Kata demokrasi berasal dari bahasa yunani yakni “δημοκρατία” (dēmokratía), yang secara harfiah berarti “Kekuatan Rakyat” (dêmos artinya rakyat, sedangkan kratos berarti kekuatan). Demokrasi sudah sangat awam dalam dunia politik, demokrasi sendiri seringkali kita kita artikan sebagaimana ucapan mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln “Democracy is the government of the people, by the people, for the people.” Yang berarti, Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang di bentuk dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga rakyat lah yang memiliki peran terpenting dalam berdemokrasi dan rakyat juga yang memiliki tanggung jawab terbesar di dalamnya.
Demokrasi “Zaman Now”
“Zaman Now” adalah kata yang paling sering kita temui belakangan ini, yang mana kata ini selalu saja di kaitkan dengan situasi yang sedang terjadi dizaman sekarang, lalu bagaimana kah situasi demokrasi negara kita di zaman media sosial ini?
Tidak bisa di pungkiri bahwasanya Media Sosial memiliki peran besar di hampir semua aspek kehidupan kita, menurut laporan Tetra Pak Index 2017, tercatat 132 juta pengguna internet, 40% diantaranya merupakan pengguna aktif Media Sosial, yang di dominasi oleh Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan Whatsapp. Terlebih lagi teknologi yang terus menerus menyesuaikan kebutuhan manusia amat sangat mendukung para masyarakat untuk lebih aktif dalam sosial media, Tetra Pak Index juga mengungkap bahwa pada tahun 2017, rata-rata pengguna sosial media tiap bulannya mencapai angka 106 juta, dimana 85% diantaranya mengakses berbagai jenis Media Sosial melalu perangkat seluler. Angka-angka ini menujukkan perkembangan yang sangat tinggi dibandingkan dengan data pengguna internet di tahun sebelumnya. Fakta statistik yang ada ini semakin menguatkan posisi Media Sosial di kehidupan kita, pengaruh yang dihasilkan darinya pun bisa menimbulkan dampak yang luar biasa, dan ini berlaku di hampir seluruh bidang, termasuk bidang sosial dan politik.
Sosial Media dan Demokrasi memiliki korelasi yang sangat jelas, karena dengan adanya sosial media, rakyat lebih bisa mengakses informasi, dan lebih leluasa pula untuk menyampaikan aspirasi maupun reaksi.Pihak pemerintah pun amat sangat terbantu dengan adanya Media Sosial, berbagai berita dapat didapatkan dengan mudah, sehingga mempermudah pemerintah untuk mengawasi dan mengontrol daerah-daerah yang lumayan jauh dari lokasi admisitrasi pusat di berbagai lapisan pemerintahan. Media Sosial juga mempermudah jalannya sosialisasi dan penyampaian kebijakan dari pusat. Ini hanya sebagian kecil dari bermacam-macam keuntungan yang di bawa oleh Media Sosial terhadap demokrasi negara.
Yang perlu di garis bawahi adalah, kita harus luar biasa berhati-hati dengan Media Sosial, karena bermain dengan Media Sosial sama saja bermain dengan pisau bermata dua, dibalik semua sisi positif yang datang dari Media Sosial, terdapat amat sangat banyak hal-hal negatif yang justru dapat merusak kedua belah pihak, baik rakyat maupun pemerintahan. Ini bukan hal yang asing lagi, mengingat telah banyak kasus-kasus di dunia politik yang justru semakin memburuk karena mudahnya masyarakat untuk menggunakan Media Sosial. Kita ambil saja satu contoh kecil dari yang terjadi tahun silam, yang di kenal dengan peristiwa “Kartu Kuning Jokowi”,dimana salah satu mahasiswa Universitas Indonesia dengan lancangnya memberikan kartu kuning kepada Presiden Republik Indonesia sebagai tanda peringatan keras terhadap kinerja pemerintah. Dengan adanya media sosial, video bukti kejadian ini dapat dengan mudah menyebar ke seluruh penjuru Indonesia, hal ini lah yang dimanfaatkan banyak pihak untuk memprovokasi rakyat dan pemerintah untuk kepentingan politik, tidak hanya itu, semua ini juga menimbulkan banyak kesalah pahaman di berbagai lapisan masyarakat yang ujung-ujungnya menggiring untuk menyalahkan satu sama lain. Selain itu ada juga “#2019gantipresiden”, Ini merupakan ancaman besar bagi negara kita yang notabene menganut sistem Demokrasi. Permasalahan ini tidak akan menjamur dan semakin memburuk kalau saja Sosial Media belum semaju ini.
Partai politik menjadi salah satu pihak yang kerap memanfaatkan kemudahan berhubungan sosial dengan masyarakat melalui berbagai Media Sosial. Mereka dapat lebih mudah mengetahui kebutuhan rakyat, mereka juga dapat lebih mudah menganalisa suara rakyat, dan mereka juga bisa lebih leluasa berkomunikasi dengan rakyat luas sekaligus mengkampanyekan diri. Ironisnya, semua kemudahan ini justru dijadikan senjata untuk menjatuhkan satu sama lain, mengingat Media Sosial merupakan ruang yang paling efektif untuk menyebarkan Hoax dan berita provokatif, inilah salah satu sisi gelap dari Media Sosial yang selalu di salah gunakan para oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Dan sekali lagi hal inilah yang benar-benar merusak sistem berdemokrasi di Indonesia.
Kalau kita cermati lagi, sudah sejak dua pemilihan umum nasional terakhir (2009 dan 2014) media sosial menjadi suatu ranah baru yang perlu diperhitungkan.Pasalnya, dalam dua pemilu terakhir itu kita melihat penggalangan massa kampanye dalam bentuk pawai, pertemuan besar di lapangan terbuka, dan sebagainya, mendapat saingan berat dengan adanya media sosial, yang telah menghasilkan lapangan baru untuk berkompetisi, saling cari simpati, serta mencerca para pesaing.
Kebebasan berdemokrasi di zaman modern ini menjadi jauh lebih luas semenjak Media Sosial memegang bagian penting di dalam kehidupan bermasyarakat, berbagai aspiriasi maupun kritikan dapat dengan mudahnya disampaikan dan dilihat secara luas, seakan tiada batasan sama sekali dalam berdemokrasi di zaman sekarang ini, siapapun dia, selama ia memiliki akun media sosial, ia bisa dengan mudahnya mengemukakan pendapat dan bisa juga untuk mengkritik hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan,bahkan tidak sedikit dari mereka yang dengan leluasanya menyebarkan kebencian terhadap satu pihak ataupun menunjukkan fanatisme terhadap pihak lain. Etika-etika berdemokrasi yang seharusnya bisa membatasi penyelewengan yang ada kini telah hilang tenggelam oleh kebebasan berdemokrasi melalui Media Sosial.
Generasi Muda “Zaman Now”
Perkataan presiden pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno “Berikan aku 10 pemuda, akan ku goncangkan dunia.” Itu bukan sekedar semboyan yang digunakan untuk membakar semangat, itu juga mencerminkan betapa hebatnya sosok generasi muda bagi suatu bangsa. Tidak perlu di pungkiri lagi, generasi muda telah banyak memberikan kontribusi bagi Negeri kita ini. Kemerdekaan tidak akan kita gapai kalau tanpa semangat juang dari pada pemuda-pemudi pada waktu itu.Dan sampai sekarang pun generasi muda masih menjadi sosok yang di perhitungkan untuk membangun kualitas berbangsa dan bernegara.
Menjadi generasi muda kadang hanya di pandang sebelah mata, tidak sedikit generasi muda yang menghabiskan waktu mereka hanya untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan sampai merusak masa depan mereka sendiri, sekolah hanya dianggap sebagai formalitas semata, pergaulan kini sudah semakin tidak terkontrol, serta akhlak mereka yang kian menipis sedangkan gengsi selalu di junjung tinggi. Segolongan dari mereka hanya menjalani masa mudanya untuk sekedar mengikuti popularitas yang ada, mereka cenderung bertindak semau dan sesuka nafsu mereka. Mereka lupa bahwasanya generasi muda bukan sekedar bagian dari bangsa Indonesia, lebih dari pada itu, generasi muda adalah masa depan bangsa, yang mana merupakan aset terpenting bangsa.
Media Sosial di era ini sudah merupakan hal yang wajib dimiliki bagi setiap kaum muda, sehingga berbagai pengaruh buruk dari Media Sosial itu sendiri lebih dominan menyerang generasi muda. Secara tidak langsung kita juga bisa menilai kualitas pemikiran para generasi muda era ini dari cara mereka menujukkan diri dalam ber-Media Sosial. Kita lihat saja di lingkungan sekitar kita, betapa banyak para generasi muda yang selalu di labeli dengan “generasi merunduk” dimana sebagian besar dari mereka kini telah menjadi pecandu Smartphone khusus nya Media Sosial, ini tidak sepenuhnya salah, yang salah adalah mereka yang justru tenggelam ke dalam sisi buruk Media Sosial, bisa kita lihat secara jelas, beberapa kaum muda kita cenderung memanfaatkan Media Sosial untuk mencari sensasi dan ketenaran, kehidupan di dunia maya jauh lebih aktif dari kehidupan di dunia nyata, mereka semakin berani untuk melontarkan kritik tak beralasan bahkan hinaan di Media Sosial, mereka lebih agresif untuk menjatuhkan satu sama lain, dan masih banyak lagi. Kita tengok sedikit Sosial Media secara umum, para generasi muda lebih senang mengkritik dan menyalahkan, seakan ini sudah menjadi hobi baru di kalangan muda Indonesia, namun sebaliknya mereka yang datang dengan solusi hanya segelintir orang saja. Ini merupakan penyakit generasi muda kita, dan demokrasi merupakan salah satu korban darinya. Walikota Bandung, Ridwan Kamil pernah berkata dalam satu kesempatan “Negeri ini butuh pemuda pencari solusi, bukan pemuda pemaki-maki.”
Generasi Muda dalam berdemokrasi
Kalau lihat lagi sejarah Indonesia, peran para pemuda amatlah besar dalam proses demokrasi. Dengan penuh idealisme dan juga semangat, kaum muda Indonesia pada waktu itu menjadi pelopor kemerdekaan Bangsa Indonesia dan melepaskan negara dari penjajahan. Kemudian sejarah juga mencatat berawal dari Sumpah Pemuda, peristiwa Malari sampai jatuhnya Orde Baru semua karena campur tangan pemuda. Dengan latar belakang tersebut, maka pemuda sebagai aset bangsa dan sebagai pondasi dan pilar kekuatan perubahan, akan turut andil dalam partisipasi politik secara nyata di dalam suatu negara. Seyogyanya fungsi pemuda adalah sebagai kontrol sosial terhadap suatu demokrasi. Pemuda harus mampu memegang peran strategis untuk ikut terlibat dalam proses demokrasi yang menjunjung tinggi nilai nilai keadilan berbangsa dan bernegara.
Dunia politik nasional dan Lokal dewasa ini mulai diisi oleh generasi muda yang tentunya bukan hanya sekadar hadir untuk pemenuhan kuota politik semata, melainkan berupa upaya untuk menjadi pengambil keputusan dalam setiap momentum.
Sudah berapa banyak aksi unjuk rasa yang dipelopori oleh kaum muda, saya rasa hampir di setiap daerah telah terjadi demo-demo yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan ada juga yang mengekspresikan bentuk protes mereka terhadap aparat daerah. Semangat anak muda yang selalu menggebu-gebu menjadi salah satu faktor pendorong untuk ikut andil dalam berdemokrasi, hampir disetiap kesempatan, mereka lah yang berdiri di garda paling depan untuk mewakili suara rakyat, mayoritas dari mereka berasal dari para pelajar perguruan tinggi yang tentunya memiliki semangat membara serta pemikiran yang cukup kritis.Ini jelas menunjukkan betapa besarnya kekuatan jiwa muda terhadap demokrasi bangsa, tidak heran kalo para oknum-oknum politik kerap kali mencuri kesempatan untuk menjatuhkan lawannya dengan menginterpensi pergerakan kaum muda.
Generasi muda kita pada dasarnya sangat reaktifterhadap permasalahan masyarakat yang berkenaan dengan rasisme baik dalam agama, suku, maupun budaya, namun ini lah tantangan utama dari demokrasi di negara kita, bangsa kita terdiri masyarakat yang berbeda agama maupun suku, sehingga pandangan kita relatif berbeda dan banyak pula yang justru bertentangan. Permasalahan ini cenderung di jadikan sebagai cela untuk menanam bibit pertikaian demi menguntungkan satu pihak, dan Media Sosial adalah wadah yang paling efektif untuk merealisasikan semua tindakan provokatif dari para pihak yang tidak bertanggung jawab.Kasus “Perlawanan Cicak vs. Buaya”, “Penistaan Agama”, dll. Disini Media sosial memang bertujuan untuk memberikan informasi secara jelas kepada masyarakat luas, namun semua itu justru dianggap oleh para pihak “ketiga” sebagai peluang besar untuk menjalankan permainan politik mereka.
Demokrasi sendiri membutuhkan kekuatan penuh dari rakyat secara menyeluruh, tanpa mengkhususkan satu sama lain. Dalam hal ini peran para generasi muda amat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas berdemokrasi kita di negeri ini.
Generasi Muda yang paham berdemokrasi
Perlu di ingat bahwa kita sebagai masa depan bangsa seharusnya berperan besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi di negeri ini, tidak sekedar berkoar-koar dalam orasi dan demostrasi tanpa paham betul arti berdemokrasi, kita juga perlu mendalami hakikat dari berdemokrasi, dan juga tujuan dari demokrasi itu sendiri. Jangan sampai kita hanya sekedar berargumen dan bereaksi tanpa arah dan tujuan pasti. Apalagi di musim-musim politik sekarang ini, kita harus amat sangat berhati-hati dalam mengambil langkah terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan berbangsa dan bernegara, karena banyak pihak yang cenderung memanfaatkan para jiwa muda dimasa-masa seperti ini
Memang naluri manusia secara tidak langsung memaksa kita untuk mempertahankan pendapat kita, namun perlu diingat lagi kalau pilihan kita menentukan masa depan bangsa, bukan hanya masa depan kita sendiri. Sebagai generasi muda yang paham berdemokrasi kita, yang harus kita tekankan dalam diri kita adalah :
1. Kita harus sepenuhnya jujur terhadap diri kita sendiri, jangan sampai hanya karna kita sedang berada di pihak kita sampai menutup mata kita untuk membenarkan pihak yang lain. Kita tidak boleh semerta-merta mengingkari kekurangan-kekurangan didalam pihak kita sendiri
2. Kita harus benar-benar objektif dalam menilai, jangan pernah memandang dunia politik hanya dari satu sisi saja. Karena di dalam dunia politik, tidak ada yang hitam sepenuhnya hitam, dan tidak ada yang putih sepenuhnya putih.
3. Dalam menyampaikan kritik, pendapat maupun berkomentar jangan sampai kita terlihat bodoh karena kelakuan kita sendiri. Kita harus realistis dan faktual, jangan hanya bergantung pada kejelekan satu sisi saja.
Di era modern ini, media cukup menunjukkan semua kejelekkan dari si A dan menutup semua kebaikannya maka masyarakat akan serta merta membenci si A. Dunia politik di era Sosial Media amat lah berbahaya, kita harus super hati-hati apabila terjun di dalamnya. Jika pihak media telah di interpensi oleh pihak lain, hakikat kebenaran akan semakin susah di dapatkan, karena pihak media bisa membentuk opini masyarakat seperti apa yang mereka inginkan, mereka akan dengan mudah mengontrol pola pikir masyarakat terutama dalam dunia politik.
Kalau kita merasa sebagai masa depan bangsa, kita harus menganggap penting yang namanya demokrasi di negara kita ini, baik dalam dalam bersosial media maupun dalam tindakan yang nyata. Salah satu wujud kecilnya adalah dengan berpartisipasi dalam Pemilu, memang kalau secara matematis, satu suara tidak ada artinya apabila di bandingkan dengan 300juta lebih suara, tetapi tidak berpartisipasi dalam pemilu menyebabkan cela besar untuk terjadinya kecurangan dalam dunia politik, pihak ketiga bisa dengan mudah memanipulasi suara-suara yang tidak terpakai. Kalau sudah terjadi kecurangan, pihak yang paling pantas disalahkan adalah diri kita sendiri, kenapa kita tidak menggunakan hak suara kita? Hal-hal kecil seperti ini lah yang menyebabkan kehancuran berdemokrasi di negara kita. B.J Habibie pernah berkata “Hanya anak bangsa sendiri lah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin mengharapkan dari bangsa lain.”