Rihlah Sahara: Menapaki Ayat-Ayat Kauniyah

Rihlah Sahara: Menapaki Ayat-Ayat Kauniyah yang Menggugah Spritualitas

Ketika Sahara disebutkan pasti akan terlintas di benak kita tempat kumpulan pasir kemerah-merahan yang tak berujung sejauh mata memandang dan habitat populasi unta. Sahara sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab صحراء  yang memiliki arti padang/gurun pasir.

Semua yang Tuhan ciptakan di atas muka bumi ini pasti ada alasan dan maksud esensi penciptaannya tersendiri, bukan semata-mata akan berakhir dengan kesia-siaan karena dalam ciptaannya tersimpan kebesaran-Nya. Hal ini senada dengan syair yang berbunyi:

  وفي كل شيء له آية # تدل على أنه واحد

Di sekitar kita pun tanpa disadari, dikelilingi oleh ayat-ayat kauniyah-Nya berupa tanda-tanda kebesaran Tuhan yang dapat dirasa dengan menadaburi fenomena lingkungan alam dan ekosistem sekitar. Ujungnya, membuat kita semakin tertegun dan berkaca-kaca tercengang tak kuasa menahan guncangan dahsyat akan pancaran kebesaran dan keagungan Tuhan.

Begitu dahsyatnya kuasa Tuhan sehingga unta mampu dijadikan sarana transportasi oleh manusia baik untuk perdagangan ataupun perjalanan dalam mengarungi padang tandus tak bertepi itu. Ya, bagaimana tidak, di tengah teriknya matahari dan panasnya pasir gurun masih Tuhan hadirkan di sekitarnya kehidupan berupa unta dan habitatnya yang secara logika tak mungkin didapati kehidupan di tengah-tengah cuaca mematikan seperti itu. Maka dari situlah firman Tuhan menegaskan:

 أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت

Itulah yang membuat penulis terkagum-kagum saat mendatangi Sahara pekan lalu. Unta sendiri sering kali dijadikan sarana transportasi bepergian, dagang, dan perang sejak zaman Nabi karena anatomi tubuh dan pola hidupnya yang dirancang sedemikian rupa agar mampu menjadi kendaraan andal di tengah gurun padang pasir yang tandus dan minim cadangan air. Dari tubuh kekarnya terlihat kekuatan sejati tak kenal lelah mampu berjalan lebih dari 100 kilometer di atas gurun dalam sehari, ditambah telapak kaki unta yang besar dan keras, hatta mampu berjalan di atas pasir panas tanpa tenggelam. Pun pola hidupnya tak kalah menarik, unta mampu bertahan hidup hingga 10 hari hanya dengan seteguk air maka tak heran jika tersemat padanya gelar kapal gurun karena efektivitas etos kerja dan efisiensi pola hidupnya yang tinggi.

Di samping unta, tatkala penulis mengunjungi Sahara, terlintas akan perjuangan baginda Nabi dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam di tengah gurun padang pasir. Bagaimana tidak, bayangkan saja, di tengah terik matahari dan bebatuan panas, Nabi bersemangat menyeru kaumnya untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, ditambah lagi seruan Nabi selalu tak terbalas indah. Itu menunjukkan bukti bahwa betapa agama ini diperjuangkan dengan darah dan keringat, betapa gigihnya konsistensi beliau dalam menegakkan panji-panji agama Islam meskipun kondisi geografis tak menguntungkan dan mitra dakwah tak mendukung. Telah banyak terdikte historis kenabian yang mencatat perjuangan beliau yang selalu tak terbalas indah, hatta dibarengi dengan cacian hinaan, bahkan makian. Akan tetapi, Nabi selalu sangat berlapang dada dan berjiwa besar di setiap situasi dan kondisi, ditambah kobaran api semangat berdakwah tak pernah padam dari hati beliau.

Dr. Husein Mu’nis dalam bukunya At-Tarikh Ash-Shihhy, menerangkan bahwa ketika Nabi menuju Thaif untuk berdakwah, jalan yang ditempuh lebih sulit jika dibandingkan dengan buruknya penerimaan penduduknya terhadap beliau. Jarak Makkah-Thaif sekitar 140 km. Ketinggiannya mencapai 1500 s.d. 2500 meter. Mendaki berliku-liku dan sempit sejak pertengahan jalan. Orang yang beralas kaki pun mengalami kesulitan dan tidak luput dari luka atau keseleo karenanya. “Saya turun dari mobil yang mengantar saya ke Thaif di beberapa tempat dan berjalan beberapa ratus meter untuk mengetahui sendiri betapa sulitnya jalan itu maka bertambahlah kekaguman dan kecintaan saya terhadap Rasul (menyadari betapa berat perjuangan beliau),” tulis Dr. Husein Mu’nis dalam bukunya.

Betapa takjubnya penulis ketika mengikuti rihlah Sahara kemarin. Rihlah juga menambah spiritualitas diri akan keagungan baginda Nabi dan kebesaran Engkau, Tuhan. Sungguh bukti akan kebesaran-Mu telah terkodifikasi secara rapi sejak lama sekali, bahkan sebelum Adam dan keluarganya menempati bumi. Akan tetapi, diri ini hingga sekarang hanya mampu berkata, “Terima kasih, Tuhan. Engkau Maha Indah.”

Nantikan promo-promo menarik di PPI Shop

Dapatkan Info-info terkini dari PPI Maroko

Tag Post :
Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *