Mingguan Menulis – Penyair yang tertidur

Oleh: Afika Afdiana Khumaidi

Pada figuran berdinding kaca

cakrawala langit mencumbu laut biru

debar-debar waktu

langkah satu-satu

menuju pangkuan-mu
Pejamkan mata sejenak maka kau akan merasakan kehidupan yang begitu dahsyat dalam mimpi dialam bawah sadar sana.

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna diantara ciptaanNya, dengan demikian derajatnyapun tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Kesempurnaan yang dimiliki manusia tentu tidak ada lisensinya sebagaimana produk atau karya dari manusia itu sendiri, namun indikasi manusia sempurna yang paling tepat adalah berdasar pada ketaqwaan yang dimilikinya.

Ketika Aku memuji sebuah Bintang dengan kata dan memperhatikan nya dengan sebuah kalimat, selalu terbesit bahwa Bintang itu hanya berwarna satu di atas langit sana. Yang Aku lihat, itu lah yang ku percaya. “Begitu lah bentak hati dalam diam”. Good readres yang Budiman jika belum percaya dengan eksperimen ini dan penemuan tentang warna Bintang itu silahkan dicoba ketika malam tiba.
Apapun itu hasil nya simpan saja dalam hati jangan di ungkapkan ketika berbeda visi, Sang kuasa lebih menahu hati jika perbedaan dapat membuat manusia mencaci maki.

Kata yang selalu disandingkan dengan pemanis rasa romantis, bak Roman Picisan gadungan yang ada di Bumi Maghrib. Pujaan nya hanyalah satu “Bintang putih” yang terus menjadi pesona warna-warni kehidupan.

Kadang kala, Bintang itu seakan mengajak bicara melantur kan kata-kata tak jelas yang tak dapat di pahami manusia. Kata yang tak berwujud manusia dan kata yang tak berwujud mahluk halus teman setia. Tidak! kata yang beresensi cinta dan gengsi, mengeluh-pilu,gembira-ria, atau bahkan membuat Sang pemuja ketawa-terbahak. Membaca ulang kata demi kata Sang pemuja menjadi tergila dengan ukiran kata yang tak sempat terfikirkan sebelum nya. Menjadikann nya motivasi tersendiri bahwa akan ada keajaiban di malam hari ketika Bintang Putih itu muncul untuk mengenyam kata-kata yang berpeluk kasih dan sayang, jatuh dan cinta, patah dan sakit, sampai terlena dan mati.

“Jika kau ada disana maka kata ini mewakili perasaan ku untuk menyempurnakan cinta pada kekasih”.

Sang pemuja yang tak di puja, Sang kekasih yang tak pernah merasa dikasihi. Ah, memang kehiduapn kejam ada nya. lagi-lagi Bintang Putih itu tempat kembali mengeluh, merangkai kata dan menjelma suara yang tak dapat dapat lagi mengalahkan keras nya jiwa dalam berontak.

“Jika paras mu anggun, maka Aku mencoba melawan hawa nafsu, jika kekasih mu menunggu jangan dianggap itu hanya harapan palsu”

Siapa tau kata menjelma manusia malam, saat langit telah gelap ia mendatangi Sang pemuja. Sang kuasa memberikan ruh pada kata untuk berbicara dan menjelaskan yang kongkrit bahwa kata yang sebenarnya hanyalah sampah yang tak perlu lagi dibangkitkan. Biarkan Ia melantur dengan tepi yang tak mengenal titik,koma. Isi dalam kalimat utama nya candu rindu kepada Sang pemuja yang mabuk keparat cinta, dengan sayang yang terbalaskan pada dendam yang mendarah daging iri dan benci, sampai akhir kata mutiara terlontarkan kata kebencian kepada Sang pemuja bahawa Penghianat cinta lebih kejam dari cinta yang berujung hanya dengan kata.

“Prioritas cinta hanya kepada Sang sempurna, maka cintailah yang lebih sempurna, bukan pada hamba yang tak ada Sejarah manusia sempurna”

Aku yang kini bukan “kita” untuk mu, kau yang tak sempurna dan aku yang lebih tak sempurna. kau yang telah membuat kata “kita” dengan nya, kini duka milik ku.

Nyaman kau buat perlahan,Aku yang terpenjara oleh senyum mu. Sang pemuja yang membuat tawa ku tak tertahan momen lucu yang ku kenang selalu. Dan akhirnya aku hanya bisa membungkus kisah cerita dan tawa di bawa senja yang akan ku ceritakan ulang tentang kekecewaan kepada Bintang putih yang akan datang ketika malam gelap tiba.

“ Keabadian selalu Aku hayalkan,sampai ku menutup mata. Dan ketika Aku membuka mata kita bertatap kembali dialam yang berbeda. Berdua. Selamanya.”

Kini hanya bersahut-sahutan hati yang teramat rindu, menanti takdir berbicara akan kepastian ingatan beberapa memori yang telah berlalu. Menatap langit berharap ingin bertemu.

Masih dalam mimpi,Sang pemuja kata menjelma Penyair yang tertidur. Ia berkata  “Dan jatuh cinta yang paling indah adalah jatuh cinta diam-diam.”
Sekian.


Tanger,3 Mei 2019

Tag Post :
Karya,Minggu-an Menulis,Sastra

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *