Sang Mutiara Negeri Maghrib

Di kalangan para pencari ilmu, terkhusus mereka yang fokus pada pengkajian hadis dan ilmu hadis, nama Syekh Abdullah bin Shiddiq al-Ghummari sudah tidak asing lagi di telinga. Dalam Kitab Tarjamah Abdullah bin Shiddiq al-Ghummari yang ditulis oleh Syeikh Ahmad bin Manshur bin Ismail Qurthom al-Husaini at-Tunisi, beliau dinobatkan sebagai salah satu hafidz pada zamannya.

Kealiman dan kredibilitas Syekh Abdullah bin Shiddiq dalam ilmu agama tidak perlu diragukan lagi. Ulama Maroko yang pernah mengenyam pendidikan di Jami’ah Qarawiyyin dan juga Al- Azhar Mesir ini, seakan menjadi Mutiara Ilmu di negeri Matahari Tenggelam.

Nama lengkap beliau adalah as-Sayyid al-‘Allamah al-Hafidz Abu al-Fadhl Abdullah bin Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Shiddiq bin Ahmad bin Abdul Mu’min al-Ghummari al-Idrisi al-Hasani al-Maghribi. Ulama yang masih termasuk dzurriyah Ibnu ‘Ajibah (Muallif Kitab Iqodzul Himam Syarah Hikam dan al-Bahrul Madid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid) dari jalur ibu ini, dilahirkan di Tangier, Maroko pada 7 juli 1910 M bertepatan dengan awal bulan Rajab 1328 H.

Tumbuh dalam lingkungan Saadah Ghummariyah menjadikan Abdullah kecil banyak belajar dan akrab dengan ilmu-ilmu agama. Dimulai dari didikan ayahnya sendiri, dilanjutkan dengan berguru kepada ulama lainnya menjadikan Abdullah memiliki semangat lebih dalam memperdalam ilmu agamanya.

Saat berusia 15 tahun, beliau mulai menghafal Al-Qur’an di Kuttab. Dalam proses menghafal Al-Quran ini, beliau talaqqi kepada dua guru, yaitu al-Faqih Abdul Karim Barraq al-Afjari dan al-Faqih Muhammad al-Andalusi al-Mushowwari. Seperti umumnya penduduk Maroko, Abdullah muda menghafal al-Qur’an dengan riwayat warsy.

Setelah menuntaskan hafalan al-Qur’an nya, Abdullah muda mulai menghafal banyak kitab matan dari pelbagai fan keilmuwan. Di antara kitab matan yang beliau hafal kala itu; Arbain Nawawiyah, Jurumiyah, Mukhtashor Kholil, sebagian besar kitab Maurid Dhom’aan juga sebagian dari Bulughul Marom.

Abdullah muda melanjutkan tholabul ilmi-nya ke  Jami’ah Qarawiyyin atas perintah sang ayah. Sudah menjadi tradisi di keluarga ghummariyah untuk menimba ilmu dan menyambung sanad di Jami’ah Qarawiyyin, Fes. Perjalanan mencari ilmu Abdullah muda di Qarawiyyin ternyata tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Pasalnya, Abdullah muda kala itu mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran nahwu. Setelah mengirim surat kepada sang ayah akan keluh kesah beliau dalam memahami fan nahwu, sang ayah memberikan nasihat dan motivasi kepada putranya untuk senantiasa giat dan gigih dalam belajar, sekalipun belum diberikan kepahaman oleh Allah Jalla Jalaluhu. Dalam surat tersebut, sang ayah berpesan :

لا تستعن بأحد واحضر الدروس سواء فهمت أم لا تفهم وعن قريب ستفهم والعلم لنا مضمون وإنما نسلك سنة الله في الأخذ والتلقي

Jangan meminta bantuan kepada siapa pun, hadiri semua kajian, baik paham atau tidak. Pada waktu yang dekat engkau akan paham juga. Ilmu itu bagi kita sudah dijamin oleh Allah. Kita hanya menjalani sunnatullah dalam mendapatkan ilmu, yaitu dengan mengaji dan talaqqi di hadapan guru.”

Benar saja, dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan, berkat kegigihan dan keseriusannya, Allah membukakan pintu kepahaman Abdullah muda. Salah satu metode belajar yang ditempuh Syekh Abdullah kala itu adalah dengan metode tadarruj (bertahap). Beliau memulai dengan fan nahwu dan shorof lalu dilanjutkan dengan fikih dan fan-fan lainnya. Semangat belajar Syekh Abdullah dibuktikan dengan semangat beliau menghadiri banyak halaqah ilmu. Di antaranya, beliau mengaji Shahih Bukhori bi Syarh al-Qasthalani kepada Syekh Muhammad bin Hajj, Jam’ul Jawami’ bi syarh al-Mahalli dan Tafsir Jalalain bi Hasyiyah Showi kepada Syekh Husein al-‘Iroqi, Syarah al-Makudi kepada Sayyidil Habib al-Muhaji.

Di akhir bulan Sya’ban tahun 1249 H, Abdullah bin Shiddiq ditemani sang kakak (Ahmad bin Shiddiq) dan sang adik (Muhammad Zamzami bin Shiddiq) melanjutkan perjalanan tholabul ilmi ke Mesir. Di Bumi Kinanah, tepatnya di Jami’ah al-Azhar, beliau banyak menimba ilmu kepada ulama Mesir. Di antaranya; Syekh Abdul Qadir az-Zantani, Syekh Muhammad Hasanain Makhluf, Syekh Abdul Majid as-Syarqowi dll.

Di Mesir, Syekh Abdullah juga mempelajari fikih Syafi’i. Beliau mengkaji kitab Syarhul Khotib ala Abi Syuja’ kepada Syekh Abdul Majid as-Syarqowi. Menurut Syekh Abdullah, salah satu kelebihan madzhab Syafi’i adalah penyebutan dalil di setiap furu’ masalah yang mana hal itu tidak beliau temukan di mazhab Maliki. Hal ini dijelaskan oleh beliau dalam kitab Sabilu Taufiq fi Tarjamati Abdullah bin Shiddiq.

وقرأت (شرح الخطيب على أبي شجاع) على الفقيه الشيخ عبد المجيد الشرقاوى حفيد الشيخ عبد الله الشرقاوى، وهو يتقن الفقه إتقاناً، ووجدت الشافعية يذكرون في مصنفاتهم الدليل لفروع فقههم، فلا يخلو فرع لهم من دليل بخلاف المالكية، فإنهم لا يذكرون في كتبهم دليل

Semakin lama, nama Syekh Abdullah bin Shiddiq semakin dikenal masyarakat luas akan kecerdasan dan kedalaman ilmunya dalam berbagai fan, terkhusus hadis wa ulumihi. Banyak dari ulama al-Azhar yang menimba ilmu kepada beliau. Ulama pertama al-Azhar yang ber-istifadah kepada beliau adalah Syekh Abdul Ghani ‘Awadh.

Syekh Abdullah bin Shiddiq termasuk ulama yang produktif mengarang kitab. Sebut saja al-Mahdi al-Muntadhor, Husnu at-Tafahhum wa ad-Dark li Mas’alati at-Tark, Dzauq al-Halawah fi Bayani Imtina’i Naskhi at-Tilawah, Bida’u at-Tafasir, I’lamu an-Nabil bi Jawazi at-Taqbil, Samiru as-Shalihin dan lain-lain. Selain aktif mengarang kitab, beliau juga aktif mengajar di pelbagai tempat. Banyak murid beliau yang berhasil menjadi ulama besar dan masyhur di dunia, seperti Syekh ‘Ali Jum’ah, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Syekh Muhammad ‘Awwamah, Syekh Yusri Rusydi Gabr, Syekh Shalih al-Ja’fari dll.

Syekh Abdullah bin Shiddiq wafat di hari Jum’at, 19 Sya’ban 1413 H/ 12 Februari 1993 M. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Saadah Ghummariyah di Tangier tepat di samping makam sang ayah.

Dari sejarah singkat Syekh Abdullah bin Shiddiq ini, banyak pelajaran yang mampu kita petik. Bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang tidak bisa digantungkan hanya kepada nasab atau garis keturunan. Sekalipun Syekh Abdullah berasal dari keluarga terpandang dan dikenal luas akan kehebatan leluhurnya, semua itu tidak menjadikan Syekh Abdullah lengah dan enggan berjuang untuk kesuksesan beliau di masa mendatang. Pahit getir proses belajar dilalui Syekh Abdullah dengan tabah dan sabar hingga semua perjuangan tersebut membuahkan hasil yang manis. Beliau mulia bukan hanya karena nasab keluarganya. Lebih dari itu, Syekh Abdullah bin Shiddiq mulia dan dikenal karena kealiman dan kehebatannya.   

Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip satu syair indah yang digubah oleh Ma’ruf ar-Rushofi, seorang penyair kondang dari Irak.

وخير الناس ذو حسب قديم # أقام لنفسه حسبا جديدا

“Sebaik-baik generasi adalah mereka yang memiliki nasab yang mulia, tapi mereka juga memiliki kemuliannya sendiri”

Referensi :

  • Tarjamah Abdullah bin Shiddiq Al Ghummari li Syaikh Ahmad bin Manshur bin Ismail Qurthom al-Husaini at-Tunisi
  • Sabilu Taufiq fi Tarjamati Abdullah bin Shiddiq al-Ghummari li Abdullah bin Shiddiq al-Ghummari

Nantikan promo-promo menarik di PPI Shop

Dapatkan Info-info terkini dari PPI Maroko

Tag Post :
Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *