Siang itu saya melangkah meninggalkan kampus dengan tujuan Bank Chaabi. Bank Chaabi adalah tempat kami—para penerima beasiswa dari Kementrian Pendidikan Kerajaan Maroko— mengambil beasiswa. Kami diberikan beasiswa tiap dua bulan sekali sebesar 1500 MAD. Alhamdulillāh ‘alā kulli hāl.
Sesampainya di bank, waktu menunjukkan pukul 12.30 GMT+1. Ketika sudah mulai melangkahkan kaki memasuki bank, saya langsung dicegat oleh satpam. Dia mengucapkan kata-kata yang sangat sulit untuk dicerna. Dengan gaya bicara orang Maroko pada umumnya dipadukan dengan kecepatan berbicara di luar rata-rata ia berusaha menjelaskan bahwa sekarang sedang tidak bisa mengambil uang beasiswa. Sekiranya hanya itu poin pembicaraan yang bisa saya tangkap. Saya yang masih sangat sulit memahami apa yang ia katakan, berusaha menanyakan apa alasannya. Ia pun kembali menjelaskan dengan bahasa Dārijah-nya. Saya hanya terdiam seperti orang kebingungan.
“Maaf, Sīdī! Bisa ngomong pake bahasa Arab fuṣḥa aja, gak?” ucap saya yang sudah lelah berusaha memahami apa yang ia katakan.
“Hmm, kamu bisa bahasa Prancis, gak?” ucapnya yang buat saya semakin terheran-heran.
Saya pun memutuskan mengakhiri pembicaraan ini dan kembali ke rumah.
Saya tak abis pikir. Seorang petugas salah satu bank terbesar di Maroko tak mampu berbicara dengan bahasa Arab fuṣḥa (resmi).
Beberapa bulan setelah itu, keheranan saya semakin berkepanjangan karena penuturan salah satu teman sekelas saya di kampus. Ia mengatakan bahwa ia kesulitan berbicara bahasa arab fuṣḥa. Ia juga mengakui kalau bahasa Arab adalah bahasa tersulit di dunia. Tak hanya sekali, hal senada juga dikatakan oleh salah satu pedagang di Medina Qadima Fesketika sedang menawarkan dagangannya kepada saya. Ia bahkan mengatakan bahwa ia merasa lebih mudah berkomunikasi dengan bahasa Inggris daripada harus menawarkan barang-barang yang ia jual menggunakan bahasa Arab fuṣḥa.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya menemukan sebuah artikel yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan di atas. Dalam artikel itu disebutkan bahwa krisis penggunaan bahasa Arab fuṣḥa di Maroko benar-benar nyata—hal ini juga terjadi di negara-negara Arab lainnya— sebagaimana penuturan Abdul Qadir Al-Fasi Al-Fihri—salah satu pakar bahasa di Maroko—. Memang benar, kerajaan menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan. Akan tetapi, kenyataan berkata lain, banyak sekali sektor-sektor penting di Maroko meninggalkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi.
Bahasa Arab berada dalam kondisi yang terancam karena mulai ditinggalkan oleh sekolah-sekolah, lembaga-lembaga resmi, dan urusan-urusan berkaitan dengan dunia bisnis. Kebanyakan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan bahasa Prancis. Pelajaran-pelajaran umum dipelajari dengan bahasa Prancis. Para wartawan dan penyiar radio terlena menggunakan bahasa Dārijah dan kelu lidahnya berbicara bahasa Arab fuṣḥa. Ketika mereka menggunakan bahasa Arab, banyak sekali kesalahan yang dapat kita temui. Tata bahasa yang berantakan dan kemampuan membaca yang sangat memprihatinkan bukan lagi hal yang jarang. Jadi sudah tak heran lagi kalau itu tersebar luas di lingkungan masyarakat.
Dalam artikel itu disebutkan, hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal:
1. Bahasa Arab fuṣḥa tersisihkan dari lembaga-lembaga Pendidikan,
2. Keterlambatan pengajaran bahasa Arab fuṣḥa untuk usia dini, dan
3. Tersisihkan oleh bahasa Dārijah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bahasa Prancis yang tersebar luas di berbagai sektor penting.
Lebih jauh dijelaskan alasan yang melatarbelakangi ini semua. Salah satu faktor penting yang menyebabkan kekacauan ini bisa terjadi adalah lemahnya pengajaran bahasa Arab fuṣḥa di sekolah-sekolah. Sekolah sebagai tempat dilahirkannya generasi di masa yang akan datang malah menjadi penyumbang kekhawatiran yang merobek identitas Maroko sebagai negara Arab. Banyak guru yang memiliki kemampuan bahasa yang lemah. Dan ya, apa yang bisa diharapkan dari kondisi guru yang memprihatinkan itu. Guru sebagai teladan benar-benar terealisasikan jika dilihat dari lemahnya kemampuan bahasa para muridnya. Akan banyak kita temui pelajar-pelajar Maroko yang kesulitan mengungkapkan isi pikirannya dengan bahasa Arab fuṣḥa. Dan itu berlanjut hingga mereka berada di bangku perkuliahan.
Hal itu saya alami langsung ketika berada di kampus. Ketika salah satu teman sekelas saya melakukan presentasi dengan menggunakan bahasa Dārijah, dosen kami ketika itu menegur mereka dan memerintahkan untuk melanjutkan presentasi dengan menggunakan bahasa Arab fuṣḥa. Apa yang terjadi setelah itu? Lidah mereka patah-patah melanjutkan presentasi. Presentasi dengan bahasa fuṣḥa itupun hanya bertahan beberapa menit saja. Sesi tanya jawab pun juga dilanjutkan dengan bahasa Dārijah.
Sekian saja. Terima kasih.
Wallāhu a’lam biṣṣawāb.
Nantikan promo-promo menarik di PPI Shop
Dapatkan Info-info terkini dari PPI Maroko
Memang lumayan ngeselin sih orang-orang Maroko yg kerjaannya ngomong darijah dan ketika disuruh bahasa arab fusha malah nawarin prancis, rasa pengen nonjok (berchandyaaa) eh tapi alhamdulillah di kampusku, mahasiswa dan dosennya bener bener anti darijah banget, mereka selalu berusaha untuk berbicara menggunakan arab fusha yang sangat fasih dan lancar…