PENGARUH ULAMA MAGHRIBY DALAM PERKEMBANGAN ILMU QIRO’AH DI DUNIA

Maroko atau yang dikenal dengan “Maghrib” adalah salah satu negeri yang telah menjadi bagian dari dunia Islam sejak pasukan Uqbah ibn Nafi’ (salah seorang panglima dari Bani Umawiyah ) menaklukannya  pada tahun 685 M. Selama belasan abad dalam sejarahnya negeri ini memiliki keterikatan yang kuat dengan Islam . Penduduk asli Maroko, yaitu suku Barbar. Mereka telah menyatu sepenuhnya dengan Islam sehingga menjadi salah satu suku yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam. Bahkan hingga kini 99 persen penduduk Maroko yang berjumlah sekitar 30 juta-an adalah Muslim. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi dan bahasa pertama penduduk Maroko selama beradab-abad. Baru setelah masa penjajahan Prancis pada abad ke-19, bahasa Prancis menjadi salah satu bahasa yang hidup di negeri ini sebagai bahasa kedua. Dalam percakapan sehari-hari masyarakat kadang menggunakan bahasa Arab dan Prancis  secara silih berganti digunakan.

Sebagai negara dengan mencatatkan sejarah Islam yang gemilang dan menjadi pintu masuk islam dari benua Afrika menuju Eropa, tidak mengherankan bila selain posisi geopolitiknya yang sangat penting, Maroko juga menjadi jembatan khazanah ilmu pengetahuan . Ulama maghribi dikenal sejak dulu banyak yang menyandang predikat Muqri’ dan produktif menulis terutama dalam perkembangan ilmu qiro’ah .

· Apa Pengaruh Madrasah Maghribiyah Dalam Pergerakan Penulisan Ilmu Qiro’ah ?

Sebelum kita membicarakan tentang pergerakan penulisan ilmu qiro’ah di Maroko, alangkah baiknya kita harus tahu dulu metode penulisan ilmu qiroah yang di pakai oleh negara seribu benteng ini. Diantara metodenya yaitu hafalan di sertai dengan menulis. Yang demikian ini bukan hal yang asing bagi mereka bahkan sampai sekarang metode ini masih eksis khususnya dalam menghafal al-quran.Banyak koleksi karya tulis yang muncul dari hafalan ulama Maghrib, baik yang berupa kitab,matan maupun dalam bentuk nadzom. Kita ambil contoh, kitab At-Taysir karya Abu ‘Amr Ad-dani serta bagaimana Imam Syatibi menadzomkannya yang kemudian oleh ulama Maghribi diubah dalam bentuk rumus . Selanjutnya diambillah rumus tersebut dan dibuat semacam diwan (koleksi rumus-rumus) dalam ilmu qiro’ah. Diwan (koleksi rumus-rumus) ini pada akhirnya menjadi ciri khas madrasah quraniyah Maghribiyah..

· Awal Mula Munculnya Ilmu Qiro’ah Di Maroko.

Pengumpulan ilmu qiroah terjadi sejak tahun 500-an Hijriyah baik dilakukan di negara arab Maghrib (meliputi ; Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mauritania) maupun negara arab Masyriq ( Lebanon, Palestinian Territories, Jordan, Syria dan Iraq) meskipun kendatinya berbeda dalam metodenya. Adapun Arab Masyriq membacanya dengan cara al-jam’u bil ayat (mengumpulkan beberapa/semua qiro’ah dlm satu ayat), al-jam’u bil huruf (mengumpulkan beberapa/semua qiroah dlm setiap huruf),dan al-jam’u bil waqf (mengumpulkan beberapa/semua qiroah dlm setiap waqof). Sementara arab maghrib membacanya dengan menggabungkan dua metode pengumpulan qiro’ah semisal, mencampurkan bacaan menggunakan metode al-jam’u bil ayat dengan metode al-jam’u bil waqf, dsb . Pencetus metode-metode yg telah di sebutkan diatas adalah Syaikh Al-Qurro’ ibnu al-jazari ( sebutan guru para ahli al-quran ) , Kemudian arab maghrib mengadopsi metode tersebut dan mengembangkan serta menerapkannya dengan gaya ala Maghribi. Hal ini telah ada di dalam buku panduan bacaan Maghribi, seperti masalah waqof wal ibtida’, penentuan akhir ayat dan penulisan titik pada huruf-huruf yang memliki bentuk yang sama.

Dalam perkembangannya bacaan ala Maghribi ini tentu tidak lepas dari problematika yang ditimbulkan. Hal semacam ini perlu adanya pembahasan khusus tentang pelajaran bacaan al-quran sebagai bentuk investigasi ilmiyyah yg di lakukan oleh para ulama dengan menyelenggarakan diskusi di berbagai majlis al-ilmi dan universitas. Namun pada kenyataannya, seakan tradisi ini telah pupus dalam pembahasan para pelajar dan dosen , Bahkan dari sebagian Qurro’ sendiri sangat sedikit sekali yang mumpuni dalam menguraikan rumus-rumus ilmu qiro’ah yang telah dipakai atau kaidah yang telah ada dalam diwan itu sendiri.

Lantas muncul sebuah pertanyaan,” kenapa dalam pembahasan tentang rumus-rumus bacaan al-quran ini sudah jarang dijumpai di berbagai majlis ilmi maupun zawiyah (sebutan tempat pengajian di masjid), agar supaya bisa ditahqiq dan dijelaskan tentang kaidah bacaan yang menjadi asas dalam membaca al-quran di Maroko ? Sebab Realitanya sampai saat ini belum diketahui napak tilasnya . Warisan Maghribi ini sudah semestinya dilestarikan dan dihidupkan kembali, tidak boleh hilang begitu saja.Mungkin kita bisa katakan permasalahan ini sudah ada dalam undang-undang yang tertera pada kementrian wakaf maupun instansi yang menaunginya. Namun masih sangat di perlukan konsolidasi dari pemerintah dan para mitranya dalam menanganinya untuk mengetahui para qurro’ yg ahli serta memberikan ruang dan tempat kepada mereka sebagai bentuk upaya melestarikan warisan mulia ini.

· Metode Hafalan Bil-Lauh (Papan) di Maroko.

Di maroko menghafal al-quran dengan lauh ternyata telah dipakai sejak ratusan tahun yang lalu. Sarana ini di percaya sebagai cara paling ampuh untuk mentransfer ayat demi ayat al-quran kedalam pikiran dan qolbu insan yang belajar. Lauh merupakan alas tulis yang masih sangat tradisional. Biasanya media tulis ini terbuat dari kulit hewan, kayu atau batu. Nama lain yang dikenal adalah saba’. Proses belajar para penghafal al-quran dengan lauh digunakan 3 tahap : bimbingan, pertemuan dan menghapus tulisan. Bagi pemula pada saat bimbingan, guru akan menuliskan tulisan pada lauh. Sementara murid akan membaca berulang-ulang hingga hafal. Selanjutnya proses pertemuan/muhadloroh, ilmu tajwid sang murid akan diasah sampai pengucapan firman Allah SWT ini tepat dilafalkan . Santripun mulai menulis sendiri ayat al-quran yang akan dihafalnya. Tinta pada lauh dapat di hapus dengan menggunakan air dan batu gamping. Setelah di cuci lauh di jemur hingga kering agar masa pakainya lama.

· Siapa Saja Sih Ulama Maghribi Klasik Yang Terkenal Dengan Ilmu Qiro’ahnya?

Arab Maghrib sejak dulu terkenal negara yang penuh dengan para ulama yg bergelar “ Al-Muqri ” dan produktif dalam menulis karya ilmiyah. Nama-nama mereka menjadi bukti sejarah munculnya penyebaran ilmu qiro’ah sampai keseantero dunia. Sebut saja al-imam Abu ‘amr ad-dani dan Al-imam as-syathiby. Kedua beliau ini memiliki pengaruh besar dalam munculnya ilmu qiro’ah khususnya di benua Afrika. Selain mereka adalagi , seperti : ibn barri at-tazi pengarang kitab Ad-duroral-lawami’ yang sampai sekarang kitab ini masih di pakai oleh mayoritas penduduk benua Afrika di dalam membaca qiro’ah riwayat Qolun dan Warsy, Syekh Allamah Assonhaji pengarang kitab Al-jurumiyyah dalam fan nahwu, nadzom riwayat imam nafi’e dan syarah nadzom Syathibiyyah . Ada juga dari para pembesar ulama yang disebutkan da
lam kitab turots maghribi ; Al-qoisy, Maimoen Al-fakhor, ibn al-ghozi al-miknasi (beliau adalah guru Al-habathi pengarang kitab Tafshilu ‘Aqdi Ad-Duror) , Muhammad ibn abdissalam al-fasi ( Beliau yang mengumpulkan antara bacaan riwayah dan diroyah . Beliau juga memiliki 2 kitab besar yang telah di tahqiq yakni Syadzil bukhur dan Al-ithaf. Ada juga nadzom yang membahas tentang waqof wal-ibtida’) . Adapun dari kalangan ulama kontemporer, seperti ; At-tilmisi Al-kediri pengarang nadzom Al-‘usyur An-Nafi’ah ( nadzom ini dihafal oleh mayoritas arab Maghribi karena dianggap bentuk wazannya ringan dan simpel) .

Inilah beberapa sederetan nama-nama yg mencatatkan sejarah Maghribi dengan meninggalkan napak tilas yg begitu besar dalam munculnya ilmu qiro’ah dan rosm alqur-an. Sebenarnya masih banyak ulama-ulama yang belum disebutkan .Disini saya hanya menyebutkan sebagian dari mereka saja. Setidaknya ini menjadi sebuah gambaran betapa banyaknya para qurro’ yang berasal dari arab Maghrib. Ada ungkapan seorang ulama :

القرأن نزل بمكة والمدينة وقرئ وجود بمصر ولوح بالشام وحفظ بالمغرب والأندلوس

“Alqur-an turun di Makkah-Madinah,dibaca dengan bertajwid di Mesir, berkilau nan menawan di Syam, dihafal di Maroko dan Andalus.

Jadi, negara Maghrib memang terkenal dengan hafalannya, bahkan banyak di jumpai di berbagai madrasah quraniyyah anak-anak kecil yang masih usia belia (antara 9-11 tahun) udah pada menyandang predikat “Hamilul quran”. Bahkan sudah menjadi ketentuan kementrian wakaf di Maroko bahwa syarat masuk kuliah yang berbasis agama bagi penduduk asli Maroko diharuskan sudah hafal Al-quran 30 juz.

Sumber: www.maghress.com
             Almaghreb maliki limadza larangan Syekh Al-allamah Mohammed Ar-rougi.

Oleh: Mukhtar Hanif Zamzamy
          Mahasiswa S1 Institut Imam Nafi’e Tanger.

Tag Post :
Artikel,Karya,Minggu-an Menulis,Seputar Maroko,Slider,Ver

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *