Di sini gunung di sana gunung
Di tengah-tengahnya Pulau Jawa
“Kamsahamnida” Buat yang udah gabung
Selamat membaca, semoga ndak kecewa
بسم الله الرحمن الرحيم
Bermula dari minimnya diksi, dangkalnya inspirasi, sampai dengan sempitnya kemampuan berargumentasi, maka ketika ane sekarang diminta berkreasi, ane berusaha terima sambil mbatin dan sedikit basa-basi, “Pembelajar abadi” mana yang proses hidupnya tidak penuh dengan kritisi? .
Bukan, kok. Andaikata tulisan ane memang kurang berisi, ocehan barusan bukan dimaksudkan sebagai sebuah justifikasi. Ane sepenuhnya mengakui tanpa gengsi, bahwa ane emang masih kurang literasi.
Izin bertanya sedikit tentang kematian. Sudah berapa persen persiapan kita menghadapi itu? Sudah sebanyak apa bekal kita buat menyongsong apa yang kita temui di sana? Atau kalau lebih sederhana, sudah seserius apa kita memahami dan menyadari realitanya?
Rasa-rasanya sudah terlampau banyak ayat ayat Al-Qur’an yang bahasannya seputar : “الموت”
{وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا {…. [آل عمران: 145]
{كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ….} [آل عمران: 185]
{….وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} [لقمان: 34]
Tapi pada kenyataannya, seberapa banyak dari ayat-ayat itu yang sudah kita maknai dan resapi kandungannya?
Abu Bakar Ash-Shiddiq pun pernah berucap:
كُلُّ امْرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهْلِهِ
وَالمَوْتُ أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
Setiap orang bersambut pagi di tengah keluarganya
Padahal kematian lebih dekat kepada dirinya daripada tali sandalnya
Kematian bertamu tak peduli waktu. Kematian itu mengikat tanpa pikir tempat dan derajat. Sakit maupun sehat, sibuk ataupun rehat. Kapanpun Yang Maha Mematikan berkehendak, maka itulah masa di mana jantung tak lagi berdetak.
Sungguh, ane yakin seyakin-yakinnya, teman-teman dan kakak-kakak senior paham betul perkara itu. Hanya saja, mungkin terkadang memang di banyak waktu kita lalai. Ya, memang “الإنسان محل الخطأ والنسيان”, tapi justru sebab itulah, tema yang mungkin bagi sebagian orang dianggap klise ini ane coba angkat kembali. Karena sepatutnya mengingat kematian itu membawa perubahan besar terhadap seluruh intensitas serta kualitas amal ibadah, tingkah laku dan perbuatan kita.
Ketika ibadah-ibadah wajib lengkap sudah kita tunaikan, maka cobalah beranjak ke “Bumbu-bumbu pelengkap” nya, mungkin bisa persoalan seperti ke khusyu’an dalam salat, selalu berusaha menghindari penundaan salat tanpa udzur syar’i, mendawamkan tadabbur Al-Qur’an, menghafalnya, atau mungkin sekadar menyempatkan waktu untuk membacanya. Termasuk juga ibadah-ibadah sunah lainnya seperti salat sunah rawatib, salat malam, dhuha, sedekah, puasa-puasa sunah dan sebagainya. Masih banyak perkara lain yang rasanya juga seringkali luput dari perhatian, dan mungkin kebanyakan bersifat ibadah ghairu mahdhah. Berangkat dari hal-hal internal, layaknya perbaikan niat, perihal istiqomah, manajemen waktu, sampai dengan amalan-amalan sosial, seperti menebar senyum dan salam, ringan dalam tolong-menolong, ramah tutur kata dalam berucap, dan segala macam contoh lain yang penulis sendiri pun masih terus berproses dalam penerapannya.
Beberapa faedah dalam mengingat mati dan bahaya melupakannya, sebagaimana yang dinukil dari Ad-Daqqaq dalam kitab At-Tadzkirah karya Al-Qurthubi :
من أكثر من ذكر الموت أكرم بثلاثة أشياء: تعجيل التوبة وقناعة القلب، ونشاط العبادة.
ومن نسي الموت عوقب بثلاثة أشياء: تسويف التوبة، وترك الرضى بالكفاف، والتكاسل في العبادة
Barangsiapa banyak mengingat mati maka ia akan dimuliakan dengan tiga perkara :
(1) Segera bertaubat, (2) Hati yang merasa cukup, (3) Semangat beribadah.
Dan barangsiapa melupakannya maka ia akan dihukum dengan tiga perkara:
(1) Menunda-nunda taubat, (2) Tidak merasa cukup, (3) Malas beribadah.
Bahkan Rasul pun ketika ditanya mukmin manakah yang paling cerdas
(أي المؤمنين أكيس؟), beliau menjawab “Yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk menghadapi kehidupan setelahnya” (أكثرُهم للموتِ ذكرًا، وأحسنُهم لِمَا بعده استعدادًا).
Berkata pula seorang Salman Al-Farisi :
ثَلَاثٌ أَعْجَبَتْنِي حَتَّى أَضْحَكَتْنِي: مُؤَمِّلُ الدُّنْيَا، وَالْمَوْتُ يَطْلُبُهُ، وَغَافِلٌ وَلَيْسَ بِمْغَفُولٍ عَنْهُ، وَضَاحِكٌ لَا يَدْرِي أَسَاخِطٌ عَلَيْ رَبُّ الْعَالَمِينَ أَمْ رَاضٍ، وَثَلَاثٌ أَحْزَنَتْنِي حَتَّى أَبْكَتْنِي: فِرَاقُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَحِزْبِهِ ـ أَوْ قَالَ: فِرَاقُ مُحَمَّدٍ وَالْأَحِبَّةَ ـ وَهَوْلُ الْمَطْلَعِ، وَالْوُقُوفُ بَيْنَ يَدَيِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا أَدْرِي إِلَى جَنَّةٍ يُؤْمَرُ بِي أَوْ إِلَى نَارٍ
“3 hal yang mengagumkanku sampai membuatku tertawa: Seorang yang mengejar dunia sementara kematian membuntutinya, orang yang lalai sedangkan ia tak pernah luput dari pengawasan, serta orang yang tertawa lebar sedangkan ia tidak tahu apakah Allah murka terhadapnya atau tidak. Dan 3 hal yang membuatku bersedih hingga membuatku menangis: Berpisah dengan Nabi Muhammad SAW. dan para pengikutnya, bayang-bayang kengerian hari kiamat, serta bayang-bayang ketika menghadap kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sedangkan aku tidak tahu apakah aku diperintahkan ke surga atau ke neraka”
Pada intinya, salah satu hikmah terbesar dari melazimkan mengingat kematian adalah sikap mawas diri terhadap kesuluruhan hidup kita. Ia menuntut kita untuk selalu meninjau ulang semua yang telah lalu. Ia memaksa kita untuk terus bermuhasabah terhadap segala yang sudah terjadi. Tak henti sampai di situ, mengingat kematian tentu mendorong kita untuk senantiasa berhati-hati akan seluruh perbuatan di masa sekarang, mengingatkan kita akan urgensi muraqabatullah, tanpa henti memohon ampun dengan sebenar-benar taubat, hingga akhirnya membuat kita untuk terus-menerus berikhtiar semaksimal mungkin diiringi dengan tawakkal, untuk mengharap masa depan yang dipenuhi dengan kebaikan dan keberkahan. Karena sejatinya kita semua sadar terhadap realita kematian sebagai sebuah fenomena yang tak bisa direncana, sedang kita jelas saja hanya ingin menyambutnya dengan satu-satunya kondisi, tak lain dan tak bukan حسن الخاتمة
Semoga Allah senantiasa memberi kita taufik dan hidayah-Nya dalam sisa waktu perjalanan kita di dunia ini
آمين يا مجيب السائلين
MasyaAllah…syukron sdh mengingatkan ttg kematian….semoga kita semua kelak menyambutnya dengan Husnul Khatimah…..