Father of Doctor

Father of Doctor

Di abad pertengahan, tepatnya sekitar abad ke-10 hingga abad ke-13 Masehi. Pada masa ini dikenal juga sebagai zaman keemasan Islam, dimana ilmu pengetahuan, filosofi, dan budaya berkembang pesat di dunia Islam. Kota-kota seperti Baghdad, Kairo, dan Cordova menjadi pusat intelektual dan ilmiah. Pada masa itu, terdapat kebutuhan besar dalam pengetahuan medis yang sistematis dan terorganisir. Banyak pengetahuan medis kuno dari Yunani dan Romawi perlu dibukukan serta dipahami dalam konteks yang baru.

Terdapat salah satu ilmuwan Islam pada masa itu yang memiliki peran penting dalam bidang medis hingga dijuluki sebagai Bapak Kedokteran Modern karena kontribusinya yang luar biasa dalam bidang kedokteran, ialah Ibnu Sina. Beliau dikenal di dunia barat sebagai Avicenna. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husayn bin Abdullah bin Sina. Beliau lahir pada tahun 980 M di Afshana, sebuah desa dekat Bukhara, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Samanid (sekarang di Uzbekistan).

Ibnu Sina lahir dalam keluarga yang berpendidikan. Ayahnya, Abdullah adalah seorang cendekiawan dan pejabat pemerintah yang memberikan perhatian besar pada pendidikan anak-anaknya.

Pada usia lima tahun, Ibnu Sina sudah mulai belajar Al-Quran dan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Kemampuan menghafalnya begitu mengagumkan, sehingga pada usia sepuluh tahun beliau telah menghafal seluruh Al-Quran. Selain itu, beliau juga mempelajari tata bahasa, sastra, matematika, dan ilmu-ilmu agama.

Ibnu Sina menerima pendidikan dari sejumlah guru terbaik di Bukhara. Namun beliau sering kali melampaui pengetahuan gurunya, sehingga ayahnya harus mencari guru baru yang lebih cakap. Salah satu gurunya adalah seorang cendekiawan bernama Natili, yang mengajarinya logika dan filsafat. Dalam waktu singkat, beliau telah menguasai karya-karya Aristoteles dan menjadi sangat tertarik pada ilmu filsafat.

Selain belajar dari guru-gurunya, beliau juga banyak belajar secara otodidak. Jika beliau merasa tidak mendapatkan jawaban yang memadai dari gurunya, beliau akan mencari sendiri solusinya, baik melalui bacaan atau dengan merenungkan masalah tersebut sampai beliau menemukan jawabannya.

Diceritakan bahwa beliau sering membaca buku di malam hari, menerangi tempat belajarnya dengan lampu minyak. Ibnu Sina memiliki kebiasaan untuk terus merenungkan apa yang telah dipelajarinya hingga ia benar-benar memahami konsep-konsep yang rumit.

Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina mulai belajar ilmu kedokteran. la tidak hanya mempelajari teori-teori medis, tetapi juga terjun langsung ke praktek medis, merawat pasien dan mempelajari berbagai penyakit. Kecerdasannya membuatnya cepat menguasai bidang ini, sehingga pada usia 18 tahun, Ibnu Sina sudah menjadi seorang dokter yang sangat terkenal dan dihormati di Bukhara.

Salah satu cerita terkenal tentang Ibnu Sina adalah bagaimana ia pada usia 18 tahun berhasil menyembuhkan penguasa Bukhara, Nuh ll dari Samanid yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter-dokter lain. Karena kemampuannya yang luar biasa dalam menyembuhkan penyakit, Ibnu Sina diangkat sebagai Dokter kerajaan dan diberikan akses ke perpustakaan kerajaan, yang sangat membantu dalam pendidikannya yang lebih lanjut.

Setelah ayahnya meninggal, Ibnu Sina harus menghadapi ketidakstabilan politik di wilayah tempat tinggalnya. Dinasti Samanid mengalami keruntuhan, dan Ibnu Sina harus mencari perlindungan di berbagai tempat. la sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, melayani berbagai penguasa dan terus melanjutkan pekerjaannya sebagai dokter dan ilmuwan.

Meski dalam keadaan apapun Ibnu Sina tetap terus menulis dan berkarya, tetapi harus melakukan semuanya dalam keadaan yang sangat sulit dan dengan sumber daya yang terbatas. Meskipun berada dalam bahaya, kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan komitmennya untuk mencatat pengetahuannya membuatnya tetap produktif.

Menjelang akhir hidupnya, Ibnu Sina menderita penyakit yang parah, kemungkinan besar adalah kolik atau gangguan pencernaan yang kronis. Meskipun ia adalah seorang dokter yang sangat terkenal dan hebat, Ibnu Sina tidak dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Dalam salah satu catatan, ia mencoba mengobati penyakitnya, tetapi akhirnya ia menyerah pada takdir dan memutuskan untuk berhenti mengobati dirinya sendiri. Ia meninggal pada tahun 1037 M di Hamadan, Persia (sekarang Iran), Pada usia 57 tahun. Ia dikuburkan di Hamadan dan makamnya hingga kini menjadi tempat ziarah.

Berikut adalah beberapa karya utama Ibnu Sina dan latar belakang cerita di balik karya-karya tersebut:

  1. Al-Qanun Fi Al-Tibb (Hukum Kedokteran)

Deskripsi

Ini adalah karya medis paling terkenal dari Ibnu Sina. Buku ini terdiri dari lima buku yang membahas berbagai aspek kedokteran seperti anatomi, patologi, terapi, dan farmakologi.

Latar belakang

Ibnu Sina mulai menulis Al-Qanun pada usia muda dan bukunya segera menjadi referensi utama dalam dunia kedokteran. Karya ini tidak hanya merangkum pengetahuan medis yang ada pada zamannya tetapi juga menambahkan inovasi dan sistematisasi baru. Al-Qanun diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dan berpengaruh besar dalam pendidikan medis di Eropa selama berabad-abad.

  • Kitab Al-Shifa (Buku Penyembuhan)

Deskripsi

Ini adalah sebuah ensiklopedia filsafat dan ilmu pengetahuan yang luas, mencakup metafisika, logika, fisika, matematika, dan ilmu-ilmu lainnya.

Ceritanya

Kitab Al-Shifa dianggap sebagai salah satu karya terbesar Ibnu Sina dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Buku ini ditulis dalam periode di mana Ibnu Sina sangat produktif dalam pemikiran filosofisnya. Karya ini membantu menggabungkan dan memperluas pemikiran Aristotelian dan Neoplatonis.

  • Risalat al-Din wa al-Nafs (Risalah tentang Agama dan Jiwa)

Deskripsi

Karya ini membahas hubungan antara agama dan jiwa, menghubungkan pandangan filsafat dengan ajaran agama.

Ceritanya

Dalam Risalat Al-Din Wa Al-Nafs, Ibnu Sina mengeksplorasi hubungan antara filosofi dan agama, menunjukkan bagaimana keduanya bisa saling melengkapi. Karya ini memberikan wawasan tentang pandangan dunia Ibnu Sina dan pengaruhnya dalam pemikiran agama dan spiritual.

Ibnu Sina menulis banyak karya lainnya, dan kontribusi serta dedikasinya terhadap ilmu pengetahuan sangat luas, mencakup berbagai bidang pengetahuan. Karya-karyanya tidak hanya menandai pencapaian intelektualnya tetapi juga berfungsi sebagai jembatan antara tradisi ilmiah kuno dan pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih lanjut di masa depan.

Father of Doctor, Muhammad Roihan Nur Rofiqi, Mahasiswa S1 Universitas Abdelmalek Essaadi

PPI Maroko rayakan Hari Ulang Tahun Ke-32, saksikan aftermovie perayaan dan dokumentasi di Instagram PPI Maroko

NB: Jangan lupa bayar IWA, geess

Tag Post :

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *