Fenomena Islam di Mata Muslim Yang Krisis Identitas
Banyak orang yang memilih Islam sebagai agama karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” dengan pilihan orang tua yang sudah Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi yang baik pasti akan berdampak baik pula, namun karena Allah Swt. sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika kedua potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaannya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan Pengatur dengan cara tafakur tentang adanya pencipta yakni Allah Swt. yang wajib kita yakini.
Tulisan ini mencoba menguak fakta eksintensi Islam yang belakangan ini terasa asing dan tabu bagi orang muslim itu sendiri, seakan melakukan perkara yang disyariatkan menjadi hal yang baru dalam hidupnya, saking asingnya. Saya tentu tidak menyangkal bahwa banyak orang muslim yang masih eksis dan tersebar di seluruh penjuru dunia, namun yang ingin saya garisbawahi disini bahwa sebagian muslim sekarang lupa bahwa dirinya beragama Islam.
Pemahaman dan realita yang berbeda
Tentunya kita harus harus pahami terlebih dahulu definisi dari Islam itu sendiri. Secara Bahasa اسلام berasal dari kata سِلْمٌ/سَلَمَ yang berarti selamat (as-salām), damai dan tentram, berserah diri (al-istislām), tunduk (al-khudlū’/al-id’zān), patuh (al-thā’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah Swt. yang tidak ada Tuhan selain-Nya. Sedangkan Islam menurut istilah adalah dīn atau agama yang bersumber dari Allah Swt. yang disampaikan melalui perantara rasul-Nya.
Nah, tentunya hari demi hari umat muslim melakukan aktivitas sebagai seorang manusia, bekerja sebagaimana layaknya pekerja, belajar bagi orang-orang yang haus akan ilmu. Islam kita jadikan sebagai identitas kita, sebagai ideologi kita, bahkan kita bangga menjadi seorang muslim, karena kita meyakini bahwa kita menganut agama yang benar dan diterima di sisi Allah, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran: ان الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi allah hanyalah Islam.” Dan kabar gembira bagi setiap muslim, bahwa Islam adalah agama yang sangat istimewa, dan siapapun yang mengambil Islam akan menjadi umat terbaik yang akan menyebarkan rahmat bagi sekalian alam.
Tetapi yang menjadi problematikanya, apakah yang kita kita lakukan selama ini sejalan dengan rambu-rambu Islam? Apakah keseharian kita diliputi dengan nilai-nilai Islam? Tentu soal-soal seperti ini sudah terjawab dalam bank jawaban orang muslim itu sendiri.
Berat rasanya untuk mengatakan ini, tapi inilah realitanya, bahwa sekarang yang kita lihat, orang Islam mulai meninggalkan ajaran agamanya, layaknya orang yang tidak beragama. Perilaku seorang muslim seringkali mencerminkan bahwa dirinya tidak beragama Islam, yang katanya bertuhan, tapi seakan tidak ada Tuhan yang mengaturnya. Hidup sesuka hatinya, bertindak sesuai kemauannya, menghalalkan segala cara untuk memuaskan birahi nafsunya. Inilah muslim yang kritis identitas, gejala dari seorang muslim yang tidak mengetahui jati dirinya sebagai seorang yang beragama Islam.
Fenomena yang merobek hati
Tidakkah kita melihat fenomena umat muslim yang sudah merebak sampai pada titik ini, melakukan hal-hal yang membantu mereka mencapai kenikmatan, dan menyampingkan ajaran agama, karena mereka anggap mengganggu aktivitas mereka. Salat lima waktu yang merupakan tiang agama hanya dilaksanakan ketika suasana hatinya sedang baik-baik saja. Sedikit saya ceritakan pengalaman saya yang hampir satu tahun menetap di Maroko yang pada dasarnya mayoritas muslim. Tentu ada hal baik yang mengesankan bagi saya, ada juga hal buruk yang merobek paru-paru saya. Setiap kali salat Jumat dilaksanakan, saya melihat orang-orang yang meninggalkan kewajibannya berjalan dengan gagah di depan para jamaah sambil memasang muka tidak berdosa, seakan salat Jumat dianjurkan bagi siapa yang berkehendak Sahaja.
Ada sebagian lain yang sibuk dengan pekerjannya, mengemudi mobil dijalanan masjid dengan tanpa rasa malu menurunkan kaca mobilnya padahal khatib sedang menggebu-gebu memberikan nasehat diatas mimbar. Ada juga yang berjualan di dekat masjid setelah salat, walaupun tidak semua, sebagian dari mereka pun mengabaikan salat Jumat dan berbondong-bondong mulai mengeraskan suara untuk menjajakkan barang dagangannnya, padahal sang imam baru selesai mengucapkan salam sebagai tanda bahwa salat Jumat telah terlaksana dengan sempurna. Namun saya tidak menafikan bahwa masih banyak juga yang melaksanakan salat Jumat sebagai ibadah yang diperintah oleh agama.
Sinisme untuk hamba yang saleh
Adapun salah satu fakta lain yang bermunculan dari ekspresi orang muslim, ketika ada yang salat tahajud di sepertiga malam sambil melangitkan doa-doa memohon kepada tuhannya. Idealnya bagi muslim lain menjadikannya contoh untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, tapi justru respon orang muslim terhadapnya bervariasi, “sok alim kamu,” “sok suci,” “sok-sok an salat padahal cuman pengen dipuji orang agar kamu terlihat seperti orang shaleh.” Menjengkelkan sekali bukan? tapi inilah realita yang terjadi di tengah-tengah muslim sekarang ini.
Memang betul, kaum muslim sekarang menjadi mayoritas yang terminorkan dalam segala segi, baik secara ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun pendidikan, dan kesehatan. Tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa kita belakangan ini juga terminorkan dalam segi mengamalkan perintah agama yang kita yakini selama ini. Islam yang dimasa keemasannya menjadi inspirasi dan motivasi yang menjadikan pengembannya mulia dan tinggi, memimpin peradaban dunia. Namun, di masa belakangan ini Islam justru menampakkan umat dengan karakter yang berbeda-beda.
Oleh karena itu untuk sekarang ini saya merasa sangat relate dengan pernyataan الإِسْلاَمُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْن “Agama Islam terhijab/tertutup (nilai-nilai yang terkandung di dalamnya) disebabkan karna orang muslim sendiri yang menutupinya.” Lebih tepatnya kalau mau lihat bagaimana Islam, jangan lihat muslimnya tapi lihat Islamnya, maka tidak akan ada yang ragu dengan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Timbul pertanyaan, Why? Ada apa sebenarnya? ada apa dengan umat muslim sekarang? Jin apa yang merasuki kita? Padahal kita bersatu dalam satu agama (Islam), tetapi saling mengekspresikan hal-hal yang jauh berbeda dengan nilai-nilai Islam sendiri.
Jalan berpulang, saatnya kembali
Namun ada satu jawaban yang bisa saya pastikan, semua itu disebabkan karna orang muslim tidak tahu tujuan dari beragama Islam, karena mereka tidak diberi pilihan untuk memilih. Sejak lahir mereka sudah Islam, maka kemungkinan besarnya mereka menganggap Islam sebagai agama warisan nenek moyang, sehingga impact-nya seperti yang terjadi sekarang ini. Sungguh benar problematika dunia Islam sekarang tidak terletak dalam bagaimana dapat mempropagandakan Islam kepada selain muslim, bukan untuk mendapatkan orang Islam yang baru, tetapi ialah bagaimana memalingkan dan mengembalikan umat Islam ke arah Islam kembali, karena kebanyakan mereka sudah berpaling dari Islam.
Oleh sebab itu, Sedikit demi sedikit kita harus mengubah diri kita menjadi muslim yang Rabbani, muslim yang hakiki dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam keseharian. Kitalah sebagai muslim yang telah menurunkan standar Islam yang tinggi, merusak citra Islam, kitalah yang harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa kita. Maka mulai sekarang benahi diri kita. BerIslamlah dengan totalitas yang tinggi. Jadikan Islam sebagai prioritas dalam kehidupan. Jangan terlena dengan kehidupan dunia yang sementara. Karena ada life after life yang pada saat itu kita akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia.
Wassalam.