Pemuda dan Al Qur’an
Oleh Ardour Qayyum
Mahasiswa S1 Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah
Pemuda adalah aset suatu bangsa maupun agama. Peran pemuda dalam setiap episode sejarah kehidupan suatu bangsa telah terbukti nyata. Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya, bahwa peran pemuda sangat penting dalam proses perubahan suatu bangsa. Bukan hanya sejarah bangsa modern saja, namun bangsa-bangsa atau kaum terdahulu pun tidak terlepas dari kontribusi pemuda di dalamnya.
Yusuf Al-Qardhawi, seorang ulama besar Mesir kontemporer, pernah berkata, “Apabila ingin melihat suatu negara di masa depan, maka lihatlah pemudanya hari ini.”
Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda memiliki peranan besar dan penting bagi suatu bangsa, terlebih di masa yang akan datang. Kenapa? Karena generasi mudalah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa yang akan datang untuk menggantikan para pemimpin masa kini.
Penggambaran Al-Quran mengenai sosok pemuda adalah seorang yang memiliki sejumlah karakter dalam dirinya, seperti sikap kritis dan kepeloporan. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim a.s. pada masa mudanya. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 60:
قَالُوْا سَمِعْنَا فَتًى يَّذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهٗٓ اِبْرٰهِيْمُ
“Mereka (yang lain) berkata: Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.”
Merujuk pada “Al-Qur’an dan Tafsirnya” terbitan Kementerian Agama, menjelaskan bahwa peristiwa di atas terjadi ketika Nabi Ibrahim a.s. berusia enam belas tahun dan belum diutus sebagai rasul. Tindakan tersebut timbul dari dorongan kepercayaannya kepada Allah, yang didasari petunjuk kepada kebenaran yang telah dilimpahkan Allah kepadanya.
Kemudian kita dapat mengambil contoh pada generasi sahabat, sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah saw sebagai sebaik-baik manusia, yang mana sejarah mencatat bahwa generasi pada zaman itu didominasi oleh para pemuda. Bahkan ketika kita melihat data umur sepuluh sahabat yang dijamin oleh Rasulullah masuk surga, tujuh di antaranya berumur kurang dari tiga puluh tahun atau masih dalam umur yang relatif muda.
Lalu bagaimanakah karakteristik para sahabat Nabi yang mayoritas adalah para pemuda, apa yang menjadikan mereka istimewa hingga dikatakan oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik?
Pertama, mereka menjadikan Al Quran sebagai rujukan utama dalam beramal atau dalam istilah lain Way of Life (Pedoman hidup). Mereka, para sahabat, adalah “Al-Quran yang berjalan” karena senantiasa menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya. Jika Al-Quran melarang mereka, maka segera mereka tinggalkan, begitupun sebaliknya.
Kedua, mereka mempelajari Al-Quran untuk menerima perintah Allah Swt. Mereka membaca Al-Quran bukan sekedar untuk membaca saja atau untuk menambah pengetahuan dan menikmati keindahan sastranya, tetapi mereka membaca Al-Quran untuk menerima perintah tentang urusan pribadi ataupun perintah untuk bersama.
Salah satu permasalahan juga pada masa kini adalah generasi sekarang menghafal Al-Quran, bahkan berlomba-lomba untuk mengkhatamkannya, tetapi Al-Quran yang mereka hafalkan tidak berefek pada kehidupan sehari-harinya.
Tentu saja menghafal Al-Quran itu bagus. Saya tidak bilang itu buruk, ya, jangan salah sangka. Karena untuk kita mencapai tingkat tadabur di dalam memahami makna Al-Quran dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, tentu saja kita perlu melewati tingkat dasar terlebih dahulu yaitu membaca serta menghafalkannya.
Hal yang dikritik di sini adalah orang-orang yang merasa puas karena sudah berada di tingkat dasar (tilawah, tajwid, dan menghafal), kemudian mereka mencukupkan interaksi mereka hanya sebatas itu terhadap Al-Quran dan enggan untuk meningkatkan diri mereka ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Sedangkan para sahabat dahulu, mereka belajar secara perlahan serta mengaplikasikan Al-Quran dalam kehidupan mereka. Sebagaimana Ibnu Katsir pernah menceritakan kondisi para sahabat ketika mereka mengaji Al-Quran, di antaranya beliau mengutip perkataan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud ra, beliau berkata, “Jika seseorang di antara kami (para sahabat) mempelajari (menghafal) sepuluh ayat Al-Quran, maka dia tidak berani menambahnya lagi sebelum mengerti benar maknanya dan mengamalkannya.”
Generasi sahabat di masa lalu merupakan representasi dari generasi qurani. Mereka menjadikan Al-Quran sebagai ruh di setiap aktivitas yang mereka lakukan. Al-Quran betul-betul sebagai motor penggerak dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Interaksi mereka terhadap Al-Quran inilah yang menjadi kunci kesuksesan dan izzah kaum muslimin di masa lalu yang sudah sepatutnya diteladani oleh generasi pemuda masa kini.
Semoga kita bisa menjadi pemuda yang membawa perubahan dan langkah kita berdampak besar bagi umat dengan Al-Quran yang menjadi pedoman dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Amin Ya Rabbal Alamin
Sekian dan semoga bermanfaat. Wallahu A’lam Bishawab.
Di Maroko ada salju? Simak konten TikTok PPI Maroko
Berita: “Jalan Santai: Menuju PPI Maroko Yang Sehat dan Kuat”