Seramoe Makkah…, itulah julukan salah satu daerah Sumatera yang sekarang lebih dikenal dengan Provinsi Aceh, tentunya di balik nama ini pasti ada sebab mengapa ia pantas di sebut demikian . Kekuatan dan kekokohan islam yang ada di negeri ini adalah salah satu yang menyebabkan julukan ini lahir dari bibir masyarakat, waktupun terus berjalan, hingga sebutan ini sangatlah familiar di kalangan kita semua, khususnya para pelajar.
Namun, ketika kata”Bapak” datang menemani julukan ini, maka pertanyaan pun timbul, siapakah orang yang ada di balik julukan tersebut ???
Ya, dia adalah Muhammad Daud yang dilahirkan pada 23 September 1899 di sebuah desa bernama “Beureueh” kabupaten Pidie, dia bukanlah seorang yang lahir dari kalangan bangsawan yang bergelar Teuku, melainkan keluarga biasa yang hidup di perkampungan . Selain Abu Jihad, orang- orang di sekitar juga memanggilnya dengan sebutan Abu Daud atau Abu Beureueh. Orang tuanya memberi nama Muhammad Daud (dua nama Nabiyullah yang di berikan kitab Alquran dan Zabur), dari penamaan ini sudah terlihat, sesungguhnya yang diinginkan orang tuanya adalah bila besar nanti ia mampu menempatkan dirinya sebagai ulama sekaligus mujahid yang siap membela agama.Karena itu, pada masa pendidikan, ayahnya tidak memasukkan beliau ke lembaga pendidikan resmi yang di bangun Belanda, namun dia lebih percaya kepada lembaga pendidikan yang telah lama di bangun ketika masa kerajaan islam dahulu seperti dayah.
Dalam pusat pendidikan semacam ini, Daud di tempa dan dididik dalam mempelajari huruf Arab, pengetahuan agama dan sejarah Islam, serta ilmu-ilmu lainnya. Dari latar belakang pendidikan yang di perolehnya ini, maka tidak asing lagi, merupakan modal bagi keulamaannya kelak. Menurut beberapa catatan dan keterangan , Abu Daud termasuk salah seorang yang buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis huruf latin) ia hanya bisa membaca aksara Arab, tapi jangan di tanya soal kemampuannya dalam masalah agama dan siasat perang.Walaupun tidak mendapatkan pendidikan Belanda, namun dengan kecerdasan dan kecepatan berpikir, beliau mampu menyerap segala ilmu yang di berikan kepadanya, termasuk bahasa Belanda. Kemampuan yang luar biasa ini, sebagian besar karena ia merasa menuntut ilmu adalah wajib, maka belajar di persepsikannya hampir sama dengan “mendirikan shalat”.
Gelar Teungku di depan namanya menandakan ia termasuk salah seorang yang di perhitungkan sebagai ulama di masyarakat sekitar, Abu Daud Beureueh di kenal sebagai seorang ulama yang kharismatik, tegas, dan keras pendiriannya, ia tidak segan-segan menjatuhkan vonis haram bagi mereka yang melanggar aturan agama.Tapi jangan salah,,,, Kemurahan hati dan kepeduliannya terhadap pendidikan rakyat aceh sangatlah tinggi, jasa dan pengabdiannya tidak bisa di pungkiri, dia merupakan sosok pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyat.
Abu Daud dikenal sebagai salah satu ulama besar yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Aceh, bersama beberapa ulama lainnya beliau berjuang mengibarkan dan menegakkan panji-panji islam di bumi Allah.
Menegakkan system pemerintahan dengan landasan syariat islam merupakan suatu cita-cita Abu Beureueh, karena dia meyakini bahwasanya umat islam tidak dapat merasakan kemerdekaan sejati kalau tidak hidup dalam sebuah Negara yang di dasarkan atas ajaran-ajaran Alquran.
Sebagaimana yang pernah dituturkannya kepada Boyd R.Compton dalam wawancara, “Anda harus tau, kami di sini punya sebuah impian. Kami mendambakan masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, pada masa negeri ini menjadi daerah islam. Di zaman itu, pemerintahan memiliki dua cabang, yaitu sipil dan militer. Keduanya didirikan dan dijalankan menurut ajaran agama Islam. Pemerintahan semacam itu mampu memenuhi semua kebutuhan zaman modern, dan sekarang ini kami ingin kembali ke sistem pemerintahan semacam itu”. (Boyd R.Compton, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton, Jakarta: LP3ES, 1995)
Menurut Teungku Daud, untuk menjalankan negeri ini dengan syariat Islam sebagaimana yang ia cita-citakan, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengusir segala jenis penjajahan yang di praktekkan Belanda, Jepang dan zaman revolusi fisik pada awal kemerdekaan. Ketika mendengar rencana dari sang aktor ulung tadi, maka Belanda, atas saran Snouk Hourgronje melakukan pengaburan konsep tauhid dan jihad dengan membuat pelarangan berdirinya organisasi-organisasi islam untuk menghentikan buah pikir yang telah di gagaskan oleh Abu Daud tadi.
Restriksi ini membuat para ulama di aceh berang dan ingin mengadakan pembaruan perjuangan melawan penjajah Belanda. Maka, atas inisiatif beberapa ulama yang dipeloporo oleh Teungku Abdurrahman lahirlah sebuah organisasi yang bernama PUSA(Perkumpulan Ulama Seluruh Aceh), dalam kongres pembentukannya, dipilihlah Abu Daud Beureueh sebagai ketua, yang mana PUSA inilah yang kelak menjadi motor perjuangan melawan penjajah Belanda.
Pada dasarnya PUSA didirikan atas dasar pilitik, hukum, sosial dan budaya. Di samping itu, dia juga untuk mempersatukan visi para ulama terhadap syariat islam dan memperbaiki program pendidikan agama di Aceh . Meski didirikan atas dasar demikian, maka tak urung pada akhirnya PUSA dimusuhi Belanda, itu semua karena gerakan PUSA berhasil mencerdaskan rakyat Aceh dan menanamkan semangat jihad yang tinggi melawan penjajah, hal ini menjadikan sosok Abu Daud sebagai tokoh dan aktor utama PUSA yang paling diincar oleh pemerintah kolonial Belanda.
Hingga pada akhirnya, Abu Daud di lumpuhkan secara sistematis oleh beberapa pihak, dan kemudian meninggal pada tanggal 10 juni 1987 dalam keadaan buta-menurut beberapa referensi, buta disini tidaklah alami,melainkan ada pihak yang merencanakannya – dan dalam suatu prosesi pemakaman yang sangat sederhana tanpa penghormatan yang layak dari orang-orang yang sudah terkontaminasi ide-ide sekuler. R William Liddle yang sempat menghadiri upacara pemakaman Teungku Daud Bereueh menggambarkan bagaimana mengenaskannya saat-saat akhir dan pemakaman pemimpin Aceh yang terbesar di paruh kedua abad keduapuluh. ”Saya hadir di situ, antara lain, sebagai ilmuan social dan politik untuk mengamati sebuah kejadian yang bersejarah, yang mungkin akan melambangkan sesuatu yang lebih besar dan penting dari upacara pemakaman biasa. Namun-menurutnya-dalam kenyataannya, meninggal Teungku Abu Daud Beureueh adalah meninggalnya seorang suami dan ayah yang dicintai, seorang alim yang disegani, dan seorang pemimpin masyarakat yang dihormati.”
Namanya takkan pernah dilupakan masyarakat. Sejarah telah mencatat, beliau adalah seorang ulama sekaligus umara besar yang ada pada masanya.Seseorang yang paling ditakuti kolonial Belanda karena ketegasan dan kepemimpinannya, kecintaan masyarakat kepadanya takkan pernah sirna.
Sebuah Masjid dengan nama Baitul A’la lil Mujahidin menjadi sejarah bisu bagi masyarakat atas perjuangan Teungku Daud Beureuh di bumi s
erambi Makkah ini.