Ikon Cinta Tuhan

MAHABBAH satu kata yang penuh sejuta makna untuk menafsirkannya. Mahabbah biasa kita kenal dengan kata CINTA. Tak ada seorangpun yang mampu memaknai cinta dengan makna  sempurna. Satu kata yang penuh sejuta arti selalu mewarnai jiwa dalam kehidupan kita. Menyempurnakan rasa kebahagiaan yang terkadang akan menjumpai rasa yang tak diharapkan oleh kita. Akan tetapi cinta tak seperti yang kita angankan, hanya saja kita salah memaknai dan kadang kala kita salah mengaplikasikan apa arti  kata cinta yang sesungguhnya. Cinta bagai akar pohon yang menjulang menatap langit yang memberikan batang rasa SAYANG, melebatkan daun rasa KASIH SAYANG bahkan membuahkan rasa BAHAGIA. Agar kita tak salah dalam mengaplikasikan kata cinta yag hakiki mari kita teliti bahwa islam menganjurkan kita untuk mencintai dan memberikan cinta pada sang pemilik cinta yang hakiki dan abadi.

Banyak para tokoh dan ulama besar islam yang dikenal luas sepanjang masa. Mereka yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk ilmu pengetahuan dan memberikan(al-Hubb  al-ilahi).

cintanya kepada Sang Pemilik Cinta yaitu Allah. Tak ada yang mereka harapkan dan persembahkan kecuali menggali dan menyebarkan ilmu pengetahuan, mengabdi kepada agama dan memberi kebahagiaan kepada manusia. Di samping itu, ada seorang sufí perempuan dari sekian banyak  tokoh sufí perempuan yang berpengaruh dan terkenal sepanjang masa, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah. Namanya yang sering disebutkan sebagai Rabi’ah al-qaisiyyah dari Basrah, Irak. Nama ini sangat populer  terutama dalam sufisme , sebagai perempuan ikon cinta Tuhan

Rabi’ah Lahir tahun 180 H dan wafat tahun 801 M. Rabi’ah bermakna perempuan yang ke empat. Nama ini diberikan ayahnya, karena Rabi’ah adalah anak perempuannya yang ke empat. Rabi’ah lahir dari keluarga yang sangat miskin namun taat mengabdi kepada Tuhan. Kemiskinan keluarga itu sedemikian rupa, hingga manakala Rabi’ah lahir pada malam hari, rumahnya gelap gulita, tanpa lampu. Bahkan konon hanya mempunyai beberapa lembar helai kain untuk membungkus jabang bayi merah itu.

Rabi’ah tumbuh menjadi seorang perempuan cantik dan bersuara merdu. Karena kemiskinan keluarganya yang demikin berat, keempat anak perempuan itu terpaksa mencari pekerjaan di kota Basrah, Irak. Di tengah perjalanan Rabi’ah ditangkap orang, lalu dijual kepada pemilik sebuah tempat hiburan malam. Ditempat itu Rabi’ah berkerja sebagai peniup “Ney” ( bahasa Persia:نى; Arab:ناي; Turki: ney. Sejenis seruling yang ditiup dari ujung atasnya yang menonjol ), dan akhirnya menjadi penyanyi.

Rabi’ah selanjutnya menempuh hidupnya sebagai “abidah”. Rabi’ah menyusuri jalan cahaya, cara hidup asketisme ( suatu gaya hidup bercirikan laku-tirakat atau berpantangan kenikmatan-kenikmatan duniaw, yang dilakukan untuk maksud-maksud rohani ), dan sering mengunjungi pengajian para sufí, di Kota Basrah. Rabi’ah pun mengunjungi Hasan al-Bashri, seorang pemimpin para sufí terkemuka di zaman itu dan hampir semua sufi sesudahnya berguru kepadanya.

Rabi’ah tidak menikah dan tak ingin menikah dengan laki-laki siapapun. Seluruh hidupnya diliputi oleh gairah cinta kepada Tuhan, tak ada yang lain dan tak ingin yang lain. Hari-harinya disibukkan untuk menyebut nama-Nya, memuji-Nya, mensucikan-Nya dan merindukan-Nya. Malam-malanya dihabiskan untuk menjalin cinta bersama-Nya. Hingga Rabi’ah menjadi ikon cinta Tuhan sepanjang sejarah.

Pandangan tentang cinta Rabi’ah kepada Tuhan sebegitu hebatnya, sehingga Rabi’ah menyerahkan seluruh jiwa raganya kepada  Kekasihnya. Rabi’ah menerima apapun yang dilakukan kekasihNya. Rabi’ah bahkan rela jika Sang Kekasih memasukkan dirinya ke dalam neraka.

Cinta memang membuat orang tiba-tiba pandai merangkai puisi, Begitupun dengan Rabi’ah. Sejak Rabi’ah mengenal cinta, Rabi’ah sangat pandai merangkai kata demi kata yang menjadikannya puisi-pusi cinta yang sangat indah. Puisi-puisi cintanya mengalir deras dari bibirnya. Dan bagi Rabi’ah Tuhanlah cinta pertama dan terakhirnya. Hatinya tak henti-hentinya memuji kekasihNya dan telah tertutup bagi cinta yang lain selain Tuhan. Katanya suatu ketika:
عرفت الهوى مذ عرفت هواك # واغلقت قلبي على من عاداك
 وقمت اناجيك يا من ترى # خفايا القلوب ولسنا نراك
Aku mengenal cinta sejak aku mengenal cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesah nama-Mu
Duhai, kau yang melihat
Seluruh rahasia-rahasia setiap hati
Sedang aku yang tak bisa menatap wajah-Mu

 Dan salah satu puisinya yang paling terkenal dan disenandungkan oleh Ummi Kultsum penyanyi legendaris Mesir dengan nada-nada dan suaranya yang begitu indah, memilukan dan merengkuh jiwa pendengarnya. Dalam munajatnya kepada tuhan, Rabi’ah menyenandungkan situasi hatinya yang merindu dalam puisi-puisi yang manis dan menyayat hati.  Dan inilah puisinya:
أحبك حبين الحب الهوى # وحبا لأنك أهل لذاك
ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺣﺐّ ﺍﻟﻬﻮﻯ # فشغلي بذكرك عمن سواك
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﻧﺖ ﺃﻫﻞُ ﻟﻪ # ﻓﻜﺸﻔُﻚ ﺍﻟﺤُﺠﺐ ﺣﺘﻰ ﺃﺭﺍك
فلا ﺍﻟﺤﻤﺪُ ﻓﻲ ﺫﺍ ﻭﻻ ﺫﺍﻙ ﻟﻲ # ﻭﻟﻜﻦ ﻟﻚ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻓﻲ ﺫﺍ ﻭﺫﺍﻙ

Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena hasrat diriku kepada-Mu
Dan cinta karena hanya engkau yang memilikinya
Dengan cinta hasrat, aku selalu sibuk menyebut nama-Mu
Dengan cinta karena Diri-Mu saja,
Dan tidak yang lain
Karena aku berharap Engkau singkapkan tirai Wajah-Mu
Biar aku bisa menatap-Mu seluruh
Tak ada puja-puji bagi yang ini dan yang itu
Seluruh puja-puji untuk-Mu saja.
Cinta kepada Tuhan adalah puncak dari seluruh perjalanan hidup para pencari Tuhan. Cinta bukan hanya milik Rabi’ah, melainkan juga milik para sufí besar lainya, seperti Husein Mansur al-Hallaj, Ibnu Arabi, Maulana Jalal al-Din Rumi dan lain-lain. Lalu apakah cinta itu ? Mahmud Ghurab menulis puisi:
الحب ذوق لا تدرى حقيقته, أليس هذا عجب والله والله
Cinta adalah rasa
Kau tak paham hakikatnya
Ini sungguh menakjubkan
Sungguh menakjubkan.

Tag Post :
Artikel,Islam Across Borders,Minggu-an Menulis,Puisi

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *