Ma’had Imam Nafie Rasa Hogwarts
Bagi pelajar Indonesia di Maroko, kata Ma’had “Imam Nafie” itu sudah tidak asing lagi. Yup! Itu adalah salah satu nama ma’had di Kota Tanger yang sangat fenomenal. How comes? Karena tidak sembarang orang (pelajar) yang ingin melanjutkan kuliah di sana bisa langsung diterima di jenjang perkuliahannya.

 Ma’had Imam Nafie terkenal dengan aturannya yang ketat, karena termasuk sekolah yang menggunakan ta’lim atiq dalam pengajarannya. Banyak kemiripan antara ma’had ini dengan Hogwarts ( sekolahnya Harry Potter ) diantaranya adalah kepala sekolah atau mudir ma’had ini gayanya mirip sekali dengan Albus Dumbledore yang ada di film Harry Potter. Berjanggut putih panjang, sering menggunakan jubah putih, berkacamata dan ramah terhadap semua.

Sebagai salah satu pelajar di sana, saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana kehidupan di dalamnya. Dimulai dari tes masuk, waktu itu tahun 2016, saya dan teman-teman di tempatkan di aula. Disana banyak meja-meja penguji, ada penguji tes ilmu syariah, matematika, Bahasa Perancis, dan penguji hafalan Al-qur’an. Mata pelajaran yang diujikan dalam ilmu syariah diantaranya; hadits, fiqh, ilmu hadits, ushul fiqh, nahwu, sharf, dan lain-lain. Setelah selesai diuji dalam semua bagian itu, kita diminta untuk menunggu. Beberapa saat kemudian, mereka mengumumkan apakah kita lulus untuk masuk kuliah atau nantinya di tempatkan di tsanawi (tingkat SMA) maupun i’dadi (tingkat SMP). Tetapi, menurut pengamatan saya, hasil keputusan dewan penguji tidak melulu ditentukan oleh kemahiran seseorang. Karena boleh jadi kita ditempatkan di tingkat SMA padahal kita pintar , hanya saja Tuhan ingin kita lebih mendalami dan me-review kembali ilmu agama dari akarnya.

Setiap hari, Robeus Hagrid (disebut demikian karena berbadan besar) alias Pak Abdullah acap kali mengabsen kehadiran kami dua kali sehari, yakni pagi dan siang.  Bagi yang alpha kurang dari lima kali saja, sudah mendapat surat peringatan dari ma’had ini.

Pembelajaran dimulai dari jam delapan pagi sampai jam 6 petang dengan dua kali istirahat. Namun biasanya, kita sebagai pelajar Indonesia tetap membutuhkan pelajaran tambahan, karena materi yang diajarkan termasuk berat.  Jadi setelah pukul enam petang, kita melanjutkan belajar sesama pelajar Indonesia sampai sekitar pukul sepuluh atau sebelas malam. Untuk tingkat nihai (universitas) kegiatan belajar dimulai dari Hari Sabtu hingga Rabu, sedangkan untuk tingkat tsanawi, dimulai dari Hari Sabtu hingga Rabu, ditambah setengah hari di hari Jum’at. Cukup padat bukan?. Syaikh yang mengajarnya pun termasuk syaikh yang masyhur di negeri matahari tenggelam ini.

Ada cerita unik tentang pengajaran salah satu syaikh disini, yakni dalam mata kuliah hadits yang mana diajarkan oleh Syaikh Kamali. Beliau termasuk syaikh yang sangat jenius. Beliau dapat menghafal semua sanad dan perawi dalam kitab hadits sekaligus dengan tahun wafat, laqab, serta sejarah singkat tentang nya. Dalam proses belajar-mengajar, beliau mewajibkan  seluruh mahasantrinya untuk menghafal sanad dalam satu bab dalam kitab “Shahih Muslim” beserta nama asli,  tahun wafat, dan laqabnya.  Jika kita tidak mengahafalnya, maka dengan senang hati beliau akan mengeluarkan mahasantrinya dari ruangan kelas. Perasaan tegang dalam ruangan kelas pun mirip dengan situasi belajar ramuan dengan Severus Snape di Hogwarts.

Setiap tingakatan kuliah di Ma’had ini hanya terdiri dari satu kelas. Berbeda dengan kampus lain di Maroko yang menggunakan aula dalam belajar-mengajar nya , dengan kursi jenjang nan bertingkat-tingkat  dengan dosen yang memakai mikrofon di depan kelas agar para mahasiswa yang berjumlah ratusan dapat mendengar suaranya walau dari ujung ruangan. Disini kami menggunakan kursi dan meja seperti biasa dengan jumlah santri yang tidak mencapai empat puluh orang perkelas nya, bahkan ada pula yang tidak sampai dua puluh lima orang mahasantri. Terdapat juga ruang makan yang besar untuk makan siang para santri dan mahasantri dengan meja lingkaran serta kursi yang mengelilinginya.

Banyak keunikan dari ma’had ini. Salah satunya adalah kewajiban bagi mahasantrinya untuk memakai jelabah bagi laki-laki, dan gamis bagi perempuan. Dimana hal ini juga sangat mirip dengan aturan di Hogwarts yang  mewajibkan murid-muridnya memakai jubah ketika sekolah. Jika tidak menggunakan atribut tersebut, kita tidak diperkenankan masuk ma’had. Jadi, di dalam kawasan ma’had teman-teman tidak akan menemukan seseorang yang memakai celana melainkan guru atau dosen  yang mengajar mata pelajaran umum.

Selain itu, kalau di Indonesia kita merasakan Ujian Nasional (UN) hanya di tingkat SD, SMP, dan SMA,  disini kita akan merasakannya kembali karena setiap mahasantri pada tingkat  akhir kuliah akan melaksanakan UN sebagai salah satu penentuan kelulusan, hal ini sama seperti  Harry Potter yang harus mengikuti Nastily Exhausting Wizarding Test (N.E.W.T). Beberapa mata kuliah yang nantinya diujikan juga tidak diberi silabus, yang artinya kita harus menghafal seluruh materi pelajaran tersebut,  semua yang dipelajari selama tiga tahun. Cukup sadis bukan?. Ada tokoh Harry Potter di sini,  kami menyebutnya Muhammad Dailal,  hal ini karena dia masyhur,  tampan  dan cerdas, sama dengan Harry, (hanya saja dia tidak  berkaca mata). Hebatnya, dia dapat melalui tiap tahapan di ma’had ini dengan segudang prestasi. Dan jangan salah, di ma’had ini pun ada perempuan yang mirip juga dengan Hermione. Berbicara Bahasa Inggris British dengan fasih, cantik, pintar. Kami memanggilnya Sonia,  dia adalah mahasiswi Indonesia.

Terkait dengan tempat tinggal atau asrama, telah disediakan rumah bagi mahasantri layaknya Ravenclaw, Griffindors, ataupun Slytherin (tetapi tidak ada tokoh jahat seperti murid Slytherin) bagi mereka yang berasal darj luar kota Tanger ataupun penduduk Tanger yang jarak antar rumah dengan sekolah sangat jauh.  Barang-barang kebutuhan rumah pun telah tersedia seperti kasur, bantal, selimut, kulkas, kompor, lemari, dan lain-lain. Juga bahan makanan telah disediakan ma’had setiap minggunya untuk menjaga gizi para mahasantri. Kami cukup memberitahu  kebutuhan kami kepada ustadz penjaga sekolah yakni Argus Filch a.k.a Ustadz Maylut.

Terakhir, sebagai penutup artikel atau tulisan yang tidak mengandung endorse ini, saya mengutarakan kalimat penyemangat bagi kita semua, ” Keraslah terhadap dirimu sendiri maka dunia akan lunak terhadapmu, dan kecerdasan tidak ditentukan oleh dimana kamu bersekolah, namun bagaimana kamu bersekolah.” Tchao!

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *