Sejak dahulu dalam pembahasan akidah (sifat mutasyabihat), Ahlussunnah wal Jamaah diwakili oleh ulama Asy’ariyah-Maturidiyah dan Atsariyah (mengikuti manhaj tafwidh hakiki) selalu terdepan dalam mengkaji keilmuan islam, menyebarkannya, menjelaskannya serta membantah pemikiran dan kesimpulan dari sekte-sekte sesat menyesatkan. Dengan kematangan ilmu dan intelektual, mereka berhasil membungkam lawan dan menjelaskan kerancuan berfikir kaum puritan, baik di kalangan muslim maupun non muslim.
Salah satu diantara kesatria Ahlussunnah wal Jamaah tersebut adalah Imam Muhammad bin Umar bin Husain yang lebih populer dengan nama Imam Al-Fakhrurrazi sang Mujaddid Abad VI Hijriyah. Dalam catatan singkat ini saya ingin mengupas satu bagian keilmuan beliau yang masih dijadikan landasan utama oleh para ulama lintas zaman dan generasi jika berhadapan dengan kaum mujassimah dan musyabbihah (Wahabi sekarang), yaitu karya beliau yang berjudul Ta’sis at-Taqdis. Secara garis besar ada beberapa poin penting dalam karya ini, yaitu:
Pertama: Menelisik metode yang digunakan sang Imam di saat merekonstruksi pemikirannya dalam bentuk tulisan. Di sini beliau menggunakan Jurus manhaj ilmu kalam, ini tampak saat mengajak diskusi lawannya dari kalangan kaum ‘penyerupa dan pendakwa Tuhan seperti makhluk dan berbentuk benda’ dengan argumen logika yang benar dan meruntuhkan cara logika berfikir lawan.
Kedua: Dalil logika dan nas agama diramu dengan baik dan terukur saat membela akidahnya atau membantah akidah lain. Kedua dalil tersebut penggunaannya disusun sesuai standarisasi penggunaan di kalangan ulama. Bagaimana cara menggunakan dalil logika, lalu nas yang mana bisa dijadikan landasan dalam mengokohkan suatu masalah.
Ketiga: Mengkaji secara detail adanya titik pembeda antara ‘beda yang memang layak disebut berbeda’ dengan ‘beda hanya di titik verbal saja’. Agar lebih jelas kita diksikan dengan perbedaan khilaf hakiki dan khilaf lafzhi. Tujuannya agar sesuatu yang masih ambigu samar dan rancu menjadi jelas dan kesimpulan yang dibangun pun dapat diterima orang yang berakal.
Keempat: Beliau sengaja tidak ambil pusing dengan riwayat yang digunakan, apakah shahih atau tidak. Karena titik fokus beliau adalah dari segi pemahaman dan landasan kesimpulan dari riwayat tersebut. Hal ini karena, walaupun lafaz riwayat mengatakan begitu, tapi masih ada ruang untuk memahaminya tanpa ada unsur tajsim dan tasybih yang memang seharusnya disadari dan dihindari saat membicarakan hal mengenai Tuhan.
Kelima: Semua kajian dan pembahasan yang disajikan oleh Imam Ar-Razi rahimahullah dalam karyanya ini harus dibekali dengan mendalami istilah serta kaidah dalam ilmu ushul fikih dan ilmu akidah sesuai rambu-rambu para pakar Mutakallimin bukan Fuqaha.
Keenam: Sebagai pelengkap catatan, bahwa kitab Ta’sis at-Taqdis Imam Ar-Razi ini dibantah oleh Syekh Ibnu Taimiyah dalam tulisannya Bayan Talbis al-Jahmiyah, yang jika dilihat sekilas dari judulnya menuduh Asyariyah dan Ar Razi sebagai kaum yang meniadakan sifat bagi Tuhan Kaum Mu’atthilah. Padahal jika dikaji secara sederhana dari kitab-kitab Asy’ariyah, tuduhan itu meleset jauh dari kebenaran. Sebaliknya Asy’ariyah menetapkan sifat-sifat Allah baik yang disebutkan dalam al-Quran maupun Hadis yang Sahih lagi Mutawatir dan bisa dijadikan hujjah. Asy’ariyah hanya menolak dengan tegas pemahaman dari dalil tersebut secara harfiah yang mengarah kepada tajsim dan tasybih. Jadi yang ditolak adalah kekeliruan dalam mafhum-Nya bukan manthuq-Nya. Ahlussunnah wal Jamaah memiliki akidah “tanzihul baari ‘amma la yaliqu bihi”, yaitu mensucikan Allah Ta’ala dari segi zat, perbuatan dan sifat-Nya yang agung dari kekurangan dan dari sesuatu yang tidak layak dengan kesucian dan keagungan-Nya.
Selebihnya silahkan membaca langsung kitab Ta’sis at-Taqdis karya Imam Fakhruddin Ar-Razi. Bagi peminat akidah dan ilmu kalam kami mengarahkan untuk memahami karya-karya ulama ilmu kalam Asy’ariyah hendaknya dibarengi dengan membaca kajian dan penelitian ulama kontemporer Ahlussunnah wal Jamaah seperti: Syekh Hasan As Syafi’i (Mesir), Syekh Sa’id Foudah (Yordania), Syekh Dr. Khaled Zahri (Maroko), Syekh Nizar Hammadi (Tunisia), Syekh Hamzah Bakri (Turki), Syekh Syarif Hatim Al-‘Auni Atsari (Saudi), Syekh Saif ‘Ali Al-Ashri (Yamani), Syekh Jaadullah Bassam (Yordania) dan Syekh Anas As-Syurofawi.Wallahu a’lam bi as-Shawab.
Oleh: Shufi Amri Tambusay (Kandidat Doktor Univ. Ibn Tofail-Kenitra & Founder Zawiyah Nusantara).
saksikan video-video keseruan even PPI Maroko di Youtube PPI Maroko
Jangan lupa mampir ke koleksi buku- buku dan kitab-kitab di Perpustakaan PPI Maroko dan download langsung PDF nya