Namun, sebelum melangkah lebih jauh tentu akan lebih baik jika kita bisa kembali memahami lagi materi yang telah Mbak Kalis berikan, bukan? Hayok lah, mari kita baca kembali!
Setidaknya waktu lalu ada banyak sekali yang beliau bahas, dari anatomi esai populer dan strategi menulisnya, sharing media era kini, sharing gejolak emosi seorang penulis, bahkan sampai sharing pengelolaan website agar terus berjalan dan semakin berkembang.
Adapun materi utama beliau yaitu tentang anatomi esai populer, beliau menyampaikan tiga pokok utama di dalam esai yang tidak lain adalah ide, data, dan penyajian. Mengiringi ketiga pokok utama ini, Mbak Kalis kembali menekankan tentang apa itu esai dan bagaimana isinya. Ingat, esai adalah penegasan sudut pandang seorang penulis, dan esai sendiri mempunyai ruang yang cukup terbatas, hanya dengan 1000 kata saja atau 10 paragraf saja kita bisa menuliskan kata-kata di dalamnya, atau 8-9 paragraf idealnya.
Nah, di dalam ruang terbatas ini sangat disayangkan jika kita terlalu sibuk menuliskan opini orang lain, maka dari itu fokuslah dan tulislah ide dan opini kita sendiri. Siapa berani, hayo?!
Lalu jika kita menemukan beberapa hambatan seperti perasaan yang terlalu inferior, atau pun tidak merasa percaya diri dengan cerita yang kita punya, maka itu adalah hal yang harus cepat-cepat kita buang. Karena hakikatnya, itulah ide otentik yang perlu diberitahukan kepada orang lain. Dan yakinlah setiap ide itu menarik.
Selain itu, Mbak Kalis juga menjelaskan tentang premis tulisan, yang beliau artikan sebagai atom sebuah tulisan, atau sebuah percikan kecil yang paling pertama muncul dalam kepala ketika kita ingin berpendapat tentang sesuatu, dan premis lah yang menentukan apa yang akan kita tulis. Contoh sederhananya, seperti kita yang melihat kasus penusukan Syekh Ali Jaber, lalu setelah itu kita ingin menuliskan “Seorang Ulama mempunyai sifat lemah lembut dan sabar”, inilah premis yang akan menjadi jiwa dari tulisan tersebut.
Masih mengenai ide sebuah tulisan, kita pun perlu untuk mempunyai alasan mengapa pendapat kita perlu dibaca. Maka perhatikan juga hal seperti tulisan yang bisa menjawab persoalan atau relatable. Dan sebuah ide layak dibaca jika mempunyai otoritas, seperti latar belakang pendidikan, profesional, dan pengalaman otentik, dan inilah fungsinya media era kini yang bisa mewadahi berbagai penulis dari latar belakang pendidikan dan profesionalitas.
Kita tentu bisa menjadi bagian dari itu dengan tidak melupakan prosesnya pastinya. Sama seperti proses dalam menghasilkan sebuah tulisan, di mana kita harus melewati proses berpikir yang sistematis, logis, dan objektif. Kita bisa terus mengasahnya dengan bagaimana memunculkan pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti “kok, bisa ini terjadi?” atau “apakah kondisi ini seharusnya terjadi?” dan sebagainya. Lalu mulailah berpikir untuk menjawab pertanyaan itu, dan kemudian tuangkan di dalam paragraf.
Dan di dalam penuangan ide ini tidak lupa kita juga membutuhkan data, di mana data itu berfungsi memperkuat gagasan kita. Sumber data itu sendiri dapat kita temukan dari berbagai media seperti buku, berita dari media yang terpercaya, dan laporan riset atau lembaga.
Selanjutnya tentang penyajian, tidak perlu muter-muter dan berbelit, deh. Penyajian yang simpel dan mudah dimengerti oleh pembaca justru lebih menarik. penyajian seperti data pun bisa kita sampaikan dengan gaya bercerita. Lagi, kita bisa menulis data dengan cara yang indah.
Terakhir jangan lupakan tone tulisan, ia adalah perasaan yang tergambarkan dari tulisan, maka ingatlah ketika akan menulis, perasaan seperti apa yang akan disajikan untuk pembaca. Perasaan marahkah? Sedihkah? Lucukah? Semua itu tentu dikembalikan kepada emosi penulis.
Dan sebagai penutup jangan lupakan closing statement Mbak Kalis di pelatihan kepenulisan yang pertama ini: “Hal paling penting adalah menumbuhkan rasa ingin untuk terus bercerita melalui tulisan. Dan jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, setiap dari kita mempunyai keistimewaannya.” Wah, makjleb toh.