Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau difabel selama ini hanya terbatas di Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini menyebabkan kesenjangan antara penyandang difabel dan siswa normal. Pada tahun 2009, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Apa itu pendidikan inklusif? Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memungkinkan ABK untuk masuk kelas reguler tanpa dibeda-bedakan. Salah satu aktivis yang memperjuangkan pendidikan inklusif adalah Ny. Hj. Hindun Anisah, MA.
Bunda Hindun, sapaan akrab beliau dikalangan santrinya, adalah salah satu inisiator diadakannya Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1974. Putri dari Gus Nasih Hamid dan Ny. Hj. Durroh Nafisah Aly ini, sejak kecil sudah diasuh oleh kakeknya KH. Abdul Hamid di Pasuruan. Besar di lingkungan pesantren, Hindun kecil sering mengikuti kakeknya mengisi pengajaran di masjid. Meski begitu, dia tetap mengenyam pendidikan formal di SDI. Ia sudah mulai menyetorkan hafalan Alqurannya kepada neneknya Ny. Hj. Nafisah. Lulus sekolah dasar, Hindun melanjutkan pendidikannya di Madrasah Mu’allimat Tambakberas, Jombang. 3 tahun bersekolah di Jombang, ia lalu memilih untuk melanjutkan sekolah menengah atasnya di MA Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta, lalu melanjutkan studinya di IAIN Sunan Kalijaga dan pascasarjana di Amsterdam University, Belanda.
Pada tahun 1998, beliau dipersunting oleh Nuruddin Amin, seorang aktivis muda dari Jepara yang satu almamater dengannya. Tahun 2003 beliau memutuskan untuk ikut suami boyong ke Jepara. Di sanalah beliau mulai aktif di dunia pendidikan. Bersama rekan-rekannya, beliau mendirikan PAUD Taman Balita Ceria pada tahun 2004. Beliau merasa prihatin dengan pendidikan anak usia dini di Jepara. Dengan jargon education for all, beliau mulai memperkenalkan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Selang turunnya Perturan Menteri No. 70 Tahun 2009, beliau mendirikan SD Semai, sekolah dasar inklusi pertama di Jepara pada tahun 2010. Di bawah Yayasan Semai, ada dua PAUD dan satu SD yang semuanya berbasis inklusi. Yayasan Semai tidak hanya memberi pendidikan untuk peserta didik saja, tetapi sering mengadakan parenting education untuk para wali murid. Dengan berkiblat ke ‘Sekolahnya Manusia’ nya Munif Chatib, beliau menerapkan metode pembelajaran berbasis multiple intelligences. Jadi tidak hanya terpaku pada kecerdasan logika seperti sekolah umum biasa, tetapi mengembangkan kecerdasan-kecerdasan lainnya. Beliau yakin anak yang tidak pandai matematika bukan berarti bodoh, tetapi pasti pintar dalam hal lainnya.
Berdasarkan ayat رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا””, beliau berpendapat bahwa tidak ada ciptaan Tuhan yang gagal. Bunda Hindun selalu memperjuangkan hak pendidikan bagi setiap anak. Beliau juga yakin bahwa anak berkebutuhan khusus pasti memiliki bakat tertentu yang bisa dikembangkan lewat pendidikan yang tepat. “Pendidikan untuk semua adalah keniscayaan,” tandas beliau.
Ditulis oleh Muhammad Arief Arafat
Ula Nihai Madrasah Imam Nafie Tangier
Angkatan 2018