Serial Literatura #5: Merangkul Kesendirian.
Di zaman yang serba cepat ini, apakah kamu tidak merasa kewalahan? Menerima begitu banyak informasi dari berbagai situs yang dengan sangat mudah diakses dimana-mana dan dari mana-mana. Melihat kesuksesan teman-teman sebaya dengan begitu gamblang. Mendengar begitu banyak opsi perihal apa-apa yang bisa kamu kejar dan targetkan. Kutanya lagi, apakah kamu tidak merasa kewalahan? Harus berkutat dengan spekulasi tidak nyata, terus meladeni pikiran-pikiran yang membuat sesak langit-langit kamar tidur. Harus berkali-kali bertanya pada diri sendiri, ‘‘Mengapa aku tertinggal ?’’. Alih-alih menjadi informasi, semua yang kamu dapat, lihat, dan dengar justru menjelma menjadi hantu yang memekakkan benakmu.
Mungkin itu adalah alasan yang bisa mengakibatkan dirimu tidak tenang. Menyebabkan dirimu terus gusar. Untuk mendapat kejernihan di tengah zaman yang begitu cepat dan bising ini, mungkin terasa sulit. Kamu sudah terlanjur menelenggamkan diri. Menghindari situasi dimana kamu berdua dengan dirimu. Iya, menghindari. Makan harus ditemani tontonan Youtube, berjalan-jalan harus memakai earphone, lengang sedikit, langsung scroll medsos. Kenapa itu semua? Kalau bukan demi menghindari keheningan.
Padahal sadar atau tidak, kejernihan yang kamu cari ternyata ada pada keheningan yang kamu hindari.
Menurut studi–kamu bisa cari jurnalnya, banyak sekali. Bertebaran di internet–dengan meluangkan waktu dengan diri sendiri, tanpa ada distraksi. Hanya kamu dan dirimu. Menjadi salah satu cara paten untuk mendongkrak kreatifitas, resiliensi, empati, problem solving, sekaligus memberi efek peremajaan bagi jiwa dan self aware.
Untuk memaksimalkan hal tersebut, setidaknya kamu bisa melakukan 3 hal ini ;
Pertama, luangkan waktu dan tetapkan niat. Di tengah hiruk pikuk, dan to do list yang menumpuk, cobalah untuk meluangkan waktu berkualitas antara kamu dan dirimu. Sekitar 10-20 menit dalam sehari, tanpa distraksi. Kamu bebas memilihnya kapan. Sebangun tidur, dimana kepala mu masih segar. Sebelum tidur, hitung-hitung sambil bermuhasabah. Atau saat sore, sebagai transisi menutup hari. Niatkan waktu berkualitas ini sebagai media untuk ‘rapat internal’ dan ‘observasi’. Sederhana saja.
Kedua, amati inner monologue yang muncul. Banyak sekali orang yang memang sengaja menghindari momen kesendirian ini, karena dari situ pikiran-pikiran yang selama ini berusaha ditekan, mulai muncul ke permukaan; insecurity, masalah yang belum terselesaikan, rasa sakit yang belum dimaafkan, kesalahan yang pernah dilakukan, kekhawatiran akan masa depan, dan segala konflik internal yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Ketahuilah, teman-teman! Ini wajar dan baik sekali. Kesendirian membawa momen evaluasi dan kontemplasi, dengan itu kita bisa mengkonversikan semua konflik itu menjadi sebuah resolusi. Coba breakdown semua isi kepalamu! Tuangkan menjadi tulisan, uraikan satu per satu. Mengapa? Karena kegiatan ini akan menajamkan intuisimu, kamu bisa belajar mengambil keputusan tanpa ada intervensi.
Ketiga, dan bagiku ini yang terpenting. Bawalah cinta Allah azza wa jalla dan rasa syukur dalam tiap langkahmu. Saat sendiri, jadikan rasa syukur sebagai teman yang setia mendampingi. Kamu harus sadar, bahwa di dalam diri kita, selalu ada cinta dan pengawasan-Nya. Tuhan yang Maha Esa, Allah azza wa jalla. Hal ini menjadi asas sekaligus penyempurna 2 poin sebelumnya. Kejernihan hakiki sejatinya datang setelah kesyukuran. Yang darinya, akan mendatangkan rasa tenang, nyaman serta bahagia.
Literatura #5 oleh Ahmad Najieb Advany
Pesona Madina Qadima Fez di TikTok PPI Maroko
Literatura #4: Lelaki Tidak Bercerita, Emang Boleh?