Selain terkenal dengan sebutan negara seribu benteng, Maroko juga terkenal dengan seribu zawiyahnya. Zawiyah-zawiyah inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan keilmuan di negara yang berbatasan langsung dengan Spanyol ini.
Zawiyah secara etimologi berarti pojokan (الركن من المكان). Sedangkan secara istilah menurut Syaikh Hasan al-Yusi (1102 H) kata zawiyah tidak memiliki arti yang jelas secara syara’, akan tetapi maknanya tersusun dari arti. Pertama, zawiyah bisa diartikan sebagai menyibukkan diri hanya untuk menyembah Tuhan serta menjauhi segala bentuk kesibukan duniawi. Kedua, zawiyah juga bisa dimaknai memberikan makanan, bersedekah atau memuliakan tamu.
Istilah zawiyah sebenarnya baru ada pada abad ke tujuh, yang sebelumnya zawiyah lebih dulu dikenal dengan sebutan ribat. Kalo di Indonesia mungkin bisa kita katakan semacam mushola atau surau, yang digunakan sebagai sarana nular kaweruh alias tempat belajar dan mengajar. Di Maroko ada begitu banyak zawiyah, antara lain zawiyah at-tijanniayah, darkowiyyah, ghumariyyah, an-nashiriyyah dan masih banyak lagi.
Pada kesempatan kali ini al-fakir akan sedikit bercerita tentang zawiyah an-nashiriyah yakni salah satu zawiyah tertua yang ada di Maroko. Para ahli sejarah melaqobi zawiyah ini dengan sebutan ummu zawaya yang berarti ibunya zawiyah di negara jajahan Perancis ini, sebab banyak para ulama mumpuni yang lahir dari tempat ini, salah satunya yakni al-‘Alim Hasan al-Yusi al-Magribi. Di zawiyah an-nashiriyah ini dulunya sangatlah kaya dengan manuskrip-manuskrip kuno, kurang lebih 10 ribu banyaknya, akan tetapi sampai saat ini hanya tersisa 4 ribu manuskrip saja, disebabkan sebagian besar manuskrip telah dipindahkan oleh pemerintah Maroko ke perpustakaan kerajaan yang berada di ibu kota rabat agar mendapatkan perawatan yang lebih baik. Zawiyah ini dibangun oleh Syaikhul kabir Umar bin Ahmad al-Anshori pada tahun 1575 M di Desa Tamgrout yang terletak kira-kira 18 km sebelah timur dari Kota Zaguroh tenggara Maroko. Zawiyah an-nashiriyyah ini memiliki sebuah perpustakaan yang telah menjadi surganya manuskrip serta menjadi rujukan bagi para peneliti manuskrip-manuskrip kuno. Menurut Muhammad bin Nasir salah seorang penjaga perpustakaan ini ketika diwawancarai koresponden salah satu media cetak mengatakan bahwa: paling bagus-bagusnya manuskrip adalah manuskrip yang terbuat dari perkamen (kulit) hewan. Dan semua itu ada di perpustakaan ini. Beberapa koleksi manuskrip yang ada di tempat ini seperti mushaf al-Quranul al-Karim yang ditulis diatas kulit kijang dengan menggunakan khot Andalusia dan potongan-potongan kitab al-muatho karya Imam Malik bin Anas riwayat Yahya bin Yahya al-Laitsy yang ditulis dengan khot andalus kuno, keduanya masih terjaga sangat baik di perpustakaan nashiriyyah hingga saat ini. Beliau juga menambahkan bahwa sebagian manuskrip yang ada diperpustakaan ini juga ada yang ditulis dengan menggunakan tinta emas seperti kitab shohih bukhori karya Imam Bukhori dan kitab nasimul riyadh syarah qodhi iyyad.
Nah……menarik bukan, Maroko memiliki begitu banyak misteri dan rahasia yang perlu diungkap. Mulai dari sejarahnya sampai jejak-jejak keilmuannya para ulamanya. Jadikanlah Maroko sebagai sebuah perpustakaan yang amat besar, jangan ada lagi kata-kata numpang tidur atau hanya lewat, ambil ilmu sebanyak banyaknya dari perpustakaan nan megah ini, simpan baik-baik semuanya dan bawa pulang ke bumi tercinta Indonesia.
Kenitra, 00.00 8 Ramadhan 1441
Zawiyah Hay