BERBER, ELYSSA, DAN KARTAGO

BERBER, ELYSSA, DAN KARTAGO

Maghrib namaan sejak permulaan abad hijriyah. Sebuah nama yang diberikan penakluk Islam untuk menggambarkan tanah yang membentang dari barat Alexandria hingga tepian Samudera Atlantis dan tanah di Testio (Sudan modern).

Maghrib seperti rahasia bumi yang dipancarkan dari Firdaus. Gurun pasir yang penuh dengan kebun kurma. Pegunungan Atlas yang ditutupi dengan pepohonan hijau bak jubah kebesaran yang menghiasi raja. Lembah-lembah yang membangkitkan khayalan semu. Tanah yang hampir dikelilingi lautan luas tampak seperti kilauan permata biru. Semerbak harum mawar putih yang memenuhi udara di kala musim semi.

Maghrib adalah tanah surgawi yang pertama kali disesaki anak keturunan Yafits bin Nuh. Anak Nuh yang selamat dari banjir bandang ribuan tahun silam. Mereka manusia kuno yang berpakaian dari kulit hewan. Berlindung di balik gua dekat dengan mata air. Berburu dengan batu yang telah diukir di beberapa sisinya.

Datangnya Bangsa Itu..

Hingga pada abad ke 9 SM, terdengar gemuruh tapak kaki ditanah ini. Bangsa dalam jumlah besar, datang bagaikan banjir bandang yang menenggelamkan apapun yang dilaluinya. Wajah mereka penuh guratan ketakutan yang mencekam. Kepedihan tampak jelas di balik kelopak mata mereka. Merantau ke tempat yang tak terjangkau demi menghindari peperangan dan bahaya yang mengancam. Mereka menyebut dirinya Berber.

Berber, nama yang mereka sandarkan kepada nenek moyang mereka, Berber bin Tamla’ bin Mazigh bin Kan’an bin Ham bin Nuh. Garis keturunan mereka tersambung hingga Ham putra Nuh.  Berber seringkali menamai diri mereka dengan sebutan “Amazigh” nama yang juga disandarkan kepada Mazigh bin Kan’an. Amazigh dalam jiwa mereka memiliki makna kehormatan yang agung. Simbol kegemilangan dan kejujuran yang paripurna.

Kedamaiannya yang dirindukan

Di tanah rantauan ini, Berber pertama kali menemukan kebebasan dan keamanan dalam hidupnya; kebebasan dan keamanan dari kegilaan fitnah yang membelenggu jiwa. Wajah suramnya perlahan membiaskan cahaya keceriaan. Mengais sisa-sisa kebahagian yang tersisa. Mematikan kenangan buruk dan menguburnya ke dalam abu.  Membangun peradaban yang hampir musnah. Memilih pemimpin dari kalangan mereka yang akan memberi cinta dan penghormatan. Mereka tumbuh dalam kebenaran dan kebijaksanaan. Terbebas dari para pembenci yang egois, yang memperbudak pemikiran mereka.

Berber membagi dirinya menjadi 2 Klan utama, Abtar dan Burnus yang masing masing memiliki raja. Mereka membangun peradabannya masing-masing. Mereka diselimuti kegembiraan dan kelimpahan harta. Kemakmuran merata. Tanaman tumbuh subur. Kain sutera terbentang di atas mereka. Emas-emas membanjiri mereka. Pakaian dari wol. Sepatu dari kulit. Celana hingga mejumbai hingga kedua mata kaki. Memakai sorban yang diikat di kepala. Menciptakan bahasa dan tulisan mereka sendiri.

Perginya Putri Elyssa

Di pulau seberang lautan sana tinggallah seorang putri yang dicintai rakyatnya bernama Elyssa Didon, pewaris tahta Kerajaan Tirus. Mengalir dalam dirinya darah bangsawan. Ia orang Fenisia, lahir dan tumbuh disana. Perempuan muda cantik, bergaun sutra putih indah. Kata-kata yang keluar dari mulutnya bagaikan tetesan embun dipagi hari. Matanya sayup-sayup. Rambutnya terurai panjang. Akan tetapi, senyumannya menggambarkan kepedihan jiwa yang meluap-luap. Wajahnya seperti rahasia yang tak dapat diukur dan diikat.

Acerbas, paman Elyssa adalah seorang kaya. Kekayaannya melebihi siapapun. Ia menaruh hati kepada Elyssa. Baginya, Elyssa adalah perempuan pertama yang membangkitkan jiwanya dengan kecantikan dan keindahannya. Ia menikahinya untuk beberapa saat dan akhirnya mati ditangan saudara laki-laki Elyssa, Pygmalion. Demi mendapat harta yang melimpah, Pygmalion rela membunuh siapun. Jiwanya dipenuhi ambisi dan keegoisan. Ia tampak seperti iblis yang mengerikan, turun dalam kegelapan untuk menderita dosanya dan orang-orang menderita karena kejahatannya.

Waktu berjalan seperti kegelapan lembah. Elyssa naik ke ranjang yang dikelilingi bunga-bunga tidur. Matanya mulai menutup. Cahaya lembut menerpa wajahnya, terdengar suara samar-samar mengungkap harta yang ditimbun suaminya selama berhari-hari. Ia meninggalkan kerajaan dan pergi mengambil harta bersama orang yang masih setia padanya. Mengembara ke daerah-daerah yang belum pernah mereka datangi. Setelah perjalanan yang amat panjang, mereka tiba di Tanah Berber (Tunisia). Sesekali mereka pernah mendengar keindahan negeri itu. Negeri yang dipenuhi kedamaian dan kemakmuran.

Awal Peradaban Kartago

Sambutan hangat diberikan Suku Berber atas kedatangan Elyssa. Ketenarannya telah melampaui masanya. Dirinya dipenuhi hasrat membangun kedamaian. Ia menemui Raja Berber dan meminta selembar tanah yang akan dibangun kota. Sebagai gantinya, ia akan memberikan emas dan pengajaran kepada Berber. Elyssa pun mendirikan kota dan menamainya Kartago.

Di akhir abad 9 SM, Kartago mulai menyinarkan pengetahuan dan keindahan. Ratu mengenalkan peradaban yang lebih baik kepada Berber. Perlahan Berber mulai mengenal apa yang tak mereka ketahui sebelumnya.

Bertahun-tahun lewat. Raja memendam perasaanya pada Elyssa. Tapi Perempuan itu masih terjebak pada masa lalunya. Ia  menutup hatinya rapat-rapat dan tak membiarkan seorang pun memasukinya. Ia selalu mengingat cintanya dan mencoba merasakan kembali saat itu, kenangan yang mengubah perasaannya yang paling dalam dan membuatnya sangat bahagia meski merasakan semua kepahitan dan penderitaan hidup. Rasa cinta itu tiba-tiba muncul pada keheningan malam, menemaninya dalam kesendirian. Aeneas, Ksatria dari Troya yang yang tengah berlabuh di Kartago. Elyssa terpesona oleh keberanian dan kepemimpinan Aeneas, dan keduanya cepat menjadi dekat. Mereka saling jatuh cinta dan menghabiskan waktu bersama. Namun, Aeneas masih memiliki misi mendirikan kota di Italia dan harus meninggalkan Elyssa. Semua keindahan yang selalu ia bicarakan mendadak sirna. Kepergian Aeneas melukai jiwanya, terkungkung di dalam kegelapan luka.

Kematian Elyssa

Perempuan itu terus menghibur dirinya dengan derai air mata. Perasaanya semakin kacau. Ia merasa dirinya dikhianati. Wajahnya diselubungi air mata. Ia menangis sambil memukuli dada. Mengambil kayu dan membakarnya. Dan dengan air mata yang berlinang ia menggegam pedang. Masuk kedalam kobaran api itu. Akhir yang tragis.

Maka kekuasaan Kartago diambil alih oleh raja Berber dan mulai membentangkan daerah kekuasaan hingga Numedia (sekarang daerah dekat Al Ajazair). Kartago menjadi peradaban yang hebat dan besar setelah Peradaban Romawi.

Daftar Pustaka

Dabuz, Muhammad Ali. 2010. Tarikh Maghrib Akbar. Libya: Muassasah Tawalt Ats Tsaqofah.

Khaldun, Abdurrahman Ibn. 2001. Tarikh ibnu Khaldun. Lebanon: Darul Fikr.

Hours, Madeleine. 1981. Tarikh Qarthaj. Lebanon: Manshorat Awedat

Khairullah, Syauqi. 1992. Qarthajah Al ‘Urubah Al Ula fil Maghrib. Kuwait: Darun Nasyr Markaz Ilm.

Zayyan, Aly Bou. 2017. Ansabul Barbar.

Syaqiq, Muhammad. 2011. Tsalatsah Wa Tsalatsina Qarnan min Tarikhil Amazigh wal Amazighiyyah. Libya: Muassasah Tawalt Ats Tsaqafiyah.

Jangan lupa mampir ke koleksi buku- buku dan kitab-kitab di Perpustakaan PPI Maroko dan download langsung PDF nya : https://ppimaroko.or.id/perpustakaan/

Saksikan video-video keseruan even PPI Maroko : https://www.youtube.com/@PPIMarokoOfficial

Tag Post :
Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *