Orang-orang tidak dilahirkan dalam keadaan tanpa kepedulian. Faktanya, kita dilahirkan untuk risau terhadap banyak hal. Kita peduli, tentang setiap hal dan setiap apa yang dikatakan orang atas diri kita. Ironisnya, kita malah menuhankan ucapan orang lain daripada mengimplementasikan firman-firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Melankolia telah melanda seluruh jiwa yang berakal di muka bumi ini. Menjadi sebuah keharusan, patologi lingkungan dan sosial merasuk di dalam pikiran yang mengawang. Karena, pada realitanya hal ini selalu meracuni kebenaran. Kebenaran yang disalahkan dan kesalahan yang dibenarkan. Bahwa, sekarang ini kita dilanda wabah psikologis, yaitu ketika orang-orang telah menganggap suatu hal yang tabu, menjadi suatu hal yang wajar.
Pada saat saya kecil, sekeren-kerennya kenakalan remaja adalah merokok di WC dan bolos sekolah. Sekarang itu, hamil di luar nikah, dan laki-laki seperti perempuan. Dulu kena bully, tapi sekarang “oh…tak apa-apa itu hak dia, itu kan tidak mengganggu orang lain”. Bahkan, anjing dan babi pun di mana-mana. Di setiap tongkrongan, lantang diperdengarkan “Anjing!”, “Babi!”sosoknya jelas dan bebas terlihat dalam wujud makhluk yang berakal.
Sesosok pemimpin yang jujur, lurus, tidak mengerti suap hanyalah fantasi belaka. Sosok seperti itu, malah dianggap aneh. Di dalam benak kepala kita “hidup itu, jangan polos-polos amat”. Lantas, mengapa menjadi seperti itu? Karena, dari awal kita diajarkan suatu yang salah. Praktik kecurangan sudah mendarah daging dalam tubuh kita, sibuk dengan penilaian manusia “apa kata orang nanti?” kok, kita menjadi terbebankan dengan kata orang, sedangkan Tuhan yang melihat tiap saat tidak dikasih penilaian.
Akan tetapi, lama-lama saya ingat bahwa memazhabi figure publik, juga telah menjadi penyakit sosial di tengah masyarakat. Dan itu dapat dibuktikan, kita lebih meneladani mereka daripada sosok Nabi yang menjadi pedoman kita dalam keseharian. Membela habis-habisan sosok yang good looking di atas kebenaran. Contohnya, ketika ia melakukan kesalahan yang fatal dan memalukan, pasti ada yang lantang membelanya dengan ucapan” untung,cantik” “untung, ganteng”.
Sepertinya, kita sudah terlalu acuh tak acuh dengan moral yang terkandung dalam nilai-nilai adat bahkan agama. Malah, menyilisihinya dengan akal kita yang dikuasai nafsu belaka. Seluruh tontonan pun terbutakan dengan kata ”asalkan trending, Viral” ketika, terpenuhi hasratnya menjadi pujaan seluruh orang, ia malah mengorbankan harga dirinya di depan masyarakat.
Itulah yang menjadi sumber kekacauan. Kita merasa kecewa atas kekecewaan itu sendiri. Kita merasa bersalah atas rasa salah itu sendiri. Kita jadi marah gara-gara amarah yang menyulut. Kita jadi cemas karena perasaan cemas itu sendiri. Apa yang salah? Inilah mengapa, bersikap masa bodoh, adalah solusinya. Inilah alasan mengapa itu akan menyelamatkan dunia. Dan solusinya adalah jika kita bisa menerima bahwa dunia ini benar-benar keparat dan itu tidak apa-apa, karena memang seperti itu, dan akan seperti itu adanya.
Dengan tidak ambil pusing ketika merasa buruk, berarti memutus siklus; berkata pada diri sendiri, “saya merasa sangat buruk, tapi terus kenapa! Apa pedulimu?” Dan kemudian, berhenti membenci diri sendiri saat merasa begitu kecewa. Kita tidak akan pernah bahagia jika terus mencari apa yang terkandung dalam kebahagiaan. Kita tidak akan pernah hidup jika kita terus mencari arti kehidupan. Masa bodoh atau bodo amat artinya memandang tanpa gentar tantangan yang paling menakutkan dan sulit dalam kehidupan dan mau mengambil suatu tindakan.
Karena, ketika kita terlalu mengurusi segala hal, ketika kita memperhatikan setiap orang dan setiap hal, kita akan senantiasa merasa bahwa berhak merasa nyaman dan bahagia kapan saja, bahwa semuanya harus sama persis dengan apa yang kita inginkan. Ini sebuah penyakit. Dan ini akan menelan kita hidup-hidup. Kita akan melihat sesuatu kesulitan sebagai suatu ketidakadilan, setiap tantangan sebagai sebuah kegagalan, setiap ketidaknyamanan terasa jadi masalah pribadi, setiap perbedaan pendapat menjadi sebuah pengkhianatan.
Kita akan terpenjara dalam kepicikan diri sendiri, neraka pikiran sendiri, hangus oleh amuk dan amarah, dalam gerak konstan yang tidak ada ujungnya. Masa bodoh yang dimaksud adalah masa bodoh terhadap kesengsaraan yang menghalangi tujuannya. Ketika seseorang tidak mempunyai masalah, pikiran secara otomatis akan menemukan cara untuk menciptakan suatu masalah.
Ketika kita menghindari suatu masalah, pasti ada suatu masalah lainnya. Semakin tinggi masalah itu, pasti akan semakin besar. Makanya, tidak ada yang bisa mengindari masalah. Hadapi dan selesaikan masalah tersebut. Penolakan-penolakan yang menyakitkan yang pernah kita rasakan, telah memberi andil yang sangat baik. Kita jadi tahu betapa kecilnya perhatian yang diberikan oleh orang lain pada detail-detail superfisial tentang diri kita, dan kita pun akhirnya memilih untuk tidak lagi menanggapi mereka terlalu serius.
Intinya, kita akan menjadi selektif terhadap perhatian yang rela kita berikan. Karena, penilaian orang terhadap diri kita, bukan itu realita kedudukan kita di sisi Allah. Kita tidak bisa membuat semua orang suka dengan kita. Keridhaan semua manusia adalah puncak yang tidak mungkin bisa dicapai.