Oleh: Ade Irvan Maulanan
Musim dingin sudah dimulai. Aku pikir semua orang tahu itu. Namun tak banyak yang tersisa dari sini, yah, tak sebanyak dulu.
Itu terjadi pada akhir tahun 2018, sekitar waktu ketika daun berubah menjadi warna oranye dan mulai jatuh dari pohon-pohon yang pernah mekar.
Jalan-jalan akhirnya menjadi sepi, pertokoan mulai ditutup, lebih banyak rumah yang dijual, entah itu mereka tinggalkan secara diam-diam atau sudah tak betah lagi dengan keadaan kota yang kian aneh.
Hari sekolah juga lebih lambat. Para guru mulai berbicara dalam nada monoton dan pelajaran tidak masuk akal lagi. Mayoritas mahasiswa tidak hadir, rupanya Abdullah juga sudah malas membuka lembaran-lembaran absensi.
Ada yang tidak beres. Sepanjang tahun ini merupakan sesi yang agak canggung.
Bahkan program-program Muasasah (institut)pun tidak kondusif seperti dulu. Ke mana antusiasme dan semangat pergi? Itu cukup hambar, dan fakta bahwa nilai hasil ujian Muroqobah kami pun tak muncul, membuatku malas.
Kadang-kadang aku suka duduk di sana, di sudut kamar tidurku , dalam kegelapan, dikelilingi oleh keheningan murni, dan membiarkan Ibu Alam membawaku ke tempat lain, yang merupakan surga yang tenang. Ini adalah waktu untuk menjelajahi zona, di mana diriku mulai membebaskan pikiran, untuk menemukan hal-hal yang tak pernah ku kenali atau perhatikan. Dalam kegelapan, aku menemukan, seperti suram kelihatannya, namun ada sedikit kedamaian, semacam lingkungan yang sederhana.
Selama musim dingin tahun ini, mungkin tak ada yang berubah di kota ini, mungkin orang-orang di sini masih sama, dan mungkin jalanan tak pernah sepadat yang aku kira, mungkin sekolah baik-baik saja, dan mungkin … mungkin itu hanya saja…
Ahhhh Siaaaal!! … gumamku
Keheningan mulai menyelimuti , lampu itu menyinari cahaya remang-remang, dan aku yakin itu akan segera padam.
Aku tak bisa menyalahkan keadaan, mungkin ini adalah keputusanku untuk tetap berada di tempat yang mati ini.
Kebosanan, mungkin itu semua fase panjang kebosanan…