eksternal. Munculnya aliran skriptualis dan fundamentalis khususnya awal abad ke-18 berkonstribusi pada terkikisnya sendi-sendi zawiyah, tak terkecuali pula menghambat pergerakan tasawuf, salah satunya adalah gerakan Wahabi yang diprakarsai oleh Muhammad bin Abdul Wahab ( 1703-1792 )
                 Jadi sangat jelas bagi teman-teman yang budiman bahwasanya zawiyah adalah manhaj   kita untuk berangkat ber-tholabil ‘ilmi di bumi maghrib ini. Tak ada alasan bagi kita untuk tidak menghadiri setiap majlis-majlis yang ada di zawiyah  kota masing-masing. Dan kita bisa sama-sama  mengambil hikmah bahwasanya zawiyah memiliki sejarah yang tak bisa kita lupakan. Karena pada dasarnya di Indonesia sendiri yang sekarang menjadi Negara  aktsarul muslimiiin sukkaanan fil ‘aalam ( Negara yang paling banyak orang muslimnya di dunia ini ), para penghulu kita    mendirikan zawiyah kemudian menyebarkan ajaran islam didalamnya.
               Kita ambil sebagai contoh  zawiyah Cot Kala Langsa.  Zawiyah Cot Kala Langsa adalah zawiyah ( pondok pesantren ) tertua di Indonesia pada zaman Kesultanan Perlak abad ke 11 Masehi. Zawiyah ini dibangun oleh Syeikh Abdullah Kancan dengan bantuan Sultan kerajaan Islam Peurlak yang ke-6 yang bernama Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan, berdaulat pada awal abad ke-11 Masehi ( abad ke-5 H ). Zawiyah Cot Kala telah banyak melahirkan banyak mubaligh untuk dihantar sebagai duta islam yang berdakwah kepada masyarakat melayu sekitarnya dan seluruh Nusantara yang  belum menerima Islam. Mereka adalah Maulana Ishaq, Maulana Nur al-Din ( Fatahillah ) dan Sunan Bonang yang menyebarkan Islam ke Jawa, Maulana Abu Bakar ke Malaka. Selain itu para mubaligh ini telah membina zawiyah-zawiyah lain disekitarnya yang berperan sama seperti zawiyah Cot Kala.
           Contoh lainnya Syekh Jakub di kerajaan Pasai. Beliau  telah mendirikan zawiyah Blang Peria pada era pemerintahan Sultan Nurdin Sultan Al-kamil. Teungku Ampon Tuan pula merupakan  utusan dari zawiyah cot kala ke kerajaan Teumiang. Beliau membina zawiyah Batu karang di Teumiang dan menjadi Qodhi Al-Malik Al-Adil kepada Sultan Mudia Sedia yang memerintah pada tahun 753H/1353 Masehi hingga 800H/1398 Masehi. Kerajaan Pasai dan kerajaan Teumiang akhirnya digabungkan dengan kerajaan Peurlak dan dikenal sebagai kerajaan Samudera Pasai pada era pemerintahan Sultan Al-Malik Al-Saleh ( Meurah Silu ), antara tahun 1270 hingga 1297 Masehi.
                Ada pesan yang sangat berkesan dihati penulis yaitu ketika kemarin saya berkesempatan menemani PaK yai Marwazi selama beliau berziarah di Maroko. Beliau memberiku banyak nasihat, dan diantara nasihat-nasihatnya Ialah :
1. Kenalilah  ( bersowan )  para Ulama di negri Aulia ini.
2. Ambilah semua sanad ulama Maroko.
3. Rajinlah menghadiri kursi ilmiah yang diisi oleh para Ulama.
4. Kuasailah Ilmu Ulumul Hadits.
5. Aktif lah sebagai Mahasiswa .
       Kemudian ada ucapan yang sangat mencengangkanku dari pak yai Danial Nafis bahwasanya Ustadz Abdul Shomad adalah satu dari sekian Maghribi yang mengalahkan seribu Azhariyin Mesir. Jadi mari bersama-sama kita kuatkan niat kita untuk lebih serius lagi menggali keilmuan di Negri seribu benteng ini, dengan banyak mengaktifkan kaki kita untuk pergi menghadiri setiap zawiyah yang ada di kota masing-masing, walaupun Zawiyahnya terkadang kosong ( tidak aktif fungsinya ).  kita mencoba untuk menghidupkannya kembali dengan mendatangi ( sowan )  ke Sang Syeikh yang ada di sekitar kota itu, dan memintanya untuk mengajarkan   kitab yang kita butuhkan. Dengan ini, Insya Allah kita bisa menjadi Pelajar  yang  diridhoi Allah SWT Aamiin.
                Sudah jelas kiranya bahwa kedudukan Zawiyah adalah sebagai simbol keilmuan di Maroko. Jadi  mari kita bersama-sama membangun kecerdasan intelektual dan spiritual kita dengan banyak bermulazamah kepada Masyaikh Maroko. Sekian yang bisa saya tuliskan untuk teman-teman PPI Maroko dan  para pembaca  yang budiman, semoga bermanfaat besar bagi kita semua aamiiin yaa rabb al-alamin. Wa syukran ala qira’atikum , tsumma jazakumullah khairan Katsiran.
Referensi:

  • Sejarah Islam
  • Peradaban  Islam di Maroko ( Wikipedia ) 
  • Lisanul Arab 
  • www.republika.co.id > khazanah 

          sejarah Islam di Indonesia

     Oleh Irfan Afandi

Tanger, 6 Februari 2018

Tag Post :
Artikel,Keilmuan & SDI,Minggu-an Menulis,Opini

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *