Semua orang pasti memiliki cita-cita dan impian dalam hidupnya, salah satunya yaitu mencari ilmu di negeri orang. Itulah yang aku alami saat masih duduk di bangku Aliyah, sampai sudah kupersiapkan sejak saat itu. Mulai dari belajar sedikit demi sedikit kosa kata dan planning yang harus kupersiapkan buat ke depannya. Ya Negeri Seribu Wali, Yaman, itulah impianku, tidak pernah goyah ataupun berubah impian dan cita-citaku itu hingga tiba waktunya aku lulus sekolah, keinginanku masih tetap ingin mengejarnya sampai dapat.
2020
Tahun kelulusanku, tahun yang sangat berbeda karena saat itu dunia sedang marak-maraknya penyebaran virus Covid-19. Namun hal ini bukan sesuatu yang menghalangiku untuk sampai pada impianku. Hingga muncullah informasi pendaftaran universitas di Timur Tengah dari Kementerian Agama, namum hanya satu negara yaitu beasiswa ke Maroko bukan Yaman. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya karena aku berpikir yang terpenting adalah ke Timur Tengah. Dengan senang hati dan perjuangan yang tidak bisa diraih dengan cuma-cuma, namaku masuk data peserta lulus sampai pada tes tahapan kedua—tahapan yang tidak semua orang bisa sampai di sini—dan jika lulus pada tahapan kedua ini, pasti berangkat ke Maroko. Tapi apalah daya, saat menunggu waktu pelaksanan tes tahap kedua, tiba kabar yang tidak diinginkan, yaitu beasiswa ke Maroko dibatalkan. Apa yang kalian rasakan jika sudah berbagai macam tangisan ke sana ke sini persiapan, ngurus, dan lain-lain tapi tiba-tiba dibatalkan? Karena Covid semakin berbahaya dan tidak memungkinkan ke sana, akhirnya kuputuskan pergi ke pesantren mengikuti petunjuk orang tuaku dan menunggu tahun yang akan datang untuk mendaftar ke Timur Tengah kembali.
2022
Tahun kelulusanku dari pesantren. Rasa ingin ke Timur Tengah itu sudah biasa saja, bahkan tak terlalu berharap. Tapi guruku malah mengarahkanku untuk melanjutkan impianku. Beliau mengarahkanku ke Maroko. Sebagai santri, aku hanya bisa berkata “Iya” mengikutinya. Namun ketika aku melihat informasi pendaftaran Yaman, rasa tertarik untuk mencoba pun menghampiriku dengan alasan sebagai cadangan saja. Jika yang Maroko tidak lolos, bisa tetap ke sana hanya beda negara. Setelah mengikuti tes ke Yaman, namaku tercantum di data peserta lulus. Dengan senang hati langsung kuputuskan negara itu yang akan kutuju karena telah menerimaku lebih awal daripada Maroko. Kulupakan Maroko karena negara Yaman adalah impian pertamaku. Tapi di sisi lain, setelah mengikuti tes ke Maroko, namaku tercantum juga di data peserta lulus. Guru-guruku lebih mengarahkanku ke Maroko. Saat itu aku berada pada posisi بين نارين, kebimbanganku antara harus memilih keinginanku atau keinginan guru-guruku. Sedihnya memang tak bisa terlupakan. Bagaimana tidak, aku yang benar-benar ingin ke Yaman—sampai hampir check out niqob di Shopee karena semangatku ingin ke sana—akhirnya lebih memilih rida guru-guruku dengan alasan petunjuk guru tidak akan mungkin salah dan salah satu syarat mencari ilmu itu adalah petunjuk guru—sebagaimana penjelasan di Ta’lim Muta’alim—. Petunjuk itu pasti ada hikmahnya. Guruku lebih tahu yang terbaik untukku, kuyakini itu.
Maroko, 5 Oktober 2022
Sampailah aku di Negeri Seribu Benteng. Tahun pertama sekolahku di sini memang bisa dibilang bukan sesuatu yang aku inginkan. Sampai aku berpikir “Masa petunjuk guru salah, tidak akan mungkinlah”. Satu minggu belajar di kota Tangier, kuputuskan berbicara dengan keluarga untuk pindah saja ke Yaman. Walaupun aku sudah sampai di Maroko, tapi rasa ingin ke Yaman masih tetap ada. Namun guruku tak mengizinkan, “Tetaplah di Maroko saja” katanya. Sedih pasti, tapi mau bagaimana lagi. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Kuturuti perkataan guru-guruku.
Setelah satu tahun di sini aku baru merasakan efek samping dari mengikuti arahan/petunjuk guru. Sampai aku berkata pada diriku sendiri “Oh inilah alasan guruku menyuruhku di Maroko saja”. Hal itu baru kurasakan di tahun 2023 ini. Memang kepahitan dulu yang kualami, tapi setelah itu ada kemanisan yang menunggu. Mungkin kepahitan dapat menjadi sebuah pengalaman. Dari situ aku sangat percaya bahwa “Petunjuk Guru” itu tidak mungkin salah alamat. Aku tidak menduga bisa sampai pada tahap ini. Aku hanya bisa berkata “Terima kasih wahai guru-guruku”.
Motivasiku :
– Ketika kita rela menghadapi sesuatu yang tidak diduga-duga, kita juga akan mendapatkan sesuatu yang tidak diduga-duga pula.
– Sesuatu yang sudah diridai itu pasti akan ada jalannya.
Nantikan promo-promo menarik di PPI Shop
Dapatkan Info-info terkini dari PPI Maroko