Urgensi Ilmu dalam Kehidupan

Perubahan memang sebuah keniscayaan. Waktu akan terus mengantar detik jam untuk terus berputar, menuju gerbang waktu selanjutnya sehingga tak bisa dipungkiri, hal-hal fana akan terus berubah sepersekian detik, mulai dari lingkungan, teknologi, hingga ranah intelektual setiap masanya.

Pada abad ke-21 ini—yang ditandai dengan globalisasi—tentunya banyak sekali tantangan yang semakin kompleks untuk dihadapi. Dengan maraknya teknologi dan kecanggihan, seakan menimbulkan tanda tanya, mungkinkah kemandirian manusia akan berkurang?
Atau kecerdasan akan tergantikan dengan robot-robot pintar? Apakah wawasan ilmiah manusia akan merosot?

Belakangan ini dunia maya ramai dengan berita robot pintar AI yang bahkan menurut sumber di Okezone.com, diprediksi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, sebanyak 23 pekerjaan akan hilang pada 2024 digantikan oleh robot AI. Ini menjadi menarik tentunya karena semakin teknologi memanjakan kita, semakin merosot pula intelektual kita sebagai manusia. Tanpa kita sadari, kita kehilangan peran di muka bumi sebagai “hayawan natiq“.

Dari fakta tersebut, saya sedikit berpikir akankah terus relevan intelektualitas manusia di hadapan zaman yang super canggih ini? Hematnya, sebuah wawasan intelektual akan terus relevan sepanjang dimensi waktu, tergantung bagaimana manusia mengimplentasikan sesuai dengan konteks keadaan yang terjadi. Penerapan suatu wawasan perlu menyesuaikan objek keadaannya atau biasa disebut dalam Ilmu Balaghah “muqtadhal maqom” (sesuai tingkatan nya). Salah satu indikasi bahwa ilmu akan terus relevan, kita bisa mengacu maqolah Arab yang pernah diucapkan oleh KH. Husein Muhammad dalam satu kesempatan.                                             

القلم أبقى والكلام أكثر هذرا                                                                                                  

“Jejak pena itu abadi dan ucapan acapkali tak karuan.”

Ini adalah salah satu bukti nyata bahwa wawasan ilmiah akan terus relevan. Dengan karya ilmiah, seseorang bisa menebarkan kebermanfaatan yang terus melaju sepanjang masa. Dengannya, seorang bisa mendeskripsikan pengetahuannya yang kemudian dibaca dan dipahami oleh pembaca, tersalurkan wawasan-wawasannya dari zaman ke zaman. Tentunya menjadi kesadaran kita bersama, bahwa salah satu sebab kebermanfaatan yang terus relevan di dunia maupun akhirat adalah ilmu sebagaimana maqolah Imam Syafi’i.

من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم ومن أرادهما فعليه بالعلم

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barangsiapa ingin keduanya maka harus dengan ilmu.”

Maqolah ini seakan melahirkan rasa optimisme, bahwa dunia dan seisinya akan takluk dengan ilmu. Intelektual manusia adalah anugerah sekaligus identitas manusia itu sendiri. Oleh karenanya, benang merah dalam menghadapi tantangan zaman adalah ilmu sebagai roda yang mengantarkan ke mana ia harus melangkah di tengah arus jalan yang berarah.                                             

Peran intelektual akan terus relevan sepanjang zaman. Tugas kita adalah menjadi terdidik dan meningkatkan ruang pendidikan sebagai sarana untuk mencetak generasi-generasi yang terdidik. Senada dengan hal ini, saya teringat maqolah dari salah satu kyai saya, KH. Maimoen Zubair, “Ga usah mikir dadi opo, ngajio sing tenanan. Sesok ngko iso dadi opo-opo (tidak usah berlebihan memikirkan besok jadi apa, belajarlah yang sungguh, besok akan bisa jadi apa pun). Intisari yang diambil dari maqolah beliau adalah begitu urgen peran ilmu dalam diri insan sebagai sandaran untuk mengarungi kehidupan.                      

Seseorang yang hidupnya tanpa ilmu layaknya mayit yang berjalan, karena modal kehidupan adalah ilmu. Seperti yang kita ketahui bersama, Allah menganugerahkan orang-orang yang berilmu derajat yang tinggi, bahkan mereka disifati dengan orang-orang yang paling takut dengan Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Fatir ayat 28.

Sebagai makhluk potensial yang dianugerahi kekayaan intelektual, maka usaha memperkaya wawasan keilmuan adalah representasi dari wujud syukur kita sebagai manusia. Secanggih apa pun teknologi, ia tetap tidak akan menyaingi wawasan manusia, serumit apa pun problematika akan tuntas dengan wawasan manusia. Dengan ilmu pulalah, manusia tertuntun ke mana ia harus melaju dalam kehidupan yang penuh ambigu. Karena pada hakikatnya, kehidupan adalah puzzle-puzzle berserakan yang dirapikan dengan kebermanfaatan, dilandasi dengan keilmuan, untuk menjadi khairul insan.

Nantikan promo-promo menarik di PPI Shop

Dapatkan Info-info terkini dari PPI Maroko

Tag Post :
Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *