Berkhidmah kepada Alam

Sementara orang ada yang beranggapan bahwa amal kebaikan hanyalah perintah Allah berupa rutinitas amalam yang setiap harinya mereka lakukan atau pada saat musimnya seperti sholat, puasa, zakat, haji, atau dalam istilah lain disebut dengan ibadah mahdhah, suatu ibadah yang menuntut hubungan antar hamba dan Tuhannya secara langsung, biasanya disebut dengan ibadah vertical. Anggapan seperti ini sedikit keliru, padahal terdapat amal kebaikan dari sisi yang lainnya yang juga diistilahkan dengan ibadah ghair mahdhah, ibadah yang selan menuntut hubungan antar hamba dan Tuhannya, juga menuntut adanya hubungan antar manusia dan sesama makhluk-Nya, dan juga biasanya disebut dengan ibadah horizontal. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman Q.S Hud [11]: 61
هُوَ اَنۡشَاَكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ وَاسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيۡهَا فَاسۡتَغۡفِرُوۡهُ ثُمَّ تُوۡبُوۡۤا اِلَيۡهِ​ ؕ اِنَّ رَبِّىۡ قَرِيۡبٌ مُّجِيۡبٌ‏ 
Artinya : “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”
Kalimat wasta’marakum fiiha menunjukkan perintah Allah Swt. kepada manusia untuk menjaga dan memelihara alam raya. Selama manusia masih diperintahkan untuk memelihara dan melestarikan alam, maka penafian atau mengkesampingkan segala bentuk urusan yang bersifat pribadi ataupun komunitas tertentu adalah lebih utama, karena aktifitas dan tugas pemakmuran alam ini adalah hal yang sangat penting. Setiap kita dituntut untuk selalu meningkatkan kretifitas diri, kualitas iman, dan mendayagunakan setiap potensi yang diberikan oleh Allah Swt. untuk berkhidmah dan mengayomi masyarakat luas dengan prinsip kemanfaatan dan kemashlahatan sosial.

Contoh kongkrit dalam kehidupan misalnya, ketika dalam perjalanan kehidupanmu, jika mendapati sumber mata air yang telah dikonsumsi oleh banyak orang maka janganlah merusaknya atau menyumbatnya dengan sesuatu diatas mata air tersebut. Mereka yang memiliki kecerdasan dan kepedulian social yang tinggi, akal dan pikiriannya bekerja cerdas dan mencari cara agar bagaimana sumber mata air yang tinggi diatas pegunungan dan jauh dari pemukiman warga dapat tersalurkan ke perkampungan sampai kepemukiman warga. Ketika mereka berhasil melakukan hal ini yang warga dan masyarakat adalah prioritas utamanya, dia dianggap telah memberikan kemashlahatan umat dan dianggap telah melestarikan alam.

Ayat ini ingin memberikan informasi dan arahan kepada kita bahwa setelah Allah menciptakan manusia yang merupakan bagian dari unsur bumi (tanah), Allah ingin memberikan tugas dan tanggungjawab kepada manusia sebagai apresiasi besar atas asal mula penciptaannya yaitu agar setiap makhluknya saling berinteraksi dan bersosialisasi antar satu dengan yang lainnya Q.S Al-Hujurat [49]: 13, kemudian membangun dan memelihara alam semesta dan segala isinya. Sekaligus mengisyaratkan bahwa tugas dan aktifitas ini merupakan bagian dari amal kebaikan yang berorientaskan penghambaan dan khidmah kepada Allah dan makhluk-Nya.

Dalam bersosial dan berinteraksi dengan alam, tentu saja kita harus lebih berhati-hati dan selalu waspada terlebih kepada sesama manusia yang lebih sensitive akan terjadinya gesekan, Q.S Luqman [31]: 13, belum lagi dorongan hawa nafsu yang benar-benar menjadi ujian, karenanya, pada lanjutan potongan ayat ini kita diperintahkan untuk senantiasa memohon ampun kemudian bertaubat, hal ini mengindikasikan bahwa manusia tidak dapat terlepas dari Tuhannya, manusia selalu membutuhkan Tuhannya, dan manusia memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan Tuhannya Q.S Al-Isra’ [17]: 70.

Selama manusia melakukan aktifitas dalam kesehariannya, berinteraksi dan bersosial dalam skala individu maupun komunitas luas, tidak ada jaminan akan selalu baik, berhasil, dan beruntung. Oleh karena itu, perintah Al-Qur’an tersebut sejatinya juga mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam setiap aktiftas yang kita lakukan, tidak sembrono, tidak merasa baik, merasa kuat, merasa benar, bahwa sejatinya manusia adalah lemah, banyak celah untuk melemahkan manusia, hanya Allah Swt. yang Maha Kuat dan Bijaksana dan Allah Swt. Amat dekat lagi Memperkenankan doa hamba-Nya, yang dapat melemahkan dan memberikan kemampuan kepada manusia dan yang akan senantiasa membimbing dan menolongnya agar dapat memelihara dan melestarikan alam semesta ini.

Ketika hal ini sudah saling sinkron, yaitu hubungan kedekatan antara manusia dengan Tuhannya, maka akan tercipta suasana lingkungan yang kondusif, relative aman dan damai. dengan pertolongan dan bimbingan dari Allah Swt., manusia dapat menjaga dan meletarikan alam, manusia dapat menerapkan prinsip universal dan nilai-nilai Al-Qur’an ditengah-tengah masyarakat dalam bersosial sehingga mereka yang berbeda suku, sekte agama, dan ideologi mendapatkan tempat dan porsi yang sama dalam problem kehidupan dan saling bersinergi untuk membangun dan memelihara lingkungan dan alam disekitarnya.
Selain itu, ayat ini juga memberikan pemahaman sekaligus ingin menegaskan bahwa manusia sesungguhnya telah dipercaya oleh Allah sejak awal penciptaannya untuk menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi yang akan bertugas membangun dan melestarikan seisi alam sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah Swt. melalui petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Q.S Al-Furqan [25]: 1-2. Melalui pernyataan ini, agaknya dapat kita katakan bahwa sebenarnya, tujuan pendidikan dalam Al-Qur’an adalah membina manusia secara individu dan kolektif sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifahNya untuk membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah.

Dengan kewenangan dan kekuasaan sementara yang diberikan Allah Swt. sebagai bagian dari tugas khalifah, manusia juga harus mampu menjaga amanah yang diberikan Allah dalam hal-hal yang bersangkutan dengan alam agar tetap terjaga dan terpelihara. Sebaliknya, jika manusia itu dengan kekuasaannya merusak dan menyalah gunakan tugas yang diamanahkan kepadanya, maka secara tidak langsung ia telah merendahkan dirinya dihadapan Allah Swt. Q.S Al-Ahzab [33]: 72-73. Padahal, jika kita memperhatikan bagaimana eksistensi manusia dimuka bumi setelah memperoleh pengetahuan yang cukup Allah kemudian menempatkan manusia sebagai eksistensi yang paripurna, kreatif, dan inovatif Q.S At-Tin [95]: 4.

Demikianlah, bahwa hakikat tujuan pendidikan adalah membina manusia secara individu dan kolektif sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Manusia yang mendapatkan pembinaan adalah makhluk yang memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa), akal akan menghasilkan ilmu, jiwa akan menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan jasmani akan menghasilkan kreatifitas.
Dengan menggabungkan semua unsur ini, maka akan tercipta makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman. Konsep dasar pemikiran seperti ini tentu saja menuntut umat manusia untuk menempatkan setiap aspek penguasaan ilmu dan pengetahuan menjadi penting. Pendidikan dan pengajaran dalam hal ini, tidak saja menjadi rekomendasi aktifitas yang bersifat normatif-doktriner, tetapi juga menjadi investasi bagi umat manu
sia untuk menentukan masa depannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Tag Post :
Artikel,Minggu-an Menulis

Bagikan Artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *