Melestarikan Rendah Hati

Melestarikan Rendah Hati

Sering sekali terjadi kekeliruan di kalangan masyarakat untuk mendefinisikan dan mengimplementasikan apa itu rendah hati dan rendah diri. Perlu diketahui bahwasanya rendah hati itu sebuah redaksi yang berkontradiksi dengan takabur. Jika rendah hati adalah sifat tidak sombong, maka rendah diri atau minder adalah sifat dimana seseorang merasa dirinya kurang dibandingkan orang lain. Singkatnya, rendah hati merupakan karakter positif dan memiliki kecenderungan bersikap optimis sementara rendah diri membentuk pola pikir negatif dan cenderung bersifat pesimis.

Dalam perspektif Islam sifat takabur merupakan dosa purba yang pertama kali ditunjukkan oleh Iblis. Ia menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam as. ketika diperintahkan oleh Allah Swt. dengan alasan karena materinya terbuat dari api sementara Adam tercipta dari tanah, ia merasa tak pantas jika dirinya bersujud kepada sesuatu yang lebih rendah darinya. Lalu diusirlah Iblis oleh Allah Swt. dari surga sebagaimana dikisahkan dalam surat Al-A’raf ayat 17.

Bahaya dari sifat takabur ialah dapat menyebabkan kehancuran diri dan hal ini termasuk sikap yang tercela. Kita tentu sangat tidak asing dengan kisah Qarun. Seorang yang kaya raya, hidup pada masa Nabi Musa as. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Qarun yang dimaksud dalam Al-Qur’an adalah Qarun bin Yashub bin Qahis, sedangkan Musa adalah Ibnu Imran bin Qahis. Hingga sebagian riwayat menyatakan bahwa Qarun tak lain adalah saudara sepupu Musa. Awalnya Qarun dikenal sebagai pria yang saleh dan miskin, sampai dijuluki “Al-Munawwir” karena suaranya yang bagus saat membaca kitab Taurat. Kemudian ia meminta Nabi Musa berdoa agar Allah Swt. melimpahkan harta benda kepadanya, dan akhirnya terkabullah doa Nabi Musa.

Sejak itu Qarun dikenal sangat kaya. Saking kayanya, dikisahkan bahwa setiap keluar rumah ia selalu berpakaian mewah, didampingi oleh enam ratus orang pelayan yang terdiri atas tiga ratus laki-laki dan tiga ratus pelayan perempuan. Tak hanya itu, ia juga dikelilingi oleh empat ribu pengawal dan diiringi empat ribu binatang ternak dengan enam puluh ekor unta sebagai pembawa kunci-kunci gudang kekayaannya. Karena keangkuhannya, Qarun senantiasa memamerkan kepada khalayak Bani Israil.

Puncak kesombongan Qarun terjadi saat dirinya merasa memperoleh kelimpahan harta itu karena pengetahuan yang dimilikinya. Dalam sejumlah riwayat yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, azab ditenggelamkannya Qarun berkat doa Nabi Musa yang dikabulkan Allah Swt. akibat ia tidak mau bersyukur, malah menyombongkan diri. Ia juga tak mau menyedekahkan hartanya dan enggan berzakat untuk membantu fakir miskin.

Akibat kesombongan Qarun tersebut, ia kemudian mendapat azab yang pedih. Disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya, “Maka Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (Q.S Al-Qasas:81).

Dengan bersikap rendah hati, seseorang tidak akan mudah terjebak untuk bertindak angkuh. Imam Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menuturkan beberapa cara yang mendorong kita untuk bersikap rendah hati, tidak memandang sebelah mata kepada orang lain. Pertama, bila berhadapan dengan anak kecil maka sadarilah bahwa ia belum pernah bermaksiat kepada Allah, sementara kita yang lebih tua justru sebaliknya. Kedua, bila bertemu dengan orang yang lebih tua, berprasangkalah bahwa ia telah beribadah kepada Allah lebih dulu dibandingkan kita, sehingga tentu saja orang itulah yang lebih baik.

Ketiga, bila berkomunikasi dengan orang alim, berprasangkalah yang baik bahwa ia telah menerima anugerah ilmu yang belum kita peroleh. Jika sudah begini, maka orang itu yang jelas lebih unggul. Keempat, bila melihat orang bodoh, yakinilah bahwa andai saja orang bodoh itu melakukan maksiat justru ia berbuat durhaka karena ketidaktahuannya, sementara kita seringkali berbuat durhaka justru dengan bekal ilmu yang kita miliki. Kelima, bila berjumpa dengan orang kafir, berbaik sangkalah bahwa akhir hayat seseorang tidak ada yang tahu. Bisa jadi, ia di kemudian hari ditakdirkan memeluk agama Islam lalu meninggal dunia dengan husnulkhatimah.

Maka dari itu, bagi orang yang memiliki kelimpahan materi dan harta yang bergelimang dilarang takabur atas sesuatu apapun yang dimilikinya, apalagi sampai memamerkan pundi-pundi harta. Sebab perilaku flexing seperti ini menjadi pemicu sifat takabur, sombong, merasa paling tinggi, hingga akhirnya merendahkan orang lain. Pelaku tercela ini akan terus-menerus berupaya untuk membuktikan bahwa dirinyalah yang terbaik sembari menjatuhkan pihak lain.

Kepingan harta dan kelimpahan sebuah materi yang dimiliki seharusnya diimbangi dengan keluhuran budi pekerti dan diasupi dengan nilai-nilai tasawuf. Kalau tidak demikian, tidak akan ada nilainya, dan berpotensi untuk terjerumus ke dalam sifat sombong.

Dalam Bidayatul Hidayah, Imam Ghazali menyebutkan bahwa diantara ciri orang takabur adalah selalu merasa gusar ketika menerima nasihat tapi kasar saat memberi nasihat.

Wallahu a’lam bishawab.

Melestarikan Rendah Hati

Ikuti kegiatan kami di Instagram @ppimaroko

Akses Buku Prosedural 2024: PANDUAN BIROKRASI YANG BERKAITAN DENGAN WARGA PPI MAROKO

Tag Post :

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *