Bidadari Dunia
Oleh: Feby Meliana*
Perempuan, di mana pun berada, ia selalu menarik untuk diperbincangkan. Diperbincangkan tentang kedudukannya, tentang kelemahannya, tentang kekuatannya, tentang pengaruhnya, dan tentang karya-karya nyatanya. Setiap hari adalah harinya. Bukan hanya pada tanggal 8 Maret yang bertepatan pada International Woman’s Day, atau pada tanggal 21 April yang bertepatan dengan hari Kartini, melainkan setiap hari adalah hari istimewa bagi kaum perempuan.
Kaum feminis masih terus memperbincangkan tentang posisi yang ideal bagi perempuan. Juga memperbincangkan mengapa saat ini perempuan tidak menempati posisi idealnya, yaitu sejajar dalam segala aspek dengan laki–laki. Para Kapitalis sibuk memperbincangkan bagaimana agar eksploitasi tubuh perempuan berjalan maksimal dan optimal dalam standar mereka. Sedangkan Islam, telah jauh–jauh hari dengan tegas menetapkan di mana posisi ideal bagi seorang perempuan. Pun telah dengan gamblang mengurai kelemahannya, kekuatannya, dan tentang potensinya untuk mengguncang dunia.
Perempuan menduduki posisi yang sejajar dengan laki–laki dalam kapasitasnya sebagai manusia, sebagai ‘Ibadur Rahman. Sejajar dalam peluang meraih surga, sejajar dalam kesempatannya meraih ilmu, sejajar dalam kesempatan berkompetisi, sejajar dalam peluangnya untuk didengar, dan sejajar dalam segala aspek kemanusiaannya. Sebuah pengibaratan yang indah: perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Ya, tulang rusuk, bukan tulang kepala untuk disembah juga bukan tulang kaki untuk diinjak dan dihina. Dari tulang rusuk yang dekat dengan qalbu untuk dicintai. Tulang rusuk, tidak di atas, tidak pula di bawah tetapi sejajar untuk menjadi mitra yang sejajar dalam beramal shalih. Mitra yang sejajar untuk membangun peradaban.
Perempuan menduduki posisi sebagi makmum bagi imamnya dalam rumah tangga dan dalam ketatanegaraan. Karena memang itulah posisi yang paling tepat beginya berdasarkan segala potensi yang ia miliki. Perempuan, dengan segenap kelemahan dan kekuatannya dapat menjadi sosok yang sangat hina, pun menjadi sosok sangat mulia, yang kemuliaannya lebih utama dari kemuliaan bidadari surga. Perempuan dengan segenap potensinya dapat menghancurkan dunia, pun sebaliknya dapat membuat dunia sejahtera. Teringat sebuah pepatah yang mengatakan: “Perempuan adalah tiang moral negara. Jika perempuannya baik, maka baiklah negara itu namun jika perempuannya keji, hancurlah negara itu!”.
Meski perempuan menduduki posisi sebagai makmum, bukan berarti ia tidak memiliki andil apa pun dalam membangun peradaban. Karena dalam posisinya itulah, dia mempersiapkan sang imam untuk membangun peradaban. Begitu banyak kita saksikan, di balik layar kesuksesan tokoh-tokoh besar, selalu ada perempuan hebat bersamanya. Baik dari kalangan kaum kafir maupun kalangan kaum Muslimin.
Di kalangan kaum kafir, sejarah mencatat di balik kesuksesan Napoleon Bonaparte berdiri perempuan agung bernama Josephine yang begitu mahir memompa energi suaminya, memberikan motivasi kepadanya, memberikan support penuh kepadanya. Fragmen kehidupan Napoleon Bonaparte sangat menarik untuk disimak dan diambil pelajaran darinya. Betapa dia begitu kuat ketika disampingnya berdiri Josephine. Tetapi kemudian dia melemah, bahkan collapse ketika Josephine tak lagi di sisinya. Ingatkah? Masa-masa keemasan Napoleon adalah ketika ia bersama dengan Josephine dan masa-masa kehancurannya adalah ketika ia meninggalkan Josephine serta memilih perempuan yang berbeda kualitas dengan Josephine sebagai pendampingnya.
Masih di kalangan kaum kafir. Di balik kesuksesan Pierre Currie, sang ilmuwan radiasi yang namanya diabadikan sebagai satuan radiasi, di sisinya berdiri perempuan cerdas bernama Marie Currie. Pierre Currie dengan potensi akalnya yang cerdas, berperan sebagai konseptor, berkolaborasi dengan apik bersama istri tercintanya Marie Currie yang telaten. Kolaborasi sepasang suami-istri ilmuwan ini akhirnya menghasilkan karya besar untuk dunia: radiasi.
Di kalangan ummat Islam, sangat masyhur dalam sirah bahwa di balik layar ketegaran Rasulullah, Muahammad bin Abdullah saw menghadapi beratnya tantangan da’wah di masa-masa awal kenabiannya, berdiri sosok perempuan bijak nan lembut, Khadijah binti Khuwailid radiallahu ‘anha. Beliaulah yang menenangkan Rasulullah ketika mendapatkan wahyu untuk pertama kalinya dengan jalan yang sangat menakutkan bagi Rasulullah. Beliaulah orang pertama yang mengimani kenabian Muhammad. Beliaulah yang mensupport da’wah Rasulullah dengan segala yang dimilikinya. Beliaulah yang dengan setia mendampingi Rasulullah dalam masa-masa sulit pemboikotan.
Masih fragmen kehidupan Rasulullah. Selepas kembalinya Khadijah ke istana yang dijanjikan Allah di jannah–Nya, kesuksesan Rasulullah memimpin Negara Islam pun tidak lepas dari peran istri–istri beliau, perempuan–perempuan hebat di samping beliau. Ingatkah bagaimana kesuksesan Rasulullah menenangkan para sahabatnya dalam masalah perjanjian Hudaibiyah? Tidak terlepas dari peran kecerdasan politis Ummu Salamah, sang istri yang mendampingi beliau saat itu. Kesuksesan beliau membina masyarakat Madinah pun tidak lepas dari peran istri tercintanya, ‘Aisyah binti Abu Bakar. Perempuan cerdas yang menjadi rujukan dan oase ilmu bagi kaum perempuan dan laki–laki.
Ingatkah dengan sosok Imam Syafi’i? Sosok imam yang telah meraih derajat Faqih Fiddin jauh sebelum beliau baligh. Di balik layar kesuksesan beliau berdiri ibundanya yang dengan telaten merawat dan membimbing beliau. Sang ibunda sangat berhati–hati dalam merawat beliau. Dalam salah satu fragmen kehidupan balita beliau, sang ibunda pernah memuntahkan secara paksa air susu yang telah di minum Syafi’i kecil hanya dengan alasan karena sang ibunda tidak mengetahui asal–usul air susu tersebut. Semua itu beliau lakukan untuk menjamin bahwa hanya makanan yang halal dan thayib saja yang masuk ke tubuh putranya. Beliau ingin memastikan bahwa tidak ada setitik pun material haram atau sekadar halal tetapi tidak thayib yang masuk ke perut putranya.
Lalu, ingatkah dengan sosok Umar bin Abdul ‘Aziz? Sosok Khalifah yang berhasil membawa negaranya munuju kesejahteraan tiada tara, tetapi beliau sendiri hidup dalam kesederhanaan. Di sampingnya berdiri tegar seorang perempuan zuhud lagi qana’ah sebagai istrinya. Sang istri dengan rela menyerahkan seluruh perhiasannya untuk diserahkan kepada negara lalu hidup dalam kesederhanaan padahal sebelum suaminya dibai’at menjadi Khalifah, kehidupan mereka bergelimang harta.
Perempuan–perempuan seperti mereka itulah yang akan menempati derajat yang lebih mulia daripada bidadari-bidadari surga. Perempuan
–perempuan beriman, yang beramal shalih, yang selalu terikat pada hukum Islam yang kaaffah. Perempuan–perempuan yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk kesempurnaan pelaksanaan hukum Islam, untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin, untuk membangun peradaban. Mereka itulah bidadari–bidadari yang kakinya menapak di bumi.
–perempuan beriman, yang beramal shalih, yang selalu terikat pada hukum Islam yang kaaffah. Perempuan–perempuan yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk kesempurnaan pelaksanaan hukum Islam, untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin, untuk membangun peradaban. Mereka itulah bidadari–bidadari yang kakinya menapak di bumi.
Betapa beruntung laki-laki yang didampingi bidadari–bidadari seperti mereka. Pun betapa bahagianya mereka yang mampu menduduki posisi itu, posisi sebagai bidadari bumi. Wahai Muslimah, tidakkah kau menginginkan derajat itu? Derajat bidadari. Tak perlu kau menuntut persamaan gender, emansipasi, feminisme atau apa pun namanya. Tak perlu kau menuntut kebebasan ala Kapitalis Liberal, pun tak perlu mengagung–agungkan Hak Asasi Manusia. Cukup maksimalkan saja segenap potensimu dalam ketaatan!
Ingatlah wahai Saudariku, prestasi tertinggi seorang Muslimah bukanlah ketika dia berhasil menjadi presiden atau direktur sebuah korporasi multi nasional, apalagi menduduki jabatan sebagai kepala negara. Prestasi tertinggi seorang Muslimah adalah ketika dia menundukkan segala keinginannya pada hukum Islam dan pada saat yang sama dia mampu membina suami dan anak-anaknya menjadi pembela-pembela agama Allah, menjadi arsitek-arsitek peradaban, menjadi sosok–sosok yang berkontribusi besar bagi ummat! Juga dengan karya-karya nyatanya, ia guncangkan dunia, hingga Islam berada pada puncak kejayaannya!
Semangat muslimah-muslimah pembangun peradaban! Kaulah yang diidamkan surga!
*Penulis adalah Mahasiswi program S1 jurusan Dirasat Islamiyyah di Universitas Cadi Ayyad – Marrakech. Penulis dapat dihubungi melalui FB: Feby Meliana