KEYAKINAN

                                                               

                       

            Jarum jam menunjukkan pukul dua belas siang, sudah satu jam kami dikumpulkan dalam sebuah ruangan, tak ada satupun ekspresi wajah yang kulihat disana selain wajah tegang. Ada yang memain-mainkan kaki, tangan, atau yang berusaha untuk menarik nafas dalam-dalam, untuk meredam ketegangan. Mereka sudah tidak sabar lagi, tapi sepertinya kepala sekolah masih larut dalam pidato beliau, dan belum ada tanda-tanda untuk mengakhiri pidatonya lebih cepat.  Mungkin banyak yang sudah mengumpat dalam hati, karena pidato kepala sekolah yang sangat panjang itu.  Setelah duapuluh menit yang cukup membosankan, akhirnya beliau mengakhiri pidato, dan satu persatu dari kami diberikan amplop putih, yang kata teman-temanku ada janji masa depan disana, setelah semua kebagian kami dipersilahkan untuk membukanya, seketika setelah amplop dibuka, semua wajah yang tadinya tegang berubah jadi wajah bahagia, kami semua dinyatakan lulus.

Setelah pengumuman kelulusan tadi sore, teman-temanku sangat bersemangat membicarakan langkah mereka ke depannya. Ada yang ingin melanjutkan kuliah ke sebuah universitas ternama, ada juga ingin kerja dulu untuk membantu orangtua mereka, banyak sekali rencana masa depan yang mereka rancang, dan aku hanya diam menyimak, menjadi pendengar terbaik untuk mereka.  Aku sendiri tidak tahu apa rencanaku kedepannya, aku masih bingung, dan jujur benar-benar tidak bersemangat saat ini, walaupun dirumah ayah dan ibu sudah mendesakku untuk memutuskan kemana aku akan kuliah, tapi sampai sekarang aku belum memutuskan apa-apa, teman-temanku juga menanyakan hal yang sama, aku hanya menjawab dengan senyuman.  Tampaknya teman-temanku juga bosan melemparkan pertanyaan yang sama dan dengan jawaban yang sama dariku, dan mereka memilih berhenti. Syukurlah, aku juga bosan mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, yang hanya akan membuatku semakin bingung.

Hari wisuda Madrasah Aliyah(MA) ku pun datang, semua acara berjalan lancar, aku berhasil mendapat urutan kelima dari seratus orang yang tamat tahun ini. Walau bukan yang pertama, aku masih bersyukur atas semua itu,  semua itu adalah anugrah, toh aku belajar bukan untuk peringkat, tapi aku belajar memang benar-benar ingin mendalami ilmu agama, karena aku sadar itu akan berguna untuk kehidupan dunia dan akhiratku juga.  Terdengar sok bijak ya, hehe.. tapi itulah kenyataannya. Banyak yang menawarkanku kuliah ke luar negeri seperti senior-seniorku terdahulu, yang belajar ke Mesir, Sudan, Libanon, dan lainnya. Tapi aku merasa belum siap untuk mengambil resiko pergi sejauh itu, sekali lagi aku belum siap, kalau ditanya masalah keinginan jelas ada, tapi aku belum menemukan alasan yang kuat untuk pergi, aku tidak mau pergi hanya karena alasan ikut-ikutan, bukan murni untuk menuntut ilmu.

Setelah seminggu tamat, aku di sibukkan untuk mendaftar kuliah, dari satu universitas ke universitas yang lain, itu semua kulakukan untuk menuruti kemauan ayah dan ibu, kulakukan semua itu dengan setengah hati, karena aku masih bingung, dengan apa yang aku inginkan saat ini, dan aku berharap bisa cepat mendapatkan jalan keluar dari semua kebingunganini.

            Hari ini aku lelah sekali, aku memilih untuk istirahat di rumah seharian, dengan santai-santai sambil bermain handphone, mengingat masih libur, tiba-tiba ada pesan  whatsapp masuk, ternyata pesan itu informasi mengenai sebuah lembaga tahfidz, dan tempatnya tidak jauh dari kotaku, aku pun mulai tertarik untuk mencari tahu tentang lembaga tahfidz tersebut, aku ingin sekali ikut, dan menyelesaikan hafalan ku. Aku pun mencari waktu yang tepat untuk mengutarakan keinginanku pada ayah dan ibu, saat kami bertiga sedang duduk santai usai menunaikan sholat isya, kupikir ini adalah saat yang tepat, aku memberanikan diri mengutarakan maksudku kepada ayah dan ibu, dan Alhamdulillah ayah dan ibu menyambut baik niatku itu, aku bahagia sekali, karena selama ini, ayah dan ibu selalu percaya dengan semua keputusan yang aku ambil.

“Raihan, kalau memang itu yang kamu inginkan sekarang, dan itu yang terbaik, ayah dan ibu akan selalu mendoakanmu, asalkan kamu istiqomah dengan apa yang telah kamu putuskan” jawaban dan nasehat ayah yang sangat menyejukkanku.
“Terima kasih yah, bu, aku akan ingat selalu pesan ayah dan ibu, doakan aku yah,bu”, rona bahagia terlihat jelas di wajahku, Aku bersyukur sekali, atas semua  ini.

Namanya kuttab “Al-Hidayah”, disanalah ku memulai perjalananku mencari hidayah, mencari ketenangan jiwa, di sana aku tidak semata-mata menghafal Alquran, tapi disana aku juga bisa mendalami ilmu agama lainnya, aku memfasihkan Bahasa Arabku yang amburadul, dan begitu bnyak ilmu lainnya yang kudapati disana, aku menjalani hari-hari dengan penuh semangat, aku jalani dengan hati yang ikhlas, dan tanpa paksaan siapapun, bukan berarti aku tidak mempunyai kendala sedikitpun disana, begitu banyak karakter yang kutemui di sana, dan aku  seperti sedang belajar ilmu psikologi. Walaupun ini bukan yang pertama kali bagiku, tapi kali ini cukup banyak pengalaman baru yang kudapatkan.

Sebelumnya aku juga belajar di pesantren selama enam tahun, namun bedanya disini aku lebih bisa mengendalikan emosi menghadapi berbagai sikap yang berbeda, dan ini  menjadi  pelajaran dalan  hidupku, karena diluar sana  ada banyak  karakter  yang akan kutemui, itu sebuah tantangan untukku, jika untuk ini saja aku menyerah, bagaimana aku menghadapi yang lebih berat. Hal ini yang membuatku kuat untuk bertahan, juga mengingatkanku akan tujuan awalku, yaitu menyelesaikan hafalanku. Setelah satu tahu berlalu, dengan berbagai tantangan dan rintangan Alhamdulillah aku berhasil menyelasaikan hafalanku dengan predikat mumtaz. Aku tidak henti-hentinya bersyukur, ya allah semoga aku bisa selalu menjaga hafalanku, dan juga bisa menjaga akhlakku.

        Hari ini aku di wisuda, ayah dan ibu ikut menghadirinya, aku mendapat penghargaan, dan dipersilahkan memberikan sedikit pidato, sebenarnya sudah dari seminggu yang lalu aku mempersiapkan pidatoku itu, tapi semuanya tiba-tiba hilang, tidak tahu karena gugup atau apa, akhirnya aku mencoba untuk menenangkan diri dan mulai berbicara, aku berpidato singkat, semua kata yang keluar dari mulutku itu mengalir begitu saja, terlihat guratan bahagia di wajah ayah dan ibu, aku senang bisa membuat ayah dan ibu bahagia, karena itulah cita-cita terbesarku. Begitu besar pengorbanan orangtuaku, aku tidak akan pernah bisa membalas semuanya, aku akan selalu berusaha berikan yang terbaik, aku sangat menyayangi ayah dan ibu.

       Sekarang sudah seminggu semenjak malam wisuda itu,sekarang aku sudah kembali ke rumah, karena aku belum ada kesibukan lain, ayah menyarankanku untuk mengajar mengaji. Soalnya  di kampungku sedang membutuhkan  guru mengaji, karena guru yang biasa mengajar sudah kembali ke kampungnya.  Kuterima saran ayah itu, siapa tahu bisa menambah ilmu baru lagi, batinku. Hari-hariku mulai disibukkan dengan mengajar, aku bahagia bisa berbagi ilmu, bercanda, dan kadang geleng-geleng kepala melihat tingkah laku adik-adik peserta didikku yang kadang terlihat konyol, dan juga melatih kesabaran, dan Alhamdulillah mereka terlihat senang belajar den
ganku, itu menjadikanku semakin bersemangat untuk berbagi ilmu.

Enam bulan menjalani profesi menjadi seorang guru ngaji, aku ingin kembali melanjutkan studiku, ini bukan tanpa alasan, kemarin aku bertemu dengan Dimas, teman lamaku sewaktu di pesantren, dia sedang melanjutkan kuliahnya di timur tengah, tepatnya di Maroko, negeri itu belum pernah kudengar sebelumnya. Kami bercerita panjang, dan diskusi ringan tentang keilmuan, dari sanalah aku menemukan alasan untuk pergi menuntut ilmu, aku pun mulai mencari tahu semua informasi tentang Maroko, setelah mencari tahu semuanya aku semakin tertarik, aku mencoba membicarakan hal ini pada ayah dan ibu, Alhamdulillah ayah dan ibu mendukung sepenuhnya, aku berharap semoga ini yang terbaik. Aku pun mengikuti tes untuk kuliah di timur tengah, dan Alhamdulillah tes ku berjalan dengan lancar. Setelah sebulan menunggu, hasil tes ku keluar, itu cukup membuat ku gemetar, tapi semua hasil ku pasrahkan pada Allah, insyaAllah aku siap, ku perhatikan satu persatu nama, Alhamdulillah nama ku ada di sana.

          Sekarang hari-hariku disibukkan untuk mempersiapkan keberangkatanku ke Maroko, mempersiapkan berkas-berkas dan lainnya, tapi sekarang aku seolah kehilangan semangatku, kenapa hatiku menjadi tidak yakin dengan keputusanku sendiri, aku tetap mengurus semuanya, tapi semua dengan setengah hati, aku bingung dengan diriku sendiri, kenapa saat semuanya telah kuputuskan dan waktu keberangkatanku sudah semakin dekat, keraguan malah menghampiriku dan membuatku tidak bersemangat.  Aku berusaha mengingatkan diriku sendiri, tapi tetap saja aku kehilangan semangat, sempat kuberpikir, apakah keputusanku ini salah, dan aku terlalu terburu-buru?. Entahlah, jika kubatalkan, aku takut menyesal di kemudian hari, ini semua benar-benar membuatku pusing, sekarang aku sering melamun, dan sering kurang fokus, ya Allah apa yang terjadi padaku, bantu aku cari solusi atas permasalahan ini.

       Semakin hari, aku semakin tidak karuan, sampai sekarang aku belum menemukan solusi atas permasalahan ku yang aku sendiri tidak tahu awalnya dari mana. Apa ini cobaan buatku, aku tidak tahu, aku sadar aku tidak boleh larut seperti ini, aku sudah berusaha mencari dan memikirkan jalan keluar tapi tetap saja buntu, aku juga tidak mau berlama-lama terkepung dalam keadaan seperti ini, aku juga ingin cepat terselasaikan, kenapa aku harus terkepung dalam masalah yang aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Melihatku yang sering melamun, ayah dan ibu tidak tega membiarkanku dalam keadaan tidak menentu seperti ini, akhirnya aku dipanggil dan diajak berbicara.

“Raihan, ayah tidak tahu apa yang sebenarnya kamu hadapi saat ini, yang ayah lihat kamu sering melamun, apa yang sebenarnya terjadi nak, kamu itu sebentar lagi mau berangkat nak,” Tanya ayah pada ku.

        “Yah, kenapa aku seolah tidak yakin dengan keputusanku sendiri, keraguan itu datang setelah aku sudah mempersiapkan segalanya, di saat semuanya sudah terhampar di depan mata, yah, aku sendiri bingung mengapa aku tiba-tiba jadi seperti ini. Yah, apa keputusanku ini bukan keputusan yang tepat ya?” Curhat ku pada ayah.

         “Raihan, selama ini apapun keputusan kamu terhadap masa depanmu, asalkan itu yang terbaik untuk mu, ayah dan ibu selalu mendukung kamu raihan, kami tidak pernah memaksa kamu, karena kamu yang menjalaninya, kamu sudah dewasa nak, tentunya sudah bisa tahu apa yang kamu inginkan. Saran ayah, kamu coba minta petunjuk pada Allah, siapa tahu kamu menemukan solusi nya, ayah dan ibu akan doakan yang terbaik untukmu” saran ayah pada ku, yang sedikit lebih beri pencerahan.

              Seperti yang disarankan ayah, aku pun melakukan istikhoroh, dan itu benar-benar membuat hatiku lebih tenang, walaupun masih tersisa sedikit keraguan.  Kuteringat kata ayah, bahwa aku sudah dewasa, dan jelas aku tahu apa yang terbaik untukku, ku coba untuk memikirkan semuanya dengan baik-baik, dengan perasaan yang lebih tenang, aku mencoba mempertimbangkan segala halnya, tentang baik buruk, jika aku mengambil sebuah keputusan, dan dengan penuh mantap aku memutuskan, akan tetap pergi kuliah ke Maroko menuntut ilmu, aku harap ini benar-benar keputusan yang terbaik.

             Hari perpisahan itu datang juga, dan semua keraguan yang kemarin menggangu sudah kubuang jauh, sekarang aku harus yakin dengan keputusanku, diantar ayah dan ibu, aku berusaha untuk tidak menangis, “malu masa laki-laki nangis” batinku, aku berusaha tegar, padahal air mataku sudah berlomba ingin keluar. sekarang saatnya aku check in, kucium punggung tangan ayah dan ibu, dan aku pamit, ibu memelukku lama sekali, yang membuat aku tidak kuat lagi menahan air mata. Dan satu tetesan bening itu jatuh dari mataku,  segera aku menghapusnya. Ayah melepaskanku dengan senyuman, kulihat ayah juga menahan air mata, ya itu wajar kita akan berpisah, dengan jarak dan waktu yang lama, namun aku berusaha untuk memberikan sebuah senyuman untuk ayah dan ibu. “Ayah, ibu, aku pamit, aku pergi untuk menuntut ilmu,semoga keputusanku ini yang terbaik, dan jalanku dimudahkan disana, ayah aku yang memutuskan, aku yang menjalani, dan aku yang menyelesaikannya, aku akan berjuang” ini janjiku.

Tag Post :
Cerpen,Karya,Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *